Mohon tunggu...
Indra Wirawan
Indra Wirawan Mohon Tunggu... -

Mahasiswa pencita-cita Pembebasan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Belajar "Sesuatu" dari Jepang

20 Agustus 2013   23:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:03 773
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_273388" align="alignnone" width="300" caption=""][/caption]Kata "Sesuatu" sempat populer di jagat hiburan Indonesia. Sebut saja, sejak Syahrini sering mengatakan demikian, kata ini juga menjadi "tranding topic", penyedap kata, humor selingan bagi orang-orang Indonesia. Entah mengapa? Mungkin karena unik, atau kata yang punya makna sangat luas ini dibawa oleh seorang artis, maka dengan sangat mudah juga terkenal dibandingkan kata-kata yang lain-melekat keterkenalannya sesuai siapa yang membawa.

Nah, kaitannya dengan artikel ini apa?

Jepang, atau Nippon-negeri matahari terbit. Mungkin karirnya di dunia kehidupan Internasional menempatkannya dalam posisi yang bersinar-bagai sinar matahari karena "sesuatunya".

Jepang sering dianggap sebagai model negara maju, teknologi canggih, negara hi-tech. Memang demikian benar faktanya, bahwa Jepang adalah negara yang dapat mengolah "krisis", kebekuan mereka pasca dentuman besar dua buah bom atom yang memporandakan wilayahnya. Maju di bidang teknologi karena menempatkan Jepang sebagai salah satu produsen mobil terkemuka di dunia. Negara yang hi-tech dengan tolak ukur pengembangan robot-robot yang sedikit atau banyak "selangkah lebih maju" dibandingkan dengan negara kawasan Asia.

Jepang juga sering diagungkan oleh mereka yang ingin mendapat contoh tentang perilaku kedisiplinan, ketepatan waktu. Tidak lupa pula melekat budaya "menghormati" atau "cinta budaya" pun mendapat tempat tersendiri bahkan menjadi acuan bagi mereka.

Seakan bahwa kunci keberhasilan Jepang terletak pada kedisiplinan mereka, kemampuan mereka belajar secara cepat, pengagungan pada budaya setempat mereka.[caption id="attachment_273392" align="aligncenter" width="300" caption=""]

13770168861925070215
13770168861925070215
[/caption]

Keberhasilan, Milik Semua Negara-Masyarakat-Individu

Apa yang di dapatkan oleh Jepang dengan kedigdayaannya di bidang kemajuan materi membuat mata "negara berkembang" terbelalak. Seakan tidak percaya, tidak PD dengan keadaan mereka sendiri.

Lantas apakah kita akan mempertahankan "dogma" sesat pemikiran kita yang meracuni langkah kita sehingga apatis untuk melangkah. Menyerah sebelum berani berbuat. Kita terlalu percaya dengan formula, rumus kehidupan yang salah bahwa "Keberhasilan itu hanya dilakukan oleh orang-masyarakat-bangsa yang "luar biasa", dengan cara-cara "luar biasa", dengan situasi yang "luar biasa".

Seakan keberhasilan itu jauh. Bagai jauhnya semut di ujung samudera.

Padahal, ada sesuatu yang mungkin kita lupa bahwa "Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum (ummat), hingga umat itu sendiri yang merubah apa yang ada dalam dirinya".

Apa yang dimaksud "sesuatu dalam diri" itu ? Apakah cuman orang-masyarakat-bangsa yang berhasil saja yang memilikinya?

Kalau jawabannya "ya", maka sungguh Tuhan tidak adil kalau begitu. Kalau jawabannya "tidak demikian", lantas apa "sesuatu" itu?

Bangkit dan terpuruknya suatu peradaban, bangsa, masyarakat-individu tergantung dengan pemikirannya. Kita dapat belajar dari sejarah, besar atau kecil, sejarah orang lain atau masa kita sendiri bahwa untuk dapat menyelesaikan seribu langkah perjalanan maka kita harus menginternalisasi dalam pemikiran kita untuk dapat menaklukan tugas tersebut. Begitu pun dengan diri ini, jika mengharapkan sebuah keberhasilan-kebangkitan maka seyogyanya merubah pemikiran-mind set-kita.

Kita pun dapat belajar dari sejarah. Sejarah dari para orang-orang berhasil, sejarah kehidupan para peradaban yang telah berlalu. Bahwa mereka bangkit dan begitu pun terjatuh hancur luluh lantak hingga hanya bisa menyisahkan puing peradaban di karena "pemikiran" yang mereka emban.

Masyarakat Arab Jahiliyah, Pra Islam menjadi bangsa yang tidak apa-apanya dalam jepitan dua imperium besar pada waktu itu (Persia dan Romawi Timur) karena pemikiran yang mereka emban, praktikkan, dan sebarkan dalam kehidupan mereka.

Namun, setelah mereka mentransformasi kehidupan mereka, cara pandang, fikrah dan thariqahnya berdasarkan Islam (Ideologi yang Haq) membuat mereka bagai masyarakat di yang terkena "sulap". Cepat bertransformasi, hingga mereka mampu menaklukan dua imperium besar pada waktu itu hingga kekuasannya meliputi 2/3 bumi ini.

Kita pun dapat belajar dari kisah-kisah lainnya. Bagaimana hancurnya peradaban Mesir (kaum Nabi Musa), Kaum 'Ad, Kaum Tsamud, kaum Nabi Nuh karena rusaknya apa yang mereka yakini, pikirkan tentang kehidupan di dunia ini. Mereka adalah kaum-kaum yang pemikirannya congkak, angkuh hingga mereka mengabaikan petunjuk "Ilahi" yang di bawah oleh para Nabi/Rasul Allah, hingga puncaknya terdapat diantara mereka dengan berani mengangkat dirinya sebagai Tuhan.

Korelasi dengan Jepang

Apa yang dimiliki Jepang hari ini dikarenakan mereka "sedikit" telah mengambil rahasia kehidupan ini. Penghargaan tinggi terhadap waktu, penghargaan-penghormatan kepada sesama, kegigihan-keuletan membuat mereka melangkah maju.

Padahal, jauh sebelum itu 14 abad sebelumnya dalam Kitab suci Al Quran Allah SWT telah menyampaikan firmannya agar kita memperhatikan waktu "Demi Masa". RasulNya Muhammad SAW telah memberikan, menyampaikan sabdanya bahwa "Tidak beriman diantara kalian sebelum ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri", dan "Siapa yang ingin menguasai dunia, berhasil di dunia hendaklah dengan ilmu....".

Jadi...

Resep kehidupan, formula kehidupan sebenarnya telah ada dalam dekapan kita. Mungkin, saking dekatnya sehingga kita pun tidak bisa melihat-memperhatikannya, dialah Al Qur'an dan Sunnah.

Keberhasilan dalam Islam

Jika kembali mencontoh model keberhasilan pada negara Jepang, maka yang bisa kita dapat adalah model keberhasilan yang menjunjung tinggi "materi", cinta dunia.

Mengapa demikian?

Hal ini di latar belakangi karena mind-set, pemikiran kita tentang sukses, berhasil adalah semata karena capaian materi. Padahal ada "sesuatu" yang kita lupa lagi. Kalau lupa, niscaya kita akan pincang.

Bentuk "Kepincangan" Jepang

Memang kita sudah yakin bahwa Jepang maju di bidang kehidupan materi. Pembangunan, ekonomi kuat, fasilitas kehidupan yang mudah-teknologi hi-tech. Namun, tidak kah kita curiga bahwa Jepang kali ini sedang berjalan dengan pincang.

Pincang di sisi moralitas "yang lain". Walaupun mereka sangat menjunjung yang namanya adat, menghormati yang lebih tua. Namun, lihatlah fakta bahwa mereka adalah "Jepang adalah produsen nomor satu Film Por**".

Industri ini turut memberi nafkah yang cukup bagi sumbangsih penghasilan utama mereka selain otomotif. Angka "ketidak perawanan" mereka di atas 95%. Karena kreatif, mereka juga mengembangkan salah satu jenis model penyaluran naluri seksual dengan jalan "incest". (Maaf, kawin dengan orang tua-saudara sendiri).

Lain lagi, misalnya dalam angka bunuh diri. Menempatkan mereka menjadi klasemen teratas angka bunuh diri tertinggi di dunia.

Untuk kasus bunuh diri, mungkin akan bertanya mengapa demikian. "Apakah mereka tidak bahagia dengan apa yang mereka miliki selama ini? Negara maju, super power, angka harapan hidup tinggi sehingga memungkinkan mereka hidup lebih panjang beberapa tahun dari manusia pada umumnya.

Ternyata kembali, ada "sesuatu" yang mesti di pelajari. Bahwa, sukses yang dikembangkan Jepang adalah sukses ala materialisme. Keberhasilan di ukur dengan capaian materi.

Sehingga implikasinya, mereka kuat bekerja,senang menepati waktu karena motivasi yang rendah. Semata-mata karena mengejar materi, dunia. Indikasinya jelas bahwa mereka akan mudah frustasi dan pada akhirnya mati bunuh diri karena sumber motivasinya rendah.

Menjawab pertanyaan, Sukses dalam Islam.

Islam, sebagai agama-pandangan hidup, pegangan politik dan spiritual memberikan pengajaran bahwa sukses adalah dimana ketika kita mampu, mau, bekerja untuk Ridha Allah SWT. Sehingga, marah dan diamnya kita di atur oleh SYara', hukum Allah SWT.

Tidak sedih dengan orang yang suka mencela, dan tidak pula takut dengan orang mencerca. Diam dan marahnya berdasar semata karena Allah SWT, tidak peduli apa kata manusia, kalau itu memang perintah, maka mereka akan berkata "Kami dengar, dan kami taat". Semua gerak-geriknya berdasar pada Islam. Sehingga apabila mereka mau mencontoh peri kehidupan Rasulullah SAW, niscaya mereka akan menjadi Al Quran berjalan, rahmatal lil 'alamien.[caption id="attachment_273394" align="aligncenter" width="300" caption=""]

13770169791886146622
13770169791886146622
[/caption]

Paradoks Hari Ini.

Mungkin kita setengah yakin atau setengah ragu dengan ini. Bahwa Islam mampu menjawab semua ini. Hal ini dikarenakan fakta kehidupan yang kita indera, realitas kehidupan Orang Islam tidak maju-maju, bahkan sangat merosot.

Maka jawabannta sangat pendek bahwa ada "sesuatu" yang kembali mereka lupakan. Penerapan Islam secara kaffah, Daulah Khilafah Islamiyah.

Jawaban yang singkat, namun akan ada penjelasan lanjut tentang.

"Wahai orang-orang yang beriman, masuklah dalam Islam secara kaffah (menyeluruh)".
"Dan barang siapa yang tidak berhukum pada hukum yang diturunkan Allah, maka mereka adalah orang-orang fasiq-munafiq-kafir".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun