"Nelson, Beta tanya. Apa kau tahu, apa yang terjadi malam sebelum pertandingan?" tanya David dengan nada tinggi.Â
Nelson diam tak menjawab, matanya menatap tajam ke wajah David. Mulutnya seakan terkunci. Kebenaran tersembunyi dalam kerongkongan Nelson, dan sadar David tengah curiga.Â
"Nelson Kogoya! Beta bertanya!" teriak David.Â
"Kaka, aku lihat orang itu bersama coach malam sebelum pertandingan. Itu sudah!" jawab Nelson.Â
Hari itu juga, David mengemasi pakaian. Ia meninggalkan pesan pada Markus, melalui Nelson. Untuk sementara tidak mengikuti latihan di sasana. Ada urusan yang harus diselesaikan di kampung.Â
"Beta pulang, Mama'e," ucapnya lirih.Â
Ambon manise. Matahari terik bersinar membelai ombak yang menghantam karang. Nyiur menari-nari tertiup angin. Di Pantai Pintu Kota, David termenung dengan tatapan kosong.Â
Dia masih berpikir tentang laga terakhir di Jakarta. Ada yang mengganjal dalam hati. Namun, tak bisa ia utarakan pada siapapun.Â
"Tak perlu patah semangat, Ose sudah sering juara, toh" ucap Abdul.Â
"Bukan soal pertandingan, Ose tra akan paham," jawab David.Â
Abdul menarik tangan David untuk bangkit. Kemudian, mengajak kawan masa kecilnya ke sebuah pondok makan di tepi pantai. David hanya tersenyum di pintu masuk, ia tersipu malu saat tahu ada Maria menanti di sana.Â
"Beta tra paham Ose pung masalah. Tapi Beta paham, bikin Ose pung hati senang," ucap Abdul.Â