ALKISAH di sebuah negeri kaya raya. Di lereng gunung emas berselimut kabut. Kokoh berdiri, bangunan istana emas di tepian sungai. Beratapkan emas, intan berlian bertabur di dinding istana dan berlantai marmer. Lampu-lampu kristal menghiasi di tiap sudut. Raja dan keluarga, menjalani hidup mewah, damai dan sentosa.Â
Kekayaan negeri, mengalir deras menuju istana. Melewati gubuk-gubuk papa yang kian luput dari mata. Lalat menari-nari di susunan piring berdebu. Seakan meledek tuan rumah yang hidup serba susah, di negeri kaya raya dengan istana emas.Â
Hendi si pemilik rumah, sejak pagi buta telah pergi berdagang di pasar. Hasil panen aneka buah-buahan, biasa dijual murah. Sekedar menyambung hidup, dan modal menanam kembali di kebun kecil di belakang rumah.
Hari itu, dagangan tak laku terjual. Meskipun sudah beberapa hari dijajakan di pasar, tetap tak terjual. Hingga, ia putus asa dan membagi-bagikan buah kepada setiap orang yang melintas secara gratis.Â
Pulang dari pasar, Hendi melihat sang istri menangis tersedu-sedu seraya memegang erat-erat bakul nasi dan bercerita tentang kondisi keuangan yang semakin buruk.Â
Bahkan, tak ada lagi uang untuk membeli bahan makanan. Besok, Hendi berencana pergi ke hutan. Berburu rusa, untuk dimakan dan dijual dagingnya.Â
Hendi berkata, "tenanglah, sayang. Besok Kanda akan berusaha kembali."
Keesokan hari, Hendi tak dapat memasuki hutan, keluarga kerajaan tengah berburu di hutan dan tak ada rakyat jelata yang boleh memasuki kawasan hutan. Iapun bingung, kemana lagi harus mengusahakan rejeki bagi keluarga.Â
Karena keadaan mendesak, Hendi menjual perlengkapan berburu dan segera membeli bahan makanan. Ia pulang berjalan ke rumah dengan perasaan lega.Â
"Biarlah, esok aku akan berusaha kembali dengan sekuat tenaga," ucapnya.