TERIK matahari, membelai ubun-ubun di kawasan pertokoan pasar Johar. Tenda biru pedagang VCD bajakan, berderet sepanjang jalan. Di ujung jalan, kios buku Kang Dirja baru saja buka. Adalah Ergo, anak gadis pemilik kios yang tengah sibuk menyusun buku di lapak bapaknya.Â
Dua jam setelah buka, belum ada satupun pembeli yang mampir. Hanya ada Ergo dan secangkir matcha latte, duduk santai di dalam kios. Membaca buku berjudul Madilog karya Tan Malaka. Pada setiap halaman, Ia terus mengerutkan dahi.Â
Tiba datang preman pasar merangkap juru parkir, bernama Lukman. Dengan santai membawa kopi di gelas plastik, Lukman pun masuk ke kios dan menemui Ergo.Â
"Neng, bapakmu mana? udah dua bulan nutup kios," tanya Lukman.Â
"Belum ada yang beli, Bang. Besok aja balik lagi," jawab Ergo.
"Samber gledek! ditanya apa, jawabnya apa!" omel Lukman.Â
Ergo meletakan buku tebal yang dibaca pada rak belakang kios, ia mengambil bangku plastik di belakang meja kayu dan meletakan bangku itu di depan Lukman.Â
"Biasanya narik jatah, Bang," ucap Ergo.Â
Lukman duduk pada bangku plastik, sambil tangannya memilih-milih buku untuk dibaca. Namun, tak ada buku yang menarik untuknya. Lukman malah mencabut kretek dari saku celana dan menyalakan api.Â
"Kang Dirja sakit atau ada urusan, Neng?" kembali Lukman bertanya.Â