Ibu tertawa terbahak-bahak mendengar ucapanku. Dan tawa itu, adalah kerinduan yang tak pernah dapat kuraih kembali.Â
"Bapak sudah selesai, ayo berangkat."Â
Dan lamunanku selesai. Kedatanganku ke rumah, untuk membawa Bapak pergi berlibur. Menggenapi mimpi yang tertunda bertahun-tahun lamanya.
Meski rasanya tak akan sama. Namun hanya itulah yang dapat ku usahakan, untuk melihat kembali senyuman Bapak.Â
Di St. Mark’s Square, Bapak berbincang dengan salah satu gondolier. Dan kamipun akhirnya menyusuri kanal melewati Rialto Bridge. Hatiku lega, beliau tersenyum dan terlihat bahagia.Â
"Bapak merasa, ibumu tengah bersama kita."
Hatiku remuk, saat melihat beliau memeluk erat potret mendiang Ibu di dadanya. Bapak menunduk menyembunyikan air mata. Di atas gondola. Hingga isak tangisnya pecah, saat kami tiba di Grand Canal.Â
Bila sebuah kisah cinta tak pernah lekang oleh waktu. Begitupun dengan kebaikan dan kasih sayang orangtua yang tak terhingga.Â
**
Cerita ini hanya fiktif belaka, kesamaan nama, tokoh dan tempat hanyalah kebetulan semata.Â
Indra Rahadian
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H