Mohon tunggu...
Indra Joko
Indra Joko Mohon Tunggu... Administrasi - OK

Irfan Hermawan Setyadi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mengenang Indonesia dalam Tujuh Babak

3 Januari 2019   11:20 Diperbarui: 3 Januari 2019   11:38 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar: antarafoto.com

Pada tulisan ini saya mencoba mengenang Indonesia tercinta ini dalam tujuh babak, tiap babak adalah tiap era Presiden RI. Ingat ya saya hanya mengenang, tanpa data dan cek ulang data, jadi barangkali kenangan yang anda peroleh bisa jadi berbeda tergantung kapan dan dimana anda tumbuh di sudut republik ini. 

Meski begitu kebanyakan pemilih pada saat pemilu pun tak memperdebatkan data, mereka hanya mengingat saja apa yang mereka kenang dari calon yang mereka pilih. Jadi seberapa penting kenangan?

Babak pertama, Bung Karno.
Saya sebagai generasi yang lahir tahun '88 mengingat Bung Karno sebagai sejarah, informasi dalam buku, selebihnya dongeng. Pelajaran SD era orde baru tak seburuk itu menggambarkan Bung Karno, ia tetap pahlawan proklamasi yang berapi-api memerdekaan indonesia yang bersama dengan rakyat melawan Belanda dengan bambu runcing. 

Pada akhirnya saya tak pernah bisa membayangkan Bung Karno yang tua menjelang akhir hayatnya, yang selalu ada dalam benak saya tetap Bung Karno dengan peci dan wajah memerah dalam pecahan uang seratus ribuan.

Babak kedua, Pak Harto.
Pak Harto itu rajin sholat Jumat, sholat jumatnya Pak Harto hampir selalu ditayangkan di TVRI pada saat berita jam 7 malam, itu direlay ke semua stasiun TV swasta yang ditonton berjamah satu pesawat TV oleh belasan penonton di rumah keluarga menengah pada jamannya. Di masa Pak Harto presiden terlihat wah, sukses, sesuatu yang tak terjangkau sebagai cita-cita anak anak SD di kampung. 

Panen melimpah dengan Pak Harto ikut memanen padi, jagung, ikan-ikan dalam tambak. Ini ditayangkan juga di TVRI pada saat berita jam 7 malam, itu direlay ke semua stasiun TV swasta yang ditonton berjamah satu pesawat TV oleh belasan penonton. Semua hal tentang negara bisa dihafal, nama-nama menteri, jumlah provinsi, nilai tukar rupiah 2500-an untuk satu dolar, seakan akan pelajaran SD itu akan tetap menjadi ilmu yang sama sampai kita dewasa. 

Pak Harto muncul juga di uang kertas tapi saya tak pernah mengingatnya sebagai model uang kertas karena pada jaman itu uang kertas lima puluh ribuan haram untuk disentuh anak kecil. Belakangan, Pak Harto didemo orang-orang karena korupsi, iya "korupsi", sebuah kata yang mulai populer.

Babak ketiga, Pak Habibie.
Pak Habibie jadi presiden, ada ya yang bisa jadi presiden selain pak Harto? nyatanya ada, dia tukang bikin pesawat dan orang paling pinter di Indonesia. Di jaman pak Habibie ini banyak hal mulai berbeda, TV swasta mulai tak lagi merelay berita jam 7 dan dunia dalam berita, film G30S PKI tak lagi sama, berita berita tak lagi sekedar panen dan jumatan, ada berita soal DPR, MPR, voting, tak hanya sebagai teori dalam buku pelajaran. Yang masih sama adalah kartun di hari Minggu, Doraemon jam delapan, Goku jam setengah sembilan, tak pernah kalah oleh berita berita politik. 

Di jaman pak Habibie kita mulai merasa tak lagi akan bisa menghafal nama-nama menteri, nama nama provinsi, karena kemudian provinsi pun bisa berkurang, kemudian atlas di halaman terakhir itu tak sesuai lagi.

Babak Keempat, Gusdur.
Gusdur ini hasil pemilu yang diikuti 48 partai, tapi sampai beberapa saat kemudian saya masih bingung, yang menang pemilu Megawati kok yang jadi presiden Gusdur. Barangkali karena pas berita politik saya memilih menonton Doraemon, Goku, Ninja Hattori dan teman temannya. Kami senang sekali karen selain liburan kenaikan kelas yang satu bulan penuh masih ada lagi libur puasa dari sebelum puasa sampai beberapa hari setelah lebaran. 

Saat masuk sekolah kembali bahkan sudah lupa buku buku dan seragam disimpan dimana. Katanya kemudian Gusdur diturunkan dari presiden karena Bruneigate dan Buloggate. Apa itu? Tidak tahu. Satu-satunya yang kami khawatirkan dari turunnya Gusdur adalah, liburnya bisa panjang lagi atau tidak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun