Mohon tunggu...
Indra J Piliang
Indra J Piliang Mohon Tunggu... Penulis - Gerilyawan Bersenjatakan Pena

Ketua Umum Perhimpunan Sang Gerilyawan Nusantara. Artikel bebas kutip, tayang dan muat dengan cantumkan sumber, tanpa perlu izin penulis (**)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Veto Kursi Menteri untuk Adian

31 Juli 2019   15:57 Diperbarui: 5 Agustus 2019   10:04 14615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aktivis mahasiswa di era reformasi yang juga anggota Komisi VII DPR, Adian Yunus Yusak Napitupulu di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/5/2016) | (KOMPAS.com/NABILLA TASHANDRA)

Beberapa kali saya ketemu Adian dalam kesempatan yang tak disengaja. Misalnya di Bandara. Dalam pemilu serentak 2019 ini, saya kembali satu kubu dengan Adian. Terakhir bertemu di Hotel Salak, Bogor, saat rapat tertutup 30-an pimpinan relawan dengan Jokowi. Tak ada yang berubah dari Adian, kecuali kesabaran dan pengendalian dirinya yang makin baik.

Hanya saja, kecepatan Adian dalam mengambil keputusan juga masih sama. Saya yang puluhan tahun bekerja di lembaga penelitian, dunia kata-kata, tentu memikirkan sampai detil setiap besaran angka, metode, program dan hasil pergerakan yang ditulis di papan pengumuman. 

Tangan saya gemetar menulis jumlah 5.000 anggota Sang Gerilyawan Jokowi dalam mengisi acara kampanye yang dihadiri Jokowi. Adian? Bagai penjahit baju di Pasar Rumput Manggarai, langsung menyebut organ-organ relawan yang bakal hadir. Di bawah tempurung kepalanya, seperti berbaris gelombang demi gelombang massa aksi yang tinggal diatur arah keluar-masuk mereka.

Belakangan, saya membaca sejumlah ulasan terkait nama Adian. Begitu juga analisis, berita dan kasak-kusuk. Yang paling menggelisahkan saya adalah Adian hendak dinobatkan sebagai salah satu menteri dalam Kabinet Nawacita II. 

Saya hendak menepuk bagian dari kepala sendiri, tapi sungguh tak gatal. Nalar skeptis saya bersiaga: jangan-jangan laki-laki kelahiran Manado tanggal 9 Januari 1971 ini -- setahun tiga bulan sepuluh hari lebih tua dari saya -- sedang diledekin teman-temannya. Atau, Adian benar-benar dijadikan tolok ukur, parameter, hingga timbangan darah dan tetesan keringat  yang menembus babak-babak "perjuangan" selama bulan-bulan kampanye.

Bagai dunia kanak-kanak saya yang sedang berusaha menghitung bintang di langit, semua telunjuk sudah pasti terarah kepada pijar bintang kejora. Bintang paling terang. Bintang itulah yang dijadikan patokan pertama atau terakhir, dalam menghitung jumlah bintang yang terlihat oleh kami. Yang berhasil menemukan jumlah bintang lebih banyak, bakal menjadi pemenang. Setiap kali sang pemenang menyebut jumlah bintang yang ia temukan, kanak-kanak yang lain bergegas melakukan verifikasi dengan mulai atau berakhir pada bintang kejora.

Adian adalah simbol paling berpijar dari tipologi aktivis organis. Dan pijar itu tak menyala dalam waktu satu tahun atau satu periode pemerintahan. Dua dasawarsa pun sudah ia lewati. 

Sakit kepala saya menderetkan sejumlah nama calon menteri di papan tulis, lalu menyusun matrikulasi berdasarkan sosok hippies setengah kusut bernama Adian. Ketika di dalam kepala saya masih penuh dengan beragam narasi tentang Adian, segera saja otak saya menjadi kosong mencari kisah apa yang berada di belakang sejumlah nama lain yang santer disebut-sebut.

Agar saya tetap bisa menulis cerita, pun berdasarkan pengalaman mendampingi kegiatan sejumlah menteri sejak mahasiswa, baiklah saya meniru Adian sekali ini. Saya harus langsung melompat kearah kesimpulan saja. 

Jika hak prerogatif bisa disamakan dengan hak veto, saya ajukan satu permintaan saja kepada Presiden Jokowi: JANGAN LANTIK ADIAN MENJADI MENTERI! Kalau Presiden Jokowi tak mengindahkan permintaan saya ini, yakni nekad melantik Adian, saya bakal berganti posisi. Tak apa-apalah, sebanyak 5.555 orang massa aksi dengan cepat saya kerahkan mengepung kantor Adian.

Itu saja...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun