Saya ingat, sekitar bulan Maret 2017, pada suatu malam yang basah dan berhujan, ajudan Pak HR Agung Laksono menelepon saya. Sebelumnya, Dave Laksono yang menanyakan keberadaan saya, lalu menyebut: "Lu dicariin Babe, tuh!" Saya langsung menghubungi Pak Agung, pun ajudannya. Jelang tengah malam, saya ditunggu di kediaman.
"Gue barusan Rapat Pleno dengan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar DKI Jakarta. Ada sekitar 40 orang. Ketua Umum DPP Partai Golkar dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Partai Golkar juga hadir. Intinya, mereka mengeluh, terutama yang muda-muda, tidak bisa bergerak untuk Ahok. Mereka bilang, bagaimana mau bergerak, sementara lu berada dalam kubu Anies - Sandi," kata Pak Agung.
"Pak Agung, justru saya menyampaikan secara terbuka, agar Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) mengawal Ahok setiap kali blusukan. Organ AMPG sampai ke tingkat bawah. Siapapun yang menghadang Ahok, bakal segan kalau melihat AMPG berada di samping Ahok," kata saya.
"Itu terserah nanti. Lu sendiri bagaimana? Ketua Umum menyebut kesulitan untuk menegur lu. Sekjen apalagi. Ketua Umum hanya bilang, 'Indra kan anggota Pak Agung'. Makanya gue langsung hubungi lu," kata Pak Agung. Â
Saya menjelaskan kepada Pak Agung tentang hubungan saya dengan Anies Baswedan yang sudah terjalin sejak tahun 1993, dalam pertemuan informal Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT) di Universitas Brawijaya. Sebagai epistemic community, hubungan itu terus terjalin selama hampir seperempat abad. Pak Agung mengangguk, sesekali memberikan komentar.
"Lu masuk Tim Sukses?" tanya Pak Agung.
"Tidak, Pak. Saya membentuk organisasi relawan. Itupun tidak berada di bawah sorotan kamera," jawab saya.
"Lalu, bagaimana dengan pernyataan-pernyataan lu?" tanya Pak Agung.
"Oh, saya tak memberikan wawancara, Pak. Saya hanya menulis di akun twitter saya, atau lewat media facebook," jawab saya.
"Ya, sudah. Kalau bisa, kurangi. Dan jangan tampil dalam acara-acara di televisi. Nggak enak kan, lu berbeda pilihan dengan Partai Golkar? Apalagi tampil sebagai juru bicara atau juru debat. Nanti gue sampaikan kepada Ketua Umum," kata Pak Agung, akhirnya.
"Siap, Pak! Memang ada sejumlah acara debat yang saya hadiri, tapi bukan di layar televisi. Saya tak akan mengulangi lagi, walau ada permintaan. Saya juga tak mungkin tiba-tiba beralih, sebulan sebelum hari pemilihan. Karena Ketua saya Pak Agung, saya tentu patuh," ujar saya, lega.