Banyak kontradiksi yang muncul pada tulisan Sekolah Anti-Gadget terhadap 4 pilar pendidikan tersebut. Pertama, kata 'Anti' yang dipilih menjadi judul dapat diartikan sebagai penolakan atau menutup diri akan adanya perubahan, yang tentunya menjadi antitesa dari 4 pilar pendidikan. Yang kedua, semua orang tahu semua informasi dapat diakses kapanpun dan dimanapun menggunakan gadget.
Menurut saya sangatlah mustahil membekali murid tentang belajar untuk mengetahui dengan menolak menggunakan alat yang menghubungkan siswa dengan sumber-sumber informasi. Kondisinya tentu sangat berbeda jika dibandingkan dengan era pra-internet dimana informasi sangatlah terbatas dan sulit dijangkau.
Di zaman saya sekolah, guru menjadi satu-satunya sumber belajar sehingga butuh konsentrasi penuh dalam kelas agar dapat menyerap informasi. Inilah salah satu perbedaan antara para pendidik yang disebut digital immigrants dengan peserta didik yang digital native menurut Marc Prensky (Digital Native Digital Immigrants, 2001).
Ketiga, sudah terbukti dengan adanya ponsel cerdas dan aplikasi seperti Youtube, manusia dapat belajar melakukan apa saja tanpa harus ada yang mengajarinya seperti cara memasak, membuat kue, memperbaiki sesuatu, bicara didepan umum, menggunakan aplikasi komputer, dan lain sebagainya.
Adanya kemajuan teknologi ini makin memudahkan para pendidik dalam mengajarkan melakukan banyak hal apalagi yang bersifat baru. Contohnya, saya sudah dapat membuktikan para guru, mereka bukan guru komputer, mampu belajar coding / membuat aplikasi digital tanpa diajarkan coding. Saat pelatihan saya cukup menjadi fasilitator dan penyemangat mereka.
Hasilnya mereka mampu membuat aplikasi-aplikasi sendiri sesuai dengan kreatifitas mereka. Guru-guru inipun sudah mampu memberikan pelatihan coding ke siswa.
Dan dua minggu lalu, diadakan unjuk kreasi siswa di Kemdikbud dan jujur saya tercengang karena aplikasi yang dibuat siswa, saya sebagai pelatih gurunya dengan jujur mengakui tidak mampu membuat aplikasi secanggih itu. Saya tidak malu karena saya tidak mampu membuat apa yang siswa buat karena tujuan saya adalah memaksimalkan potensi mereka, mereka harus mampu berinovasi sendiri.
Era ini guru tidak lagi dituntut membuat siswa meniru apa yang bisa dibuatnya tetapi justru mendorong mereka untuk menciptakan hal-hal baru. Beberapa hal menarik yang sudah saya implementasikan adalah saat siswa diminta membuat vlog dengan materi pembelajaran.
Mereka menguasai materi tanpa merasa dipaksa untuk belajar bahkan motivasinya meningkat karena membayangkan dirinya memiliki banyak follower seperti para vlogger terkenal. Inilah manfaat teknologi dalam dunia pendidikan.
Satu hal yang tidak diketahui banyak pendidik dalam implementasi pembelajaran modern, penggunaan gadget tidak harus dipakai didalam kelas. Siswa akan menggunakan gadget diluar jam pelajaran untuk mempelajari materi baik learning to know maupun learning to do, sedangkan didalam kelas siswa menggunakan informasi dan keterampilan yang dipelajari diluar kelas untuk ditunjukkan pemanfaatannya dalam kehidupan nyata.
Dalam penerapan pendidikan modern, tidak ada lagi guru yang perlu mengajar didepan kelas, semua bentuk ajaran diubah ke format digital yang bisa diakses melaui gadget kapanpun dan dimanapun. Jam tatap muka didalam kelas digunakan untuk melatih penalaran tinggi dari siswa (HOTS) dengan bentuk paparan, diskusi, bedah kasus, debat, storytelling dan lain sebagainya.