Pelukis itu menatapku sejenak, seolah memikirkan permintaanku dengan seksama. Lalu ia menghela napas, seakan melepaskan sesuatu yang berat. "Baiklah," jawabnya akhirnya, "Aku akan melukisnya. Tapi beri aku waktu sebulan. Aku akan melukisnya di rumahku."
Rasa penasaran yang semakin membara menguasai pikiranku. Aku tidak bisa menunggu sebulan penuh tanpa tahu lebih banyak tentang perempuan itu, tentang siapa yang ada di balik wajahnya. Aku memutuskan untuk mengikuti pelukis itu, menyelinap di balik bayang-bayang, menyusuri jalan-jalan yang semakin gelap.
Pelukis itu berjalan dengan langkah tenang, tanpa sadar aku mengikuti jejak langkahnya, hingga akhirnya ia sampai di rumahnya---a rumah sederhana yang tampak tak ada apa-apanya. Aku bersembunyi di balik pohon besar di halaman rumahnya, memandang melalui celah di jendela, berharap menemukan petunjuk lebih lanjut.
Lalu, aku melihatnya. Pelukis itu berdiri di depan cermin besar di dalam, dengan tatapan yang terfokus. Aku tak bisa percaya apa yang kulihat---dia mulai merias dirinya, mengenakan gaun, menyisir rambutnya, dan memulas bibirnya dengan warna merah menyala. Itu---perempuan dalam lukisan itu! Tapi yang mengejutkan, dia tidak melukis orang lain. Dia melukis dirinya sendiri, meniru perempuan dalam lukisan itu, membentuk dirinya menjadi sosok yang ada di kanvas.
Aku terkejut. Perempuan itu bukan orang lain. Dia adalah dirinya. Pelukis itu melukis dirinya sebagai perempuan yang kutunggu-tunggu selama ini.
Batukku tiba-tiba keluar, keras, tak bisa kutahan. Pelukis itu menoleh dengan cepat, mata kami bertemu. Dalam sekejap, semuanya terasa begitu gelap. Aku terjatuh, tidak sadar.
---
Aku terbangun di tempat yang asing, di kamar yang tidak aku kenal. Tubuhku terasa berat, aneh, dan ketika aku melihat ke cermin di dekat tempat tidur, aku hampir tidak percaya. Aku mengenakan gaun merah yang elegan, rambutku terurai dengan sempurna, dan wajahku---wajahku telah dipoles dengan riasan yang mencolok. Aku menatap diriku, dan aku tahu, aku sudah bukan lagi diriku yang lama. Aku adalah perempuan itu. Aku adalah perempuan dalam lukisan itu.
Di sebelahku, ada lukisan yang baru saja aku pesan, lukisan yang tak hanya aku inginkan, tetapi kini menjadi kenyataan. Pelukis itu memberiku lukisan itu---gratis. Sesuatu yang begitu manis, begitu menyesakkan, tetapi... begitu menipu.
Aku berusaha untuk mengerti, mencoba menerima kenyataan ini. Apa yang telah terjadi padaku? Aku hanyalah kolektor seni yang terobsesi. Namun kini, aku telah menjadi bagian dari karya itu, terjebak dalam ilusi yang aku sendiri ciptakan. Tapi aku tidak bisa keluar. Aku hanya bisa terperangkap dalam dunia itu, dunia yang tak bisa aku kuasai.
Beberapa hari kemudian, pameran seni digelar di galeri tempat aku pertama kali melihat lukisan itu. Semua orang berkumpul, memuji karya-karya pelukis itu, namun satu lukisan mendominasi. Lukisan yang baru saja kubeli. Namun ada yang berbeda. Di bawah lukisan itu tertera label: "Masterpiece oleh Kolektor." Di sana, aku, dengan wajah perempuan yang telah menjadi milikku, menjadi pusat perhatian---sebuah karya seni yang kini dimiliki banyak orang.