Mohon tunggu...
Indra Agusta
Indra Agusta Mohon Tunggu... Wiraswasta - hologram-Nya Tuhan

Cantrik di Sekolah Warga, Suluk Surakartan dan Sraddha Sala

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Wabah: Krisis Percaya dan Bom Waktu Absurditas Jaga Jarak

25 April 2020   22:14 Diperbarui: 25 April 2020   22:44 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Atau saya ingat diawal pandemik ini kawan saya di desa malah menyarankan mengupas bawang merah diletakkan di depan pintu, dia meyakini bisa mengusir ini virus. Belum lagi kalangan agamawan yang tokohnya masih terus mempertahankan komunitas, ngeyem-eyem tapi tidak memberi peringatan akan bahaya wabah ini. 


Sulit memang untuk menengahi kaum agamawan dan spiritualis yang berbasis kepercayaan dengan sains yang jelas berbasis rasionalitas. Butuh waktu untuk Yerusalem, Mekkah dan tempat ibadah di Indonesia benar-benar ditutup, dihentikan kegiatannya sampai setelah wabah ini berlangsung. Cara yang tercepat ya represif menggunakan alat negara. Dan memang efektif, akhirnya himbauan untuk menghentikan kegiatan bersama ini ditaati oleh masyarakat, sebagai respon etik sosial tentunya. Tapi bertahan sampai kapan?

Krisis Kepercayaan akibat bias informasi juga terus melingkupi massa. Betapa tidak pemberitaan yang berlebihan ini menimbulkan respon radikal pula di kalangan masyarakat. Orang-orang yang kena virus ini seperti hantu atau sesuatu yang menjijikkan yang harus dihindari oleh masyarakat. Lagi-lagi ini akibat dari sosialisasi yang kurang menyeluruh.

Orang-orang ketakutan tertular, orang-orang ketakutan pula jika suatu hari mereka terjangkit positif wabah. Secara otomatis kebohongan akan dimulai, awalnya banyak yang insecure dengan kondisi badan mereka, lalu banyak mereka yang bersikap tidak ingin jujur, tidak ingin terbuka meskipun secara tanda-tanda sudah masuk kategori ciri-ciri terkena wabah.

Hal -- hal seperti ini pula yang akhirnya juga menjadi bias-bias data dilapangan. Mereka kemudian tidak tahu positif atau tidak tertular, jika positif akhirnya justru menyusahkan banyak orang, jauh lebih mengkhawatirkan daripada memilih bersikap terbuka terhadap kondisi mereka.

Dampak serius yang terlihat akhirnya harus dirasakan oleh teman-teman yang menjadi tenaga medis, sebanyak 57* tenaga medis di RS. Kariadi Semarang positif tertular, lalu 26* Dokter di Jawa Timur juga resmi diberitakan tertular oleh wabah ini. Mengerikan memang, krisis kepercayaan terhadap siapapun bahkan tenaga medis harus mendulang angka penyebaran kasus ini jauh lebih massif.

Kasus ini baru yang terdata, karena memang tenaga medis. Masalahnya, siapa-siapa yang tidak terdata, kita tidak benar-benar tahu mereka justru menghindari kontrol medis, namun tetap masih bersosialisasi dan bertemu banyak orang.

Orang -- orang seperti ini tentu akan memperpanjang masa penularan virus, sebaik apapun isolasi diberikan jika masih terjadi krisis kepercayaan nampaknya memang sulit untuk menangani virus ini secara serius.

ABSURDITAS PHYSICAL DISTANCING DAN PUNCAK PERSEBARAN
Geliat WFH sudah memasuki hari ke-50, lock-down dimana-mana, dari kota sampai ke desa, isu maling dan maling beneran mewarnai geliat berita didesaku. Di tulisan ke-6 Urban-Survivor mulai menunjukkan kenyataannya. Orang-orang yang bertahan diperkotaanlah yang akan jadi korban awal dari kebuasan individualisme lockdown ini.

Lockdown sebagai antisipasi terhadap maling, memutus mata rantai penularan virus, akhirnya juga membawa tebusan nyawa bagi mereka yang tidak punya akses, sendirian ditanah rantau, lalu kehilangan pekerjaan, kekurangan uang dan kehilangan pangan pada akhirnya.

Atau jika berbicara menyoal efek non-material, kebijakan ini bermuara stres, depresi, perasaan insecure, kepanikan dst. Yang juga harus dibayar mahal oleh penyintas dikota-kota.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun