Terlebih saat peluit kapal nyaring berbunyi. Dan ia melihat, dua orang lelaki berayun turun ke darat di geladak sebelah kanan.Â
"Frans, kau selalu membuatku kesal!"Â
Dania melihat Frans tengah bersandar pada dinding di buritan kapal. Iapun duduk di sampingnya dan meraih jemari tangan Frans untuk digenggam. Tangan itu terasa dingin.Â
Dan nahas, tangan dingin itu milik Frans yang sudah tak bernyawa. Sebilah katana menancap di perutnya. Dania terpaku dan tidak dapat berkata-kata. Tubuhnya lemas.Â
Ia mengambil sebungkus rokok dari balik jas yang dikenakan Frans. Menyalakan sebatang dan menghisapnya dalam-dalam. Derai air mata mengiringi laju kapal api yang berlayar lepas. Hati Dania mati rasa dan hampa.Â
Mimpi besar dan rencana indah bersama Frans sirna. Terbesit harapan agar kisah cintanya karam bersama kapal ini. Dengan begitu, ia dapat membenamkan seluruh kepedihan dan kesedihan ke dalam lautan.Â
Malam setelah beberapa penumpang melarung jenazah Frans ke laut. Dania terlihat seperti kurang waras. Kadang Ia menari sendirian di malam hari. Kadang berteriak-teriak di ujung haluan kapal.Â
Kabar berhembus, Dania tiba di Singapura dan menyeberang ke Indonesia melalui Batam. Menetap di sana dan bekerja sebagai penerjemah. Namun kabar lain menyebutkan bahwa Dania telah tewas. Depresi dan terjun dari kapal di perairan Filipina.Â
**
Cerita ini hanya fiktif belaka, kesamaan nama, tokoh dan tempat hanyalah kebetulan semata.Â
Indra Rahadian
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H