Mohon tunggu...
Indra Putra
Indra Putra Mohon Tunggu... -

kok indak kito tu sia lai

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengherankan "Kewajaran"

18 September 2014   22:01 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:18 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengapa? sekali lagi bukan bermaksud menghakimi, dan hanya sekedar opini, penyebab terjadinya hal diatas adalah hal yang sederhana bahwa "X" mempunyai sikap yang rendah hati, tidak sombong (terlepas apakah itu sifat asli atau dibuat-buat, karena hanya dia dan Allah yang tau), dan semua yang memiliki kuasa diperusahaan melihatnya seperti itu, padahal dia adalah anak pejabat tertinggi diperusahaan. Mengapa anaka pemimpin tertinggi di perusahaan yang se"wajarnya" sombong, tinggi hati dan sejenisnya, tetapi "X" tidak sombong dan hal ini secara psikologis membentuk opini bahwa "X" adalah orang yang luar biasa, terlepasa apakah sikapnya tersebut asli atau dibuat-buat, karena hanya Tuhan dan dia yang tahu, atau orang yang kebetulan tahu. Opini yang menganggap dia luar biasa tadi akhirnya mengesampingkan hasil kerjanya yang berantakan, tidak beres, sering absen dan bla..bla..sebagainya, dan akhirnya disimpulkan bahwa "X" harus diperlakukan lebih karena dia adalah anak atau kerabat pemimpin perusahaan tetapi tidak sombong dan itu dianggap luar biasa.

Lalu bagaimana dengan nasib "Y" bukankah dia juga rendah hati atau tidak sombong (terlepas apakah itu sikap asli atau dibuat-buat), tetapi karena dia berasal dari background atau keluarga orang biasa ke bawah, maka sikap ini dianggap hal biasa, dan dia akan mendapatkan perlakukan yang biasa juga.

Lalu bagaimana dengan hasil pekerjaan "Y" yang dilihat dari segi apapun, hasil pekerjaan, disiplin kerja dan sebagainya jauh lebih baik dari "X", kembali karena dia berasal dari golongan biasa maka hal tersebut dianggap wajar, karena memang se"wajar" seorang karyawan yang digaji oleh perusahaan harus bekerja dengan sebaik-baiknya dan harus disiplin, maka diapun akan diperlakukan biasa dan sewajarnya saja.

Mengapa "X" diperlakukan lebih dari "Y", padahal yang menjadi pemimpin tertinggi perusahaan adalah bapaknya atau kerabatnya, jadi sudah sewajarnyalah dan di luar status kekeluargaanya bahwa "X" adalah pegawai biasa memiliki sikap yang rendah hati dan tidak sombong, karena yang menjadi pimpinan perusahaan bukanlah "X" melainkan bapaknya atau kerabatnya. Yang mungkin bisa di katakan wajar dianggap luar biasa adalah apabila pemimpin perusahaan (bapak atau kerabatnya "X") bersikap rendah hati atau tidak sombong. Siapapun akan setuju bahwa seorang pemimpin tertinggi sebuah perusahaan memiliki sikaap yang rendah hati dan tidak sombong, seorang pemimpin tertinggi lho di perusahaan itu.

Jadi wajar rasanyan saya mengherankan "kewajaran" mengapa "X" diperlakukan lebih dari "Y" padahal memiliki sifat yang sama.

Jadi wajar rasanyan saya mengherankan "kewajaran" mengapa "X" diperlakukan lebih dari "Y" padahal bersataus pegawai dengan level yang sama misalnya.

Jadi wajar rasanyan saya mengherankan "kewajaran" mengapa "X" diperlakukan lebih dari "Y" padahal "Y" memiliki hasil pekerjaan yang jauh lebih baik dari "X".

Jadi wajar rasanyan saya mengherankan "kewajaran" mengapa "X" diperlakukan lebih dari "Y" hanya karena "X" adalah anak atau kerabat dari pemimpin tertinggi perusahaan karena logikanya khan bukan "X" yang menjadi pemimpin tertinggi perusahaan.

Sekali lagi cuma sekedar opini dan hanya bermaksud mengherankan "kewajaran" yang membuat saya bertanya-tanya, "mengapa".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun