Mohon tunggu...
Indra Rahadian
Indra Rahadian Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Swasta

Best In Fiction Kompasiana Award 2021/Penikmat sastra dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Hujan Semalam

26 Juni 2021   12:16 Diperbarui: 29 Juni 2021   22:30 1121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sepasang kekasih di bawah hujan (Foto: Free-Photos Via Pixabay)

MARTINA menopang dagu dan menatap lurus pada sebuah handphone yang tak berhenti bergetar di atas meja. Panggilan tak ingin dijawab. Lalu iapun mengambil, mencopot baterai dan menaruhnya ke dalam tas mungil. 

Setelah menuntaskan secangkir latte sampai tak bersisa, ia beranjak pergi. Barista berterima kasih dan memandang menahan senyum. Martina tak sadar, ada bekas latte yang masih menempel di atas bibir. Raut wajahnya ditekuk. Ia berjalan terburu-buru. 

"Taksi!" 

Derai gerimis menyambut di selasar cafe. Martina menyeret langkahnya lebih cepat. Menembus untaian gerimis tergesa-gesa. Menahan air mata yang tak sudi keluar dari sepasang mata indahnya. 

Di dalam taksi, Martina mengambil tisu dari dalam tas, menghapus noda bekas latte dari bibirnya. Ia melihat raut wajahnya sendiri dari kaca spion dalam. Dalam hati berkata, "tidak! aku tidak akan menangis untukmu, Romeo!"

Hujan kian deras, tumpah bersama tangis Martina di dalam kabin. Taksi meluncur membelah tirai kelabu di Sabtu sore yang beku. 

"Hei, jangan bengong!"

Romeo dikejutkan Wak Burhan pemilik kedai kopi. Ia terkesiap, dan hampir menumpahkan kopi hitam di atas meja. Ribuan pertanyaan masih tertahan di dalam dada. 

"Ini namanya berkontemplasi, Wak,"

Mengambil duduk di depan Romeo, Wak Burhan menatap anak muda itu dengan seksama. Tak biasa ia termenung sendiri di kedai. 

"Sok intelek, boleh tahan! ini pasti karena perempuan?" 

Romeo tidak menjawab apapun. Hatinya masih kalut karena panggilan telepon tak kunjung bersambut. Semalam, panggilan diputus sebelum ia selesai berbicara. 

"Martina, ada apa denganmu."

Ia sadar dirinya dan Martina sudah terlalu banyak perbedaan. Bila berbicara kedai kopi, dalam pikiran Martina itu cafe. Bila berbicara rumah makan, dalam pikiran Martina itu restoran. 

Dan bila berbicara pasar, dalam pikiran Martina itu mall atau swalayan. Dan tak ayal, karena itu mereka selalu bertengkar. 

Dalam benaknya gamang. Namun ia telah berhasil merangkai sebuah kesimpulan.

"Bila ada seribu perbedaan. Dan hal itu membuat kami bertengkar. Bukankah kami memiliki satu persamaan. Dan hal itu telah meruntuhkan seribu perbedaan tadi." 

Kopi hitam ditenggak sekali teguk. Romeo meletakkan cangkir tergesa dan menarik nafas dalam-dalam. Ia menatap Wak Burhan dan berkata, "Wak benar! masalah itu ada pada diriku sendiri."

Kemudian ia bangkit menuju ke arah kasir. Melangkah terburu-buru, meninggalkan Wak Burhan yang kebingungan. "Eh, aku tak berkata apapun!" seru Wak Burhan. 

Romeo meninggalkan kedai. Memacu sepeda motor dengan penuh keyakinan. Berkendara menembus deras hujan dan berharap menjemput sebuah jawaban. 

Martina, kita seperti sepasang sandal
Berjalan dalam alunan saling menopang
Berdua tak terpisahkan sejak awal
Bila satu tercuri, satu lagi pasti terbuang
Romeo

Martina membaca sebait rayuan yang diterimanya, lima tahun lalu. Meski tersenyum, tetapi tak dapat mengobati kekecewaan. Ia pun meletakkan secarik kertas itu ke dalam kotak. 

Di dalam kamar, barang-barang pemberian Romeo, ditumpahkan dalam kotak. Buku novel, surat cinta dan foto mereka berdua. Katanya, masa lalu harus dikubur dan dilupakan. Dan sebentar lagi, Romeo akan menjadi masa lalu. 

Namun Martina merasa bimbang pada keputusannya. Ia berpikir, kenapa harus Romeo yang meninggalkan. Bukan sebaliknya. "Dahulu dia datang dan aku menerima. Kini dia ingin pergi? Oh, tidak semudah itu. Tidak!"

"Martina!" 

Malam beranjak pekat, hujan semakin lebat. Romeo memanggil Martina dari luar pagar. Menatap lurus ke atas balkon kamarnya dan berharap ia muncul dari balik pintu.  

"Martina, jika aku salah aku minta maaf! Tapi apa salahku?" Ia berseru. 

Martina muncul dari balik pintu. Bertolak pinggang. Matanya melotot. Dengan nada tinggi iapun menjawab seruan. 

"Dewasalah, Romeo! Tujuh tahun kita berpacaran. Dan kau tega memutuskan hubungan lewat telepon!"

"Astaga, kau salah dengar!" kilah Romeo. 

"Sekarang kau bilang aku salah!" ledakan amarah Martina sudah di ubun-ubun. 

"Dengarlah, aku tak mau jadi pacarmu lagi! aku mau jadi suamimu, Martina!"

Martina tak dapat menahan kegembiraan. Ia bersandar manja di balik pintu, dengan segaris senyum di wajah cantiknya. Binar mata menyala. Ia sangat tersentuh sampai menitikkan air mata.

"Martina! sudah boleh aku masuk dan kaubuatkan teh hangat? aku sudah menggigil!" Teriakan Romeo kembali terdengar. 

Buru-buru Martina menghapus air mata. Ia pun kembali memasang wajah cemberut. Namun, sorot matanya berkata lain. Martina menaruh sukacita pada keberanian Romeo.

Kekasih yang menemani langkahnya dalam suka dan duka. Menjaga dan memberikan kasih sayang, meski kadang menyebalkan. Dan Ia akhirnya punya nyali untuk melamar. Benarkah, Romeo? Tujuh tahun, dan kau baru bicara soal ikatan! 

"Pulanglah, buktikan kata-katamu besok," Martina menurunkan nada bicara. Berharap Romeo pulang dan beristirahat. 

Ia Ingat, terakhir kali menghabiskan waktu di bawah hujan, Romeo dilanda demam dua hari dua malam. 

Romeo menatap Martina dengan senyuman. Kemudian memacu kembali sepeda motornya menembus hujan. Dalam dadanya, lega berkubang bahagia. Ia akan mengakhiri ketidakpastian dan memberi Martina sebuah ikatan. Besok. 

Karena perbedaan tercipta untuk saling melengkapi. Maka kasih sayang adalah perekat yang abadi.

**

Cerita ini hanya fiktif belaka, kesamaan nama, tokoh dan tempat hanyalah kebetulan semata.

Indra Rahadian

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun