Mohon tunggu...
Indradya Susanto
Indradya Susanto Mohon Tunggu... -

Orang baik-baik. Kerjanya nggak jauh dari buku. Sukanya backpacking, wisata kuliner, baca buku, dan tidur.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Berbagi Impian

24 April 2013   08:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:42 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kawan, ketika engkau diminta menulis tentang orang tercintamu, katakanlah istrimu, bagaimanakah kau akan menulisnya? Kisah pendek ini adalah kisah tentang diriku, impianku, dan orang tercintaku. Tapi menulis tentang orang tercintaku itu juga sulit kalau tak menulis tentang diriku juga. Bukankah separuh dirinya adalah diriku? Beribu jura untukmu yang bersedia menyimak walau sejenak.

***

Dia tak henti berdecak kagum saat kami menumpang MRT sore itu saat baru tiba di Singapura. Matanya tak berkedip memandangi gedung-gedung pencakar langit dan lanskap kota modern yang bersih lewat jendela. Esoknya, wajahnya sumringah saat kami sarapan nasi lemak murah di Chinese Garden yang indah. Senyumnya mengembang melihat Chinatown yang penuh suvenir dan bangunan berarsitektur khas Cina. Hari yang sama, dia melompat-lompat gembira saat melihat patung Merlion yang legendaris itu. Main ke Universal Studio walau tak sanggup beli tiketnya. Berfoto di globe berputar di depan wahana itu sudah cukup memunculkan keriaan pada dirinya. “Aku tidak menyangka bisa pergi melihat negeri-negeri asing. Tadinya kukira hanya bisa dilakukan orang-orang kaya,” katanya saat aku bersiap tidur siang di sebuah taman tak jauh dari gedung Esplanade. Aku hanya tersenyum waktu itu. Kantuk sudah tiba.

***

Kawan, saat kecil dulu, apa jawabanmu kalau ditanya tentang cita-cita? Jawabanku standar, seperti anak-anak lainnya: jadi pilot, insinyur, atau dokter. Beginilah hasil sistem pendidikan yang mengutamakan keseragaman. Tapi, makin beranjak usia, makin banyak membaca buku, wawasanku jadi terbuka lebar. Menginjak bangku SMP, aku sudah tahu mau jadi apa saat besar nanti. Aku ingin menjajal segala hal yang berhubungan dengan bahasa: kerja di koran/majalah, mengajar bahasa, atau kerja di penerbit buku. Dan: aku ingin berkeliling dunia. Salahkan buku-buku itu, Kawan, merekalah yang memprovokasi cita-citaku itu.

***

Setelah empat hari mengelilingi Singapura, aku mengajaknya menuju Kuala Lumpur. Menginap di sebuah hostel murah di kawasan Bukit Bintang malam itu. Makan malam di kaki lima di Jl. Alor dan jalan-jalan di sekitar jalanan yang cukup kondang di kalangan backpacker. Esok paginya, kami berjalan kaki ke menara kembar terkenal itu. Jaraknya hanya 1,5 kilometer dari tempat kami menginap. Aku melihat lagi keceriaan di wajahnya saat melihat menara jangkung kembar kebanggaan Malaysia itu kini menjulang di hadapannya. Ikon yang selama ini hanya dia lihat di majalah, TV, atau Internet.

***

Kelas 3 SMP, aku sudah jadi korban tawuran. Saat turun dari bus Kopaja di sebuah pasar untuk lanjut naik angkot, segerombolan anak SMP mendekatiku. Hanya karena berasal dari sekolah yang mereka anggap musuh, aku diserang beberapa anak SMP brutal dengan penggaris besi 30 senti mereka. Satu toko kelontong harus jadi korban perusakan karena aku masuk untuk menghindar dan minta tolong, sebelum akhirnya beberapa anak STM memisahkanku dari mereka dan menyuruhku segera naik angkot. Di rumah, ayahku yang sedang cuti di rumah terkejut bukan main. Ekspresinya ngeri saat melihat darah langsung menetes dari keningku ke lantai putih rumah kami. Langsunglah dia melarikanku ke rumah sakit. Ibuku langsung pulang dari kantor dengan panik. Malamnya, aku merenung dan mengutuki nasib buruk. Mengutuki Jakarta. Bukan kali itu saja aku apes terjebak dalam tawuran atau dipalak anak sekolah lain. Namun sejak hari itu, aku tahu persis: masa depanku bukan di kota ini. Aku tahu, kelak Jakarta akan hancur. Tawuran tak akan pernah berhenti. Akan selalu meminta tumbal mati. Lihatlah Jakarta hari ini, Kawan. Kau akan tahu aku benar.

***

Oktober 2012 Backpack sudah dikemas. Paspor dan tiket sudah masuk ke tas. Malam itu kami terbang ke Singapura. Transit selama 15 jam, setengahnya cukup untuk jalan-jalan lagi di kota Tumasek modern itu. Sorenya, kami terbang ke Bangkok, Thailand.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun