Rasulullah Bersabda:
“Tholabul ‘ilmi faridhotun ‘alaa kulli muslimin wal muslimat minal mahdi ilal lahdi”
Artinya : Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim dan muslimah sejak dari ayunan hingga liang lahat. (H.R. Ibnu Majah No. 224 dari Anas bin Malik R.A. di shahikan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Ibni Majah: 183 dan Shahihut Targhib: 72)
Tholabul ‘Ilmi dalam bahasa arab yang artinya menuntut ilmu, karena ketakwaan para pencari ilmu mengharap ridho dan cintanya kepada Allah SWT. Imam bukhari berkata “Al’Ilmu Qoblal Qouli Wal’amali” yang artinya berilmu sebelum berkata dan berbuat. Al’ Ilmu sangatlah berperan bagi kehidupan semua makhluk hidup di dunia ini.
Ilmu artinya dalam kamus besar bahasa indonesia (KKBI) adalah pengetahuan. Di Indonesia disebut ilmu pengetahuan, lalu dilengkapi sebutannya menjadi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Padahal sesungguhnya kata “Pengetahuan” itu sendiri adalah pengertian (definisi) secara etimologis (kebahasaan) dari kata “Ilmu”. Jadi “Ilmu” dalam bahasa Arab, bahasa Indonesianya adalah pengetahuan. Lalu akhirnya menjadi ilmu pengetahuan, yang maknanya bukan Ilmu Dien (agama). Maka kalau ada orang mengatakan Ilmu pengetahuan, maknanya bukan Ilmu Dien.
1. Keutamaan Berilmu
“Tuntutlah ilmu disaat kamu miskin. ia akan menjadi hartamu, disaat kamu kaya. ia akan menjadi perhisaanmu.”- Luqkman Al-Hakim
Ada juga yang mengartikan, terutama dari kalangan para Ulama Ushul Fiqih, bahwa yang dimaksud dengan “Ilmu” adalah pengetahuan tentang sesuatu diatas fakta dan data, secara pasti dan menurut sejak manusia lahir kedunia ini tidaklah mungkin semuanya tanpa ilmu dari manusia dilahirkan sampai ke ujung liang lahat pun semua ada ilmunya.
Dunia ini pun tidak mungkin tercipta begitu saja dan semua itu ada ilmu dan prosesnya dan semua itu kembali dari sang pencipta Allah SWT sebagai sumber ilmu yang menurunkan kepada nabi dan rasulnya dengan kitab-kitabnya termasuk Al-Quran. Dalam sejarah peradaban sesungguhnya umat islam pernah mengalami kejayaan pada masa khilafah dinasti umayah (661–750 M) dan abbasiyah (750–1517 M). Menurut Toby E. Huff dalam Bukunya The Rise Of Early Modern Science dari abad ke delapan hingga akhir abad keempat belas, ilmu pengetahuan Arab adalah sains yang paling maju di dunia yang jauh melampai barat dan cina.
Dalam masa itu telah lahir berbagai ilmuwan islam dengan latar belakang ilmu yang berbeda. Misalnya, Muhammad bin Zakariya Al-Razi (kimia, kedokteran dan sains), Ibnu Sina (pengobatan moderen), Ibnu Tufail (filsuf dan kedokteran), Ibnu Rusyd (filsafat, dokter dan astronomi), Ibnu Khaldun Al-Kindi (sosiologi), Al- Ghazali (filsafat), Al Farabi (sosiologi dan filsafat) dan lain sebagainya mereka ini merupakan ilmuwan dalam berbagai bidang fisika, matematika, social, ekonomi, filsafat, kedokteran, teknik dan lain sebagainya sebagai ilmuwan islam yang dunia barat pun mengakuinya. Dalam Syariat Islam menuntut ilmu adalah kewajiban penting bagi seorang muslim daripada harta, bagaimana mau bahagia dunia dan akhirat kalau malas juga dalam mencari ilmunya.
“Barangsiapa menginginkan kebahgiaan dunia, wajib baginya mempunyai ilmu. Barangsiapa menginginkan kebahagiaan akhirat, wajib baginya mempunyai ilmu. Barangsiapa menginginkan kebahagiaan keduanya, wajib baginya mempunyai ilmu.” (HR. Tabrani)
Bahkan ada ungkapan yang berasal dari ahli hadist terkemuka Imam Syafi’i beliau berkata: “Jika kau menginginkan kebahagiaan dunia, maka carilah ilmu. Jika kau mencari kebahagian akhirat, maka carilah juga dengan ilmu”
Juga dari Ali bin Abi Thalib ra. yang di juluki Nabi Muhammad sebagai Bab Ul’Ilm (Pintunya Ilmu) beliau berkata : “Bahwa ilmu lebih baik daripada harta karena ilmu menjaga anda dan anda harus menjaga harta. Ilmu itu hakim sedangkan harta terhukum.”
2. Dengan Ilmu Tidak Berkurangnya Harta
Harta berkurang bila di belanjakan sedangkan ilmu bertambah. Perihal keutamaan ilmu, salah satu sahabat Nabi yang berpengetahuan luas Ibnu Abbas ra. Menceritakan bahwa Allah SWT. Menyuruh Nabi Sulaiman bin Daud AS. Untuk memilih harta atau kerajaan (kekuasaan). Nabi Sulaiman AS. Memilih ilmu, maka Allah SWT. menganugerahkan kepadanya harta dan kerajaan bersama ilmu sekaligus.
Dalam ilmu harus ada proses yang di sebut pendidikan dan ilmu sebagai alatnya. Al-Ghazali adalah orang yang banyak mencurahkan perhatiannya terhadap bidang pengajaran dan pendidikan dalam kitabnya “Ihya Ulumiddin”. Adapun unsur-unsur pembentuk pengertian pendidikan dari Al-Ghazali dapat dilihat dalam pernyataannya sebagai berikut: “Sesungguhnya hasil ilmu itu ialah mendekatkan diri kepada Allah, Tuhan semesta alam, menghubungkan diri dengan ketinggian malaikat dan berhampiran dengan malaikat tinggi…”
“…dan ini, sesungguhnya adalah dengan ilmu yang berkembang melalui pengajaran dan bukan ilmu beku yang tidak berkembang.”
Jika kita perhatikan kutipan yang pertama, kata “hasil” menunjukkan proses, kata “mendekatkan diri kepada Allah” menunjukkan tujuan, dan kata “ilmu” menunjukkan alat. Sedangkan pada kutipan yang kedua merupakan penjelasan mengenai alat, yakni disampaikannya dalam bentuk pengajaran. Batas awal berlangsungnya proses pendidikan menurut Al-Ghazali, yakni sejak bertemunya sperma dan ovum sebagai awal manusia. Batas akhir pendidikan menurut Al-Ghazali sampai akhir hayatnya.
Dari keterangan di atas pendidikan menurut Al-Ghazali adalah proses memanusiakan manusia sejak masa kejadiannya sampai akhir hayatnya melalui berbagai ilmu pengetahuan yang disampaikan dalam bentuk pengajaran secara bertahap di mana proses pengajaran itu menjadi tanggung jawab orang tua dan masyarakat. Pemikiran Al-Ghazali dalam pendidikan juga bernuansa islami dan moral. Di samping itu, ia juga tidak mengabaikan masalah-masalah duniawiyah, sehingga ia juga menyediakan porsi yang sesuai dengan pendidikan.
Dan menurut imam Al-Ghazali ilmu di bagi dari dua kategori, pertama ilmu dikategorikan fardhu 'ain (individual) : artinya wajib dipelajari setiap Muslim, yaitu Tsaqafah Islam yang terdiri dari konsepsi, ide, dan hukum-hukum Islam, bahasa Arab, sirah Nabi SAW ulumul qur’an, tahfizh al-Quran, ulumul hadis, ushul fiqh, dll. Lalu kedua Ilmu yang dikategorikan fadhu kifayah (kewajiban kolektif), biasanya ilmu-ilmu yang mencakup sains dan teknologi IPTEK serta ilmu terapan keterampilan, seperti biologi, fisika, kedokteran, pertanian, teknik, dll. Dan bagaimana apresiasi masyarakat muslim sekarang ini dengan adanya globalisasi dan dengan ide-ide-isme paham tak terbendung asal muasalnya.
3. Keikhlasan Dalam Berilmu
Dari Al Imam ibn Abdul Mubarak yang dibawakan oleh Al Imam ibn Abdil Bar berkata, “Yang pertama kali harus dimiliki oleh penuntut ilmu adalah niat.” yang dibutuhkan adalah niat keikhlasan bukan hafalan. Rasulullah bersabda, “Barang siapa yang menuntut ilmu yang seharusnya untuk Allah, tapi karena niat dunia dia tidak akan mencium aroma surga pada hari kiamat.” (HR. Ahmad, Abu Dawud disahihkan oleh Al-Hakim)
Sebagaimana dahulu para Alim Ulama dan pencari ilmu harus mencari ilmu dengan berkendara seadanya seperti berjalan kaki berkilo-kilo meter jauhnya, menaiki kuda, menyebrang sungai dan jembatan reyot dan perahu untuk hanya duduk keikhlasan dalam mencari ilmu yang akan didapat dari para gurunya dengan keikhlasan mengharapkan ridho pahalanya karena termasuk dalam ibadah.
Bagaimana fenomena jaman sekarang akses teknologi berkembang pesat dan maju dengan kecepatan informasi melalui internet yang didukung oleh alat perangkat keras (hardware) yang canggih seperti smartphone, tablet, komputer PC/Laptop dan media elektronik lainya. Dengan perkembangan saat ini kemudahan ilmu sangat bisa diukur dan dipermudah dalam mendapatkan informasinya namun keikhlasan dalam mendapatkanya tidak semudah dalam mencari ilmu saat ini. Inti dari ilmu itu adalah pemahaman bukan hafalan. Hafalan adalah sebagai penunjang bukan inti, tapi penting tidak boleh diremehkan.
4. Bangkit Keterpurukan Dalam Tidak Berilmu (Kebodohan)
Prof. Dr. Mulyadhi Kartanegara yang kini menjabat sebagai direktur Center For Islamic Philosopical Studies and Information (CIPSI) memberikan pendapatnya mengajak kalangan umat islam untuk bangkit mengejar keterpurukan dan ketertinggalan, ada 5 pokok yang harus dilakukan umat muslim: Pertama, mengumpulkan segala bentuk dan karya-karya ilmuwan muslim; Kedua, mencoba untuk mempelajari dan membangkitkan kembali semangat berfilsafat dan berfikir kritis dalam tubuh umat islam; Ketiga, mengirim sebanyak mungkin calon-calon sarjana ke negeri penguasa sains dan teknologi;
Keempat, mencoba membangitkan percobaan-percobaan ilmiah atau semangat penelitian guna mencari ketertinggalan ilmu, sains dan teknologi tinggi dari negara lain; Kelima, adakan seminar, diskusi serial, pengkajian dan publikasi hasil-hasil yang telah di capai baik hasil penelitian, uji coba maupun pengkajian karya-karya ilmuwan islam, di kutip dari Membangkitkan Sains Islam, koran Republika tanggal 23 november 2006.
Dari Abu Hurairah Radiyallahu Anhu ia berkata: Rasulullah Sallallahu Alayhi Wasallam bersabda: “Orang mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang mukmin yang lemah, namun pada masing-masing (dari keduanya) ada kebaikan. Bersemangatlah terhadap hal-hal yang berguna bagimu, mohonlah pertolongan kepada Allah, dan jangan menjadi lemah. Jika kamu ditimpa sesuatu, jangan berkata seandainya aku berbuat begini, maka akan begini dan begitu, tetapi katakanlah Allah telah menakdirkan, dan kehendak oleh Allah pasti dilakukan. Sebab kata ‘seandainya’ itu dapat membuka perbuatan setan.” [HR. Muslim].
Dan mungkin semua ini ada faktor dari berbagai sektor yang harus umat muslim perbaiki dengan menciptakan giat menuntut ilmu menjadi sebuah kebiasaan (habits) baru, ada sebuah nasihat Imam Syafi’I kepada siapa saja yang ingin menguasai ilmu “Wahai saudaraku, kalian tidak akan dapat menguasai ilmu kecuali dengan 6 syarat yang akan saya sampaikan: pertama dengan kecerdasan, kedua menuntutnya dengan semangat, ketiga dengan kesungguhan, keempat dengan memiliki bekal (investasi), kelima bersama pembimbing (guru), keenam serta waktu yang lama” dan selalu ingat bagaimana misi menimba ilmu sampai akhir hayat menjemput. Wallahualam bissawab.
DAFTAR PUSTAKA
Suwidan, Tariq. 2007. Biografi Imam Syafi’i, Jakarta: Zaman.
Al-Jailani, Syekh Abdul Qadir. 2012. Al-Tashawwuf Terj. Aguk Irawan. Jakarta: Zaman.
TIM YISC Al-Azhar. 2015. Jejak Taman Syurga. Jakarta: YISC Publishing.
Huff, Toby E. 1993, The Rise Of Early Modern Science, Cambridge: Cambridge University Press
Nawawi, Imam. Kitab Riyadhus Shalihin.
Huff, Toby E. . 1993. The Rise Of Early Modern Science. Cambridge: Cambridge University Press
Membangkitkan Sains Islam, Republika 23/Nov/2006.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H