Terik mentari membuat tubuh Coco menjadi kecoklatan. Mengeras dan tak lagi berwarna hijau. Hanya semilir angin pantai dan suara burung camar menemani. Kadang ada ketam dan siput laut yang lewat.Â
Suatu hari Coco terkejut. Tunas pada tubuhnya sudah tumbuh. Berwarna hijau muda dan terlihat imut. Ia sampai berkata dengan kerasnya kepada ombak di lautan.
"Aku mau berdiri kokoh, tak terhempas ombak dan tersapu angin kuat. Aku harus jadi kuat dan bermanfaat," tekad Coco.
Coco sudah mempunyai akar, ia semakin bersemangat untuk tumbuh lebih tinggi. Kulitnya, sudah terkelupas akibat tunas semakin besar. Kini, Coco kembali mempunyai warna hijau. Daun dan batang kian berkembang. Coco tak henti berdo'a.Â
"Tuhan, terima kasih atas karunia dan kehidupan yang Kau berikan. Semoga aku lekas bermanfaat untuk makhluk hidup lainnya," ucap Coco.Â
Burung Camar mendarat tepat dihadapan Coco. Melihat kelapa mungil, kini sudah bertunas. Iapun mendekat dan menyapa Coco.Â
"Hai, cepat tumbuh ya. Semoga, tak ada sesuatu yang merusakmu saat berkembang," ucap Burung Camar.
"Syukurlah, alam melindungi. Kadang ada babi hutan yang melintas, kadang juga ada ketam yang iseng mencabik-cabik," ucap Coco.
"Seperti ini," ucap Burung Camar, sambil menggoda Coco dengan cakarnya.Â
Burung Camar tahu, kulit Coco sudah keras, tak mungkin terluka oleh cakarnya.Â
Tawa mereka pecah, bersama deru ombak di pantai pasir putih yang indah. Hingga matahari tenggelam dan malam menjelang.Â
Hari berganti dan Coco kini sudah menjadi pohon kelapa. Berdiri kokoh dengan daun-daun yang melambai.Â