Industri media di Indonesia pasca reformasi tumbuh bagai jamur di musim hujan. Hal ini dimungkinkan karena semangat liberalisasi (bisnis) pers (media) yang mengikuti pergeseran model politik dari otoritarianisme ke arah kebebasan berpendapat, bersuara dan menyampaikan aspirasi. Salah satu yang berkembang pesat adalah jejaring sosial.
Sejarah Jejaring Sosial
Situs jejaring sosial merupakan sebuah web berbasis pelayanan yang memungkinkan penggunanya untuk membuat profil, melihat daftar pengguna yang tersedia, serta mengundang atau menerima teman untuk bergabung dalam situs tersebut.
Situs jejaring sosial diawali oleh Classmates.com pada tahun 1995 yang berfokus pada hubungan antar mantan teman sekolah dan SixDegrees.com pada tahun 1997 yang membuat ikatan tidak langsung. Tahun 2002, muncul Friendster sebagai situs anak muda pertama yang semula disediakan untuk tempat pencarian jodoh. Tahun 2003, muncul situs sosial interaktif lain menyusul kemunculan Friendster, Flick R,You Tube, Myspace. Hingga akhir tahun 2005, Friendster dan Myspace merupakan situs jejaring sosial yang paling diminati. Memasuki tahun 2006, penggunaan Friendster dan Myspace mulai tergeser dengan adanya Facebook. Tahun 2009, kemunculan Twitter menambah jumlah situs jejaring sosial.
Luasnya, Manfaat Jejaring Sosial
Pemanfaatan jejaring sosial untuk keperluan sudah sangat banyak, beragam dan meluas. Layanan interaksi luas, bebas hambatan, bebas akses dimana dan kapan saja ditawarkan oleh jejaring sosial bagi penggunanya. Di jejaring sosial, antar pengguna dapat melakukan chatting, messaging, email, video, chat suara, share file, blog, diskusi grup, dan lain-lain. Lain daripada itu, jejaring sosial juga sudah dimanfaatkan untuk keperluan bisnis.
Lepas dari Pro dan Kontra
Banyak kalangan yang menilai mendatangkan banyak manfaat dan tidak sedikit pula diantara mereka yang skeptis menilai bahwa jejaring sosial banyak menimbulkan efek negatif bagi para penggunanya.
Menjawab atau menanggapi permasalahan ini, maka seyogyanya harus didudukkan secara bijaksana. Teknologi termasuk di dalamnya jejaring sosial adalah salah satu bentuk dari madaniyah. Kata madaniyah (Arab) merujuk kepada definisi kumpulan benda-benda dan sarana-sarana yang dipergunakan dalam urusan kehidupan.
Jejaring sosial sifatnya netral. Akan sangat bergantung kepada siapa yang menggunakannya dan bagaimana proses pengawalannya. Dengan demikian perkara yang memberi corak khusus pada teknologi (bernilai positif atau negatif) tergantung pada mafahim (pemahaman) yang dipegangi oleh masyarakat atau individu pengguna. Sebagaimana diingatkan Nicholas Carr dalam The Shallows: How the Internet is Changing the Way We Think, Read and Remember (2010) bahwa bagaimanapun teknologi hanyalah alat sehingga dibutuhkan kearifan dalam penggunaannya sebagai cara memahami dan mengendalikan dunia.
Potensi Besar
Jejaring sosial dengan multi-layanannya adalah sebuah potensi besar. John Naisbitt, dalam buku Megatrends terbitan 1982, menyatakan bahwa siapa yang menguasai media ia akan menguasai dunia. Kita tentu tahu, bagaimana awal revolusi Mesir yang 'hanya bermula' dari seorang tukang sayur membakar diri karena tidak tahan dengan kondisi ekonominya dan kemudian beritanya tersebar luas melalui twitter dan jejaring sosial lainnya, pada akhirnya menumbuhkan gerakan perlawanan melawan pemerintahan militer yang diktator. Dan bagaimana seorang Barack Hussein Obama yang memanfaatkan situs jejaring sosial Facebook sebagai media kampanye yang membuatnya memenangi pilpres 2007 di Amerika.
Analisis yang dikeluarkan Socialbakers di tahun 2013 bahwa Indonesia adalah pengguna facebook terbesar keempat di dunia. Tak kalah hebatnya negeri ini pun tercatat sebagai pengguna Twitter urutan kelima di dunia. Pengguna media sosial di Indonesia sudah berjumlah 50 juta account lebih, Â atau sekitar 20 % dari total jumlah penduduk Indonesia. Oleh karena itu, perlu ada proses pengawalan terhadap media agar dapat bergerak ke arah kebaikan.
Jejaring Sosial : Corong Penyebaran Nilai Kebaikan
Dakwah sejatinya mengingatkan kepada kebaikan dan mencegah kepada kemungkaran. Menyebarkan virus kebaikan merupakan cara untuk mengawal era informasi sebagaimana ramalan Alvin Toffler dalam buku The Third Wave yang menggambarkan tiga gelombang peradaban yaitu gelombang pertama munculnya era pertanian, gelombang kedua munculnya era industri, dan gelombang ketiga munculnya era informasi.
Potensi besar ini harus dilirik dan diseriusi, hal ini disandarkan pada pentingnya menyebarkan nilai-nilai kebaikan (nasyrul fikroh) dimanapun itu, melalui apapun itu, dan oleh siapapun itu. Strategi yang dilakukan dalam kegiatan membangun jaringan dakwah adalah dengan memanfaatkan perkembangan global connection yang dibawa oleh jejaring sosial. Aspek keuntungan yang diperoleh dengan pemanfaatan global connection ini antara lain dapat mempererat jalinan persaudaraan antara satu dengan lainnya juga dapat memberikan informasi dalam waktu yang singkat, dapat berdiskusi mengenal perkembangan Islam. Cara penyampaian yang variatif telah membuat dakwah Islamiyah via internet bisa menjangkau segmen yang luas.
Kita memang manusia biasa yang tak lepas dari khilaf, salah dan dosa. Bukan berarti saat kita membagikan ilmu yang kita miliki pada orang lain itu tandanya kita lebih pintar. Bukan, itu salah besar ! Tapi posisi kita di sini adalah untuk saling mengingatkan sebagaimana Islam sebagai Rahmatal lil ‘Alamien (karunia bagi seluruh ummat manusia tanpa kecuali). Dengan aktivitas dakwah, keberlangsungan dan tegaknya Islam akan terjaga. Dakwah merupakan ucapan dan pekerjaan yang terbaik, karena dakwah adalah pekerjaan makhluk terbaik yakni para Nabi dan Rasul. []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H