Mohon tunggu...
Indra Rahadian
Indra Rahadian Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Swasta

Best In Fiction Kompasiana Award 2021/Penikmat sastra dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kisah Jelata di Negeri Gunung Emas

27 Maret 2021   22:19 Diperbarui: 28 Maret 2021   06:43 698
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suatu hari, Hendi mendapati air sumur di belakang rumah telah mengering. Iapun bergegas turun dan memeriksa dasar sumur. 

Benar saja, tak ada setetes air di dalam sumur. Ia memutuskan untuk menggali dasar sumur lebih dalam. Berharap, ada sumber air yang ditemukan. 

Semakin dalam menggali, belum ada setetes air ditemukan. Hingga, Hendi kelelahan dan memutuskan menyerah. Ia berpikir untuk sementara mengambil air dari sungai. Meskipun cukup jauh jarak dengan rumah. 

Kala keluar dari dalam sumur, Hendi terkejut melihat sang istri berlinang air mata. Di tepi sumur, sang istri tengah menggenggam tanah galian yang mengandung butiran emas. 

Sang Istri berkata, "Kakanda, sungguh Tuhan mendengar doa-doa kita."

Berita tersebar ke penjuru negeri tentang Hendi yang menemukan butiran emas di belakang rumah. Para tetangga, memberi ucapan selamat dan ikut berbahagia. Hendi dan istri terkenal dermawan sejak lama. Meski hidup kesusahan, tak jarang mereka membantu sesama sesuai kemampuan. 

Mereka sempat hidup berkecukupan, sampai tiba utusan raja yang berkunjung ke rumah Hendi. Mereka, mengusir Hendi dan istri dari tanahnya atas nama kerajaan. Sebagai ganti, kerajaan akan memberikan sebidang tanah lain di tepi hutan di luar perkampungan.

Hendi tak kuasa menolak, begitu pula dengan sang istri. Sebagai rakyat biasa, tentu harus pasrah pada titah raja. 

Meski para warga kecewa dengan keputusan raja. Namun, mereka tak kuasa berbuat apa-apa, karena Hendi menyanggupi untuk segera pergi esok hari. 

Saat merapikan barang-barang untuk berkemas pergi, Hendi melihat bakul nasi milik istrinya. Ia teringat pada tangisan sang istri yang menahan lapar tempo hari. 

Banyak warga berkumpul di depan rumah dan menyampaikan rasa simpati. Hendi melihat wajah-wajah tetangga yang kusam dan hidup susah. 

Ia berpikir selama ini, dirinya dan warga kampung tak pernah mendapat kesempatan memperbaiki hidup dalam naungan kerajaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun