Tinggallah Idan sendiri, ia terlihat mengunci pintu dari luar. Dan saat akan menghidupkan motor, tiba-tiba Nenek Iroh menghampiri.Â
"Maaf, kalau bisa rumah ini diselametin atau dido'akan, lalu dibersihkan betul-betul. Sudah lama kosong, sekitar dua tahun-an," Nenek Iroh berbicara setengah berbisik. Mencoba mengatur nada suaranya agar tidak terlalu tinggi dan didengar orang lain.Â
Idan tidak terlalu jelas mendengar perkataan Nenek Iroh, ia mengira Nenek Iroh bertanya tentang kejadian semalam. Idan pun berkata, "mohon maaf, Nek. Semalaman anak-anak saya nangis-nangis sampai pagi."
"Saya yang minta maaf. Tadi malam mau ke sini, tetapi hujan deras," jawab Nenek Iroh.Â
Idan bersiap memacu sepeda motor dan beranjak pergi. Ia berpikir untuk beristirahat di tempat kerja, dan besok baru menyusul Vivi. Namun, Nenek Iroh terlihat mendekat dan menahan Idan untuk pergi.Â
Nenek Iroh menarik tangan Idan agar mendekat dan ia mulai berbisik-bisik.Â
"Dua tahun lalu, adik saya meninggal di rumah ini. Dan jenazah baru ditemukan, setelah dua minggu tewas di dalam kamar. Itupun, setelah saya kembali dari kampung almarhum suami."Â
Idan seketika merinding mendengar bisikan Nenek Iroh. Setelah mengucapkan pamit, ia memacu sepeda motor dan lekas meninggalkan rumah kontrakan. Dalam hati bimbang, akankah tetap bertahan atau kembali pindah kontrakan.Â
**
Cerita ini hanya fiktif belaka, kesamaan nama, tokoh dan tempat hanyalah kebetulan semata.
Indra Rahadian