Lukas terlihat berbicara serius dengan Tere. Mereka sampai lupa, malam kian larut. Ada ribuan pertanyaan dalam hati Lukas yang harus dituntaskan. Namun, Lukas hanya mengajukan satu pertanyaan saja.Â
"Nona, tra bisakah kita lebih sekedar kawan?" ucap Lukas lirih, seraya menarik nafas.Â
"Kaka tahu rasa trauma? Itu yang sa rasa," jawab Tere.Â
"Ini cinta sudah, Nona tra bisa elak lagi," Lukas berusaha menyakinkan Tere tentang perasaannya.Â
Tere menatap Lukas dan berkata, "sa tra bisa terima, maaf Kaka."
"Ko pu hati bukan kaca, Nona! sekali terhempas, su hancur berkeping-keping, heh," Lukas tak kuasa menahan emosi.Â
"Sakit sudah, sa harap ko mengerti!" Tere pun hanyut dalam perasaannya.Â
Lukas kini terdiam. Ia tak tahu, bagaimana lagi harus menyakinkan Tere. Menyakinkan bahwa dia sungguh-sungguh mencintai Tere.Â
"Lelaki pandai merayu. Su datang bosan, menghilang toh!" ucap Tere.Â
Lukas habis kesabaran, ia beranjak untuk meninggalkan Tere, kemudian melangkah dan berkata, "Nona, tak semua lelaki seperti de!"
Tere melihat Lukas beranjak dengan tatapan sendu. Tanpa sadar, air matanya menetes di pipi. Kegelisahan berkecamuk dalam hati, antara ingin menerima Lukas dan rasa takut disakiti lagi.Â