Mohon tunggu...
Indra Rahadian
Indra Rahadian Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Swasta

Best In Fiction Kompasiana Award 2021/Penikmat sastra dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Nona Berhati Kaca

28 April 2021   13:56 Diperbarui: 28 April 2021   13:56 767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Nona Berhati Kaca (Foto: StockSnap Via Pixabay)

MENTARI yang lelah, bercermin di langit senja di Tanjung Kinara. Hingga malam menjerat rembulan. Kala sepasang kekasih memutus ikatan di ujung takdir. Air mata jatuh terseret ombak, dan hanyut di lautan lepas yang tak bertepi. 

"Tere, maafkan sa." 

Kata-kata itu yang terngiang dalam benak Tere sekian lama. Tujuh tahun sudah, sejak kepulangan Yance dari Jayapura. Kekasih hati itu kembali, membawa luka dan menjatuhkan hati untuk perempuan lain. Tangisan yang selalu berulang.

Dara yang selalu tersenyum manis, sejak saat itu sekedar memakai topeng. Di balik senyuman, ada rasa sakit yang tak kunjung siuman. Langkah-langkah yang ditapaki, sekedar mengisi hari-hari dari kesepian. Tere, tak lagi punya hati untuk terbenam dalam lautan asmara. 

Pemandu wisata bernama Lukas, tengah berjalan bersama tamu-tamu menuju Teluk Triton. Hari menjelang senja dan mereka berpacu dengan waktu untuk tiba di sana, sebelum senja terhampar di langit sore. 

Berburu senja di Kaimana adalah komoditas yang dipasarkan Lukas. Mengelola travel guide bukan sekedar profesi. Namun dorongan hati, dan kecintaan pada kekayaan alam di tanah kelahiran. Ia tidak sendirian, bersama kawan-kawan merintis usaha ini sejak dua tahun lalu. 

Dari ujung telepon terdengar suara merdu Tere, "Kaka, besok pagi tolong sa, jemput tamu-tamu di bandara."

"Siap Nona manis," jawab Lukas.

"Eh, tapi mereka ambil paket apa, Nona?" lanjutnya. 

"Sejarah, Kaka. Kastinggal Yabes urus tamu-tamu Triton," jawab Tere. 

"Ok Kaka, kita jumpa di Namatoto," tutupnya. 

Lukas dan Tere, sudah lebih dari dua tahun saling mengenal. Di mata orang-orang terdekat, hubungan mereka sudah lebih dari sekedar teman kerja. Kadang Lukas merasa cemburu, jika ada turis asing atau lokal yang mencoba menggoda Tere. 

Namun, tak berlaku sebaliknya. Bahkan Yabes menyebut keduanya seperti air dan minyak di luar pekerjaan. Sedangkan saat bekerja, laksana air dan gula. 

Tentu saja, Tere adalah gula. Meskipun hanya Lukas, yang selalu saja larut dalam perasaan. 

Seminggu berlalu, matahari bersinar di pantai Ermun. Nyiur pantai menari-nari di bawah langit biru. Debur ombak, tenang berkejaran di bawah awan-awan putih selembut satin. Sepasang kekasih, terlihat menikmati suasana dari atas perahu. Lukas dan Tere, duduk di pasir pantai menikmati sejenak waktu luang. 

Duduk di dekat pujaan hati membuat Lukas grogi. Memberanikan diri, ia melirik pada Tere dan mulai membuka obrolan. Mulanya, Lukas berbicara tentang tamu yang dia kira turis asing. Ternyata saat diajak berbicara, logat Tegal yang dia dengar. Memang, saat ini bukan jamannya menilai orang dari tampilan fisik. 

"Selama ini, apakah sa' su kas'nyaman, Nona?" Lukas semakin lama berbicara, semakin terbawa suasana.

"Ya Kaka, lebih nyaman lai. Kalau panggil sa Tere, cukup," jawab Tere. 

"Eh, lebih mesra panggil Nona atau Adek, toh" ucap Lukas. 

Tere hanya melemparkan senyum, tetapi tatapan tak lepas ke ujung lautan. Lukas memandang ke arah yang sama. "Apa yang ko lihat di ujung laut?" gumam Lukas. 

Siang di kantor travel guide, Yabes melihat Lukas yang tengah sibuk di layar komputer. 

"Rajin, Kaka. Buat apa? tanya Yabes. 

"Prospek, Kaimana tra boleh kalah deng Raja Ampat," jawab Lukas. 

"Kaka, rajin yo. Belum cukup tabungan kah?mo kas'belis semahal apa, toh?" canda Yabes. 

Menjelang malam, Lukas tanpa sengaja bertemu Tere di pinggir jalan. Ia bilang motornya mogok. Lukas pun mengantar sampai ke rumah. Sepanjang jalan, mereka terus berbicara. Mulai masalah kerja, wisata dan hal-hal receh yang membuat keduanya tertawa. 

"Nona, boleh ka jumpa ko pu Ayah?" Lukas bertanya pada Tere. 

Tere menjawab, "perlu apa'e?"

"Mo lamar Nona," jawabnya. 

Tepat di depan rumah, Tere terdiam menatap Lukas. Ia berpikir lelaki ini hanya bercanda saja. Namun, matanya berkata lain. Perasaan Tere mulai terusik. Ia tak tahu, jawaban apa yang bisa diberikan. Lukas, lelaki yang paling dekat dengannya selama ini. Ada perasaan sayang lebih dari teman. Namun, Tere tak kuasa mengakui.  

"Sa tra main-main, ini serius," ucap Lukas. 

"Sa tra berharap apa-apa dari hubungan kita selama ini. Kita su berkawan, itu lebih dari cukup," jawab Tere. 

Tere masuk ke rumah tanpa berkata apa-apa lagi. Dan Lukas masih menatap pujaan hati dengan pertanyaan-pertanyaan pelik yang belum terjawab. 

Minggu ini, kunjungan wisatawan tak seramai biasanya. Terlihat hanya dua rombongan pelancong yang baru saja selesai menyelam di sekitar teluk.  

Lukas dan Tere menjadi pemandu wisata kedua rombongan. Kala malam menjelang, mereka mengantar tamu-tamu ke hotel. Di tepi pantai mereka beristirahat sebelum pulang. 

Lukas terlihat berbicara serius dengan Tere. Mereka sampai lupa, malam kian larut. Ada ribuan pertanyaan dalam hati Lukas yang harus dituntaskan. Namun, Lukas hanya mengajukan satu pertanyaan saja. 

"Nona, tra bisakah kita lebih sekedar kawan?" ucap Lukas lirih, seraya menarik nafas. 

"Kaka tahu rasa trauma? Itu yang sa rasa," jawab Tere. 

"Ini cinta sudah, Nona tra bisa elak lagi," Lukas berusaha menyakinkan Tere tentang perasaannya. 

Tere menatap Lukas dan berkata, "sa tra bisa terima, maaf Kaka."

"Ko pu hati bukan kaca, Nona! sekali terhempas, su hancur berkeping-keping, heh," Lukas tak kuasa menahan emosi. 

"Sakit sudah, sa harap ko mengerti!" Tere pun hanyut dalam perasaannya. 

Lukas kini terdiam. Ia tak tahu, bagaimana lagi harus menyakinkan Tere. Menyakinkan bahwa dia sungguh-sungguh mencintai Tere. 

"Lelaki pandai merayu. Su datang bosan, menghilang toh!" ucap Tere. 

Lukas habis kesabaran, ia beranjak untuk meninggalkan Tere, kemudian melangkah dan berkata, "Nona, tak semua lelaki seperti de!"

Tere melihat Lukas beranjak dengan tatapan sendu. Tanpa sadar, air matanya menetes di pipi. Kegelisahan berkecamuk dalam hati, antara ingin menerima Lukas dan rasa takut disakiti lagi. 

"Lihat, ko pergi juga kan!" teriak Tere. 

Lukas menghentikan langkahnya. Ia menoleh ke arah Tere dengan senyuman. Dalam hati bertekad untuk tetap berada di samping pujaan hati, apapun yang akan terjadi nanti. 

Lukas melangkah mundur dan berdiri tegak di samping Tere. Tanpa kata-kata ia menatap ke depan. Menatap debur ombak memecah karang. Hingga, jemari Tere menggenggam jemari Lukas. Dan mereka berdua melangkah ke depan dalam diam. 

Akhirnya, sepasang kekasih, berjalan menuju remang cahaya. Disambut kerlap-kerlip sinar rembulan yang dipantulkan bening lautan. 

**

Cerita ini hanya fiktif belaka, kesamaan nama, tokoh dan tempat hanyalah kebetulan semata.

Indra Rahadian

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun