Mohon tunggu...
Indra Joko
Indra Joko Mohon Tunggu... Administrasi - OK

Pengamat

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mengurai Ambiguitas Overlapping Claim Laut Natuna, Posisi Indonesia di Laut China Selatan

14 November 2024   10:12 Diperbarui: 14 November 2024   10:22 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.tribunnews.com/

Dalam kerangka pernyataan bersama Indonesia dan China, kedua negara menekankan pentingnya memperkuat kerja sama maritim, terutama dalam mengelola sumber daya laut dan memastikan kelestariannya. Meskipun demikian, salah satu tantangan utama yang muncul adalah penggunaan istilah "overlapping claim" yang berisiko menimbulkan ambiguitas terkait klaim wilayah.

 Indonesia, yang secara tegas menolak klaim China berdasarkan Nine-Dash Line, harus berhati-hati agar tidak terjebak dalam interpretasi yang mengindikasikan pengakuan terhadap klaim tersebut, mengingat posisi Indonesia yang tetap berlandaskan pada Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982.

Dalam diplomasi maritim, istilah "overlapping claim" dan "disputed claim" sering digunakan untuk menggambarkan klaim ganda di wilayah yang sama, namun keduanya memiliki konotasi yang berbeda. Istilah "overlapping claim" mengacu pada situasi di mana klaim dua negara saling tumpang tindih tanpa menunjukkan adanya sengketa atau konflik aktif. 

Penggunaan istilah ini cenderung lebih netral, mengindikasikan perbedaan klaim administratif tanpa adanya ketegangan terbuka. Di sisi lain, "disputed claim" merujuk pada klaim yang telah menjadi sengketa, di mana masing-masing pihak menolak klaim pihak lainnya secara tegas.

Dalam hubungan Indonesia-China, penggunaan istilah "overlapping claim" berisiko menimbulkan kesan bahwa Indonesia mengakui klaim China atas Laut Natuna Utara. Hal ini bertentangan dengan posisi Indonesia yang secara tegas menolak klaim tersebut berdasarkan UNCLOS 1982. Untuk menghindari salah tafsir, Indonesia perlu mengambil langkah-langkah diplomatik yang jelas dan tegas. 

Salah satu langkah yang dapat diambil adalah dengan mengeluarkan pernyataan resmi dari Kementerian Luar Negeri yang menegaskan bahwa istilah "overlapping claim" tidak dapat dipahami sebagai pengakuan terhadap Nine-Dash Line.

Penting bagi Indonesia untuk terus merujuk pada UNCLOS dalam setiap komunikasi diplomatiknya, baik dengan China maupun dengan negara-negara lain di forum internasional. Dengan memperkuat posisinya yang konsisten berdasarkan hukum internasional ini, Indonesia dapat mencegah adanya persepsi bahwa penggunaan istilah "overlapping claim" berarti mengakui klaim yang tidak sah. 

Selain itu, dalam pernyataan bersama berikutnya, Indonesia dapat memastikan ada penegasan mengenai penolakan terhadap Nine-Dash Line, sekaligus menyarankan penggunaan istilah yang lebih tegas seperti "perbedaan persepsi klaim" atau "klaim yang tidak sah menurut hukum internasional."

Diplomat senior Indonesia juga dapat memanfaatkan media internasional untuk mempertegas posisi Indonesia yang tidak mengakui Nine-Dash Line, memastikan bahwa sikap tersebut dipahami secara jelas oleh komunitas internasional. 

Selain itu, sebagai langkah hukum yang lebih formal, Indonesia dapat mengajukan nota diplomatik kepada PBB yang menegaskan bahwa klaim maritim China yang mengacu pada Nine-Dash Line tidak diakui. Hal ini akan memperkuat posisi hukum Indonesia di tingkat internasional dan mencatat sikap resmi Indonesia dalam dokumen internasional.

Melalui langkah-langkah diplomatik yang hati-hati dan konsisten ini, Indonesia dapat menjaga kedaulatan wilayahnya di Laut Natuna Utara sekaligus menunjukkan sikap diplomatik yang kuat dalam hubungan dengan China. Meskipun istilah "overlapping claim" mungkin tidak bisa sepenuhnya dihindari, Indonesia tetap dapat memastikan bahwa posisi hukum dan diplomatiknya tetap jelas dan terjaga.

Dalam menghadapi ketegangan terkait Laut China Selatan, Indonesia memiliki posisi strategis yang penting sebagai pemimpin kawasan ASEAN. Meskipun berkompromi dengan China melalui istilah seperti "overlapping claim" mungkin memberikan keuntungan jangka pendek dalam menjaga hubungan diplomatik, Indonesia harus tetap menjaga integritasnya dalam memperjuangkan hukum internasional, terutama UNCLOS. 

Sebagai negara yang memiliki posisi kuat di ASEAN, menjaga posisi tegas dalam konflik Laut China Selatan lebih penting untuk memastikan peran Indonesia dalam memimpin upaya kolektif ASEAN dalam mempertahankan stabilitas kawasan dan kedaulatan wilayahnya.

Dalam konteks diplomasi maritim, ada risiko besar jika Indonesia menggunakan istilah "overlapping claim" dalam pernyataan bersama dengan China. Dari sudut pandang China, penggunaan istilah tersebut bisa diartikan sebagai pengakuan Indonesia terhadap klaim tumpang tindih China di wilayah Laut Natuna Utara. 

Hal ini dapat menimbulkan persepsi di antara negara-negara kawasan bahwa Indonesia, sebagai pemimpin ASEAN, mulai mengakui klaim China, yang berpotensi menurunkan kredibilitasnya dalam memimpin perlawanan terhadap klaim sepihak tersebut. 

Lebih jauh lagi, ini bisa menimbulkan kekhawatiran bahwa Indonesia akan "dicaplok" atau dilibatkan dalam klaim China, yang dapat merusak hubungan Indonesia dengan negara-negara lain di kawasan yang juga memiliki kepentingan di Laut China Selatan.

Strategi Indonesia dalam menghadapi isu klaim tumpang tindih di Laut Natuna Utara sangat bergantung pada kemampuan untuk menjaga keseimbangan antara diplomasi dan kedaulatan wilayah. Meskipun berkompromi dengan China mungkin menawarkan solusi sementara untuk memperlancar hubungan bilateral, Indonesia harus memastikan bahwa posisinya tetap teguh pada prinsip hukum internasional, khususnya UNCLOS. 

Mengingat Indonesia adalah pemimpin ASEAN, menjaga kredibilitasnya dalam memimpin perlawanan terhadap klaim sepihak sangat penting. Keputusan yang diambil akan memengaruhi stabilitas kawasan dan integritas Indonesia sebagai negara yang berkomitmen pada hukum internasional.

Menghadapi "overlapping claim" itu seperti memutuskan siapa yang lebih berhak duduk di kursi depan bioskop. Semuanya merasa berhak, tapi kalau kita terlalu banyak memberi ruang, nanti malah jadi rebutan. Jadi, Indonesia perlu jaga posisi, biar nggak ada yang merasa dikasih kesempatan lebih, tapi tetap jaga kenyamanan dan keamanan bersama. Jangan sampai filmnya berakhir dengan "kacau"!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun