Mohon tunggu...
Indra Rahadian
Indra Rahadian Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Swasta

Best In Fiction Kompasiana Award 2021/Penikmat sastra dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Tentang Nancy

13 Maret 2022   14:07 Diperbarui: 18 Maret 2022   21:05 880
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Nancy kucing Persia (Foto: andreas160578 Via Pixabay)

Sudah lama aku memendam cemburu pada Nancy. Mayang, istriku, memanjakannya lebih dari dirinya sendiri. Kulihat saban hari ia memandikan, memberi makan, dan menyisir bulu-bulu halus kucing Persia itu. 

Bila kami pergi berlibur, Mayang berkeras membawa Nancy ikut serta. Biaya ekstra harus dikeluarkan, demi membawa hewan peliharaan. Membuatku berulangkali menggerutu, "Sayang, tak bisakah Nancy kita titipkan ke tetangga?"

Kadang di hotel atau tempat wisata, aku dibuat repot Nancy. Mengurus kotoran, mencari-cari saat dia hilang, dan yang paling menyebalkan, membayar ganti rugi akibat gigitan atau cakarannya pada perabotan. 

Pernah suatu waktu aku menyembunyikan Nancy, dan berniat menjualnya. Namun kulihat, raut wajah istriku begitu khawatir, sampai-sampai ia minta diantar ke kantor polisi. Dan terpaksa, niat itu kubatalkan. 

Suatu hari, sebelum berangkat kerja, aku memasak untuk sarapan. Hanya ada telur, dan ikan asin, tersisa di dapur. Mbok Darmi mendadak pulang kampung. Dan Istriku, selesai menyiram tanaman, sibuk mengurus kucing. Ia menimang-nimang Nancy seperti bayi.

Sembari membelai kucing, istriku berkata, "Sayang, jangan lupa belanja makanan kucing. Ehmm...Nancy sepertinya lebih suka tuna." 

"Kucing manja!" umpatku dalam hati. Istriku lebih sayang Nancy dari pada aku. Betapa Nancy dimanjakan dengan ikan tuna, dan aku suaminya, dibiarkan sarapan ikan asin.

Kutatap Nancy yang masih menjilati tubuhnya di pangkuan Mayang. Kucing itu malah berbalik menatapku sinis. Dan aku pun berangkat kerja dengan perasaan kesal. "Awas kau, Nancy!"

Malam itu seusai kerja, aku tak langsung pulang ke rumah, tetapi iseng mencari-cari kucing hitam yang sering berkeliaran di sekitar komplek. Dan tak butuh waktu lama, kutemukan ia tengah mengais tumpukan sampah di bawah tiang listrik. 

"Nah, jantan!" kuabaikan desis dan cakaran kucing hitam di genggaman. Ia pasti tak nyaman, saat kupastikan jenis kelaminnya. 

Mengendap-endap kuambil ikan asin di dapur. Memberikannya pada kucing hitam yang kusekap di garasi. Dan malam setelah istriku tidur. Nancy kupertemukan paksa dengan si kucing hitam. 

Menjelang pagi, istriku terbangun. Ia bilang, mendengar suara kucing menggeram dan berkelahi. Mayang tergesa-gesa menyalakan lampu, dan berteriak, "Nancy!"

Namun buru-buru kumatikan lampu, memeluk dan menenangkan. "Tenanglah Sayang, itu suara kucing liar di luar pagar." 

Dua hari setelah peristiwa itu, Nancy menghilang. Dan setiap sore sepulang kerja, aku dan istriku rutin menyusuri komplek untuk mencari Nancy. Namun hasilnya nihil. 

Dua bulan berlalu, Mayang benar-benar membuat laporan ke polisi. Kehilangan Nancy tak kusangka membuatnya begitu terpukul. Dan aku sama sekali tak menyangka, begitu besar kasih sayang Mayang kepada seekor kucing. 

Terkadang ia menangis sembari membersihkan wadah makan kucing. Bersimpuh, meratap, dan termenung, layaknya anak gadis yang baru pertama kali patah hati. 

Di meja kantor, kulihat foto pernikahan kami. Mayang masih ramping. Kecantikannya tak luntur dimakan lemak. Hidup kami bahagia saat itu. Dan tentunya, tak ada Nancy di antara kami. 

Namun satu ada hal yang terlupa. "Nancy, dari mana dia berasal. Dan kenapa kucing itu ada di antara kami?"

**

Mayang selesai membuat lemon tea. Di senja yang dingin seusai hujan. Hening. Harum petrichor. Dan jemarinya sesekali memeriksa pesan masuk pada telepon genggam. Berharap menerima kabar baik tentang Nancy. 

Ia meletakkan telepon genggam, mengambil album pernikahan di kolong meja. Berdebu. Membuka kembali senyuman, dan kebahagiaan. Delapan tahun yang lalu, rangkaian kisah cinta dituntaskan ikatan suci. 

Namun begitu menutup album foto. Ia menitikkan air mata. Ingatan menyentuh masa bahagia dalam episode rumah tangga. Buah hati yang diidam-idamkan, akhirnya hadir di dalam rahimnya.  

Namun kebahagiaan itu tinggal cerita. Kanker serviks. Kepedihan menyentuh relung hati, saat ia harus merelakan buah hati, dan rahimnya harus diangkat. Meski hidup Mayang selamat. Namun hampa. 

Hari-hari berlalu penuh penyesalan, tangis dan sesak di dada. Hingga suatu petang, Bimo, suaminya, membawa pulang seekor anak kucing. Imut dan menggemaskan. Ia menatap lugu di dalam kardus. "Namamu Nancy, kucing cantik." 

"Miaww..." Suara anak kucing di luar pagar, membenamkan lamunan Mayang. 

**

Sepulang kerja kulihat Mayang tertunduk layu di beranda, menatap sendu secangkir lemon tea di meja. Ia menyambutku dengan senyum kecil. Mayang ternyata belum bisa merelakan Nancy.

Kuletakkan tas kerja, dan mengambil duduk di sampingnya. Kuraih pundak istriku, tanpa berkata apa-apa. Dalam benakku hinggap penyesalan. Namun, tak mampu kuakui perbuatan jahat yang kulakukan. 

Mayang bersandar di pundakku, dan berkata lirih, "Sayang, Nancy sudah melahirkan. Dan kita butuh rumah yang lebih luas."

**

Cerita ini hanya fiktif belaka, kesamaan nama, tokoh dan tempat hanyalah kebetulan semata.

Indra Rahadian

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun