Beni berusaha mengalihkan pikirannya dari ketakutan yang mulai muncul. Ia mencoba fokus pada layangan yang masih tinggi di langit. Namun, cerita tentang mobil culik itu terus mengganggu pikirannya.
Sore semakin larut, matahari mulai turun, membuat langit di ujung barat berwarna oranye kemerahan. Mereka masih asyik bermain layangan, tapi sesekali pandangan mereka tetap menyapu sekitar, takut-takut mobil hitam itu benar-benar muncul. Tiba-tiba, suara mesin keras terdengar dari arah jalan. Beni, Doni, dan Fajar spontan menoleh.
Di ujung jalan, sebuah mobil jeep hitam muncul, melaju perlahan. Mobil itu terlihat menyeramkan, persis seperti yang Doni ceritakan. Kacanya begitu gelap, membuat mereka tidak bisa melihat siapa pun di dalamnya.
"Lari!" teriak Doni tanpa pikir panjang. Ketiganya langsung berhamburan, meninggalkan layangan mereka begitu saja. Kaki mereka berlari secepat mungkin, melompati rerumputan dan jalan setapak, hanya ingin segera menjauh dari mobil itu.
Beni tidak berhenti berlari hingga sampai di depan rumahnya. Napasnya terengah-engah, dadanya naik turun cepat. Hatinya berdebar kencang, takut mobil itu akan mengikutinya. Ia berusaha mengatur napasnya dan menenangkan diri. Namun, ketika ia mengangkat wajahnya, napasnya tertahan.
Di depan rumahnya... terparkir mobil jeep hitam yang sama.
Beni melangkah mundur, tubuhnya gemetar. Apa mungkin mobil itu mengikutinya sampai ke rumah? Ia tidak berani memandang terlalu lama, takut kalau-kalau ada seseorang yang tiba-tiba keluar dari mobil. Ia melangkah perlahan ke belakang rumah, memutuskan untuk masuk lewat pintu belakang. Di kepalanya hanya ada satu pikiran: ia harus sembunyi, sebelum orang dari mobil itu menemukan dirinya.
Ketika berhasil menyelinap masuk, Beni mendengar suara orang bercakap-cakap dari arah ruang tamu. Ia mengenali suara ibunya, tapi suara pria yang satu lagi terdengar asing. Beni mulai mendengarkan percakapan itu, berharap mendapat petunjuk siapa sebenarnya yang datang ke rumah mereka.
"...dan cendolnya bagaimana?" suara pria itu bertanya. Suaranya berat, terdengar akrab namun asing bagi Beni yang sudah lama tidak mendengarnya.
"Cendolnya sudah siap, tinggal bikin mata," jawab ibunya.
Beni langsung tersentak. Dadanya terasa sesak, napasnya tertahan. Mata? Apakah benar orang di depan itu adalah pelaku penculikan? Apakah ibunya juga terlibat dalam mobil culik itu? Pikiran itu membuat Beni semakin ketakutan. Tangannya bergetar, matanya berkaca-kaca. Ia ingin menangis, tapi tak ada suara yang keluar. Di pikirannya hanya ada bayangan mengerikan tentang mobil hitam dan bola mata.