Meskipun, terkesan menutupi kejadian yang sebenarnya lebih sadis. Ia tak ingin Ninik membenci keluarga sendiri. Dan menyesali keputusan untuk meraih cita-cita.Â
"Aku tidak selangkahpun mundur untuk memilikimu, Ay. Namun, aku harus punya keberanian untuk membiarkanmu bahagia."Â
Ninik tertunduk lesu. Dan air mata kembali mengalir. Hatinya hancur. Kata-kata Mono adalah sebuah ungkapan perpisahan. Bukan sambutan yang ia harapkan. Iapun menarik nafas panjang dan berkata, "aku perlu waktu untuk berpikir jernih."
Ninik berlalu pergi. Dan kembali mengikat waktu pada sebuah kisah cinta yang tak pasti. Sementara Mono masih terpaku. Ia hanya dapat menatap tanpa harap. Sembari menampung kesedihan di ujung penantian.Â
"Kak Mono, dimana? Nina kangen!" Tiba-tiba sebuah chat di layar handphone terbuka.Â
"Di hatimu," balasnya, seraya menonaktifkan telepon genggam.Â
Hingga wangi tubuh Ninik tak tercium lagi. Dan malam kian pekat. Mono masih terus mengingat, semua kata-kata dan kenangan bersama berdua.Â
Namun waktu sudah tak lagi tersisa. Ada masa yang harus dijalani. Dan kehidupan yang harus dinikmati.
Ada banyak kebahagiaan yang tidak dapat diulang. Namun setidaknya kita bisa sedikit mengenang. Dan itu lebih dari cukup.
**
Cerita ini hanya fiktif belaka, kesamaan nama, tokoh dan tempat hanyalah kebetulan semata.
Indra Rahadian