Cerpen: Teman Lama

Kami begitu kaku memulai obrolan. Dan butuh waktu lama mengakrabkan diri. Tono seperti tengah linglung. Ia berkali-kali bicara tak nyambung. Dan tak terasa sudah hampir tengah malam. 

"Dari tadi kita cuma ngobrol berdua. Ke mana yang lain?" 

"Orang-orang takut ke sini, sejak ada yang mati di dalam gardu itu," ucap Tono, seraya mengarahkan telunjuk ke gardu hansip. 

"Nah ini yang kutunggu!" Dan sungguh aku antusias, mendengar ia mulai membuka cerita seram. Pekik burung kedasih, dan desir lirih angin di sela pohon-pohon bambu, memacu adrenalin. 

Kejadian itu sudah lewat sebulan lalu. Dan gardu hansip ini baru selesai di bangun. Tak ada yang mau menjadi hansip di kampung ini. Hansip tua sudah tak kuat jaga malam. Namun aksi maling dan begal kian meresahkan. Terpaksa beberapa warga menjadi sukarelawan. Ronda malam di akhir pekan. 

Malam itu, udara terasa panas. Memang sepertinya akan ada kejadian nahas. Salah seorang warga berjaga sendiri. Karena warga lainnya pergi bekerja di kota. Meninggalkan sawah dan ladang. Paceklik. Orang-orang harus tetap memenuhi kebutuhan. 

Dini hari saat semua orang tertidur. Dua buah sepeda motor berhenti di tepi jalan. Lelaki yang berjaga, keluar dari gardu dan menghampiri mereka. Entah apa sebabnya, salah seorang pengendara memukul dari belakang. Disusul hujaman parang bertubi-tubi. Lelaki itu tumbang, dan para pengendara melanjutkan perjalanan. 

Tak berselang lama, rombongan warga melintas dan berteriak-teriak, "Maling!" Lelaki yang terluka, segera di bawa masuk ke dalam gardu. Namun nahas, nyawanya sudah tak tertolong. Dan sejak saat itu, gardu hansip ini kosong. 

"Siapa lelaki itu?" Tanyaku penasaran. 

"Dia komplotan maling yang sengaja berjaga sendiri. Memastikan tak ada halangan, saat maling-maling menggasak seisi kampung."

"Siapa sih, Tono. Apa aku mengenalnya?" Tanyaku semakin penasaran.