Mohon tunggu...
Indra Joko
Indra Joko Mohon Tunggu... Administrasi - OK

Pengamat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ironi Hari Ayah di Tengah Fenomena Fatherless dan Budaya Patriarki

12 November 2024   09:18 Diperbarui: 13 November 2024   17:11 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan tidak adanya figur ayah yang berperan sebagai panutan dan pemberi arah, anak-anak ini mudah terpengaruh oleh lingkungan dan media, yang sering kali menawarkan "jalan pintas" untuk mendapatkan kepuasan tanpa harus bekerja keras.

Hal ini menjadi masalah sosial serius di Indonesia, di mana banyak anak muda terjebak dalam perilaku konsumtif, kurangnya motivasi, dan perilaku impulsif yang sulit dikendalikan, yang akhirnya menghambat kontribusi positif mereka pada masyarakat.

Untuk memutus rantai fatherless dan dampaknya, diperlukan upaya yang terintegrasi dari berbagai pihak. Keluarga, sekolah, dan komunitas perlu berperan dalam membangun kesadaran akan pentingnya peran ayah dalam perkembangan anak, termasuk memberi dukungan emosional dan menanamkan nilai-nilai disiplin sejak dini.

Program edukasi dan konseling bagi para ayah tentang pentingnya keterlibatan mereka dalam kehidupan anak bisa menjadi salah satu solusi untuk mengubah pola pikir patriarki yang sempit.

Patriarki tidak salah jika dipahami sebagai sistem tanggung jawab yang seimbang di mana setiap anggota keluarga, termasuk ayah dan ibu, saling mendukung dan bekerja sama dalam peran yang diambil sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan mereka.

Dalam bentuk idealnya, patriarki dapat menciptakan lingkungan di mana ayah, sebagai figur yang kuat dan penyayang, mendukung perkembangan anak dan memberikan keteladanan, bukan sekadar sebagai pencari nafkah utama.

Sistem ini bisa menjadi fondasi yang stabil jika peran dan tanggung jawab setiap individu dalam keluarga dihargai dan dijalankan dengan kasih sayang dan dukungan penuh.

Hari Ayah seharusnya tidak hanya diperingati sebagai simbol atau formalitas, melainkan sebagai momen refleksi yang lebih dalam tentang peran penting ayah dalam kehidupan anak-anak mereka.

Selama ini, peran ayah sering kali dipersepsikan terbatas pada penyedia nafkah atau figur otoritatif dalam keluarga, sementara aspek emosional dan pengasuhan lebih banyak diserahkan pada ibu.

Padahal, penelitian menunjukkan bahwa keterlibatan aktif ayah dalam pengasuhan sangat berpengaruh terhadap perkembangan emosional, sosial, dan bahkan akademis anak.

Hari Ayah harus menjadi kesempatan untuk memperbaiki pandangan ini, mengingatkan masyarakat bahwa peran ayah dalam mendidik, memberi kasih sayang, dan menjadi teladan sangat vital bagi pembentukan karakter anak yang sehat dan seimbang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun