Dalam remang cahaya, samar-samar terlihat lelaki yang biasa berdiri di tengah jembatan. Dia menoleh ke arahku, dia tidak menolong. Malah dengan tenang, naik ke pembatas jembatan dan melompat ke sungai.Â
"Astagfirullah! Kang!!"
Aku panik sejadi-jadinya. Mencoba bangkit dan berlari ke ujung jembatan. Persetan rasa sakit. Ketakutan, kaget dan rasa penasaran campur aduk saat itu. Kurapalkan do'a apapun yang diingat, ayat kursi, Al-fatihah, do'a makan, do'a tidur dan do'a lainnya.Â
Beruntung, ada orang lain yang melintas, dia menghentikan laju kendaraan dan bergegas menolongku. Orang itu juga yang mendorong motorku ke sebuah warung, tak jauh dari jembatan. Membelikan segelas teh hangat dan mencoba menenangkanku. Bahkan, dia menawarkan mengantar ke klinik.Â
"Hatur nuhun, Kang. Saya baik-baik saja, cuma kaget," ucapku.
Kemudian aku bertanya, apakah dia melihat lelaki yang jatuh ke sungai. Dan jawabnya tidak. Maka jelas, aku melihat hantu. Namun, aku menolak itu.Â
"Ini hanya halusinasi, akibat trauma terjatuh dari motor."
Tiba di rumah, sekujur tubuh terasa sakit bukan main. Kaki dan tangan kiri, mulai terlihat bengkak. Aku mengambil minyak urut dan mengobati memar, sambil mengingat-ingat kejadian di jembatan.Â
Semalaman aku berpikir, siapa orang yang menjatuhkan diri ke sungai? jika itu hanya halusinasi, tentunya halusinasi grade ori.
Teringat obrolan di warung kopi, aku jadi merinding. Tentang lelaki yang bunuh diri dengan terjun dari jembatan.Â
Kabar lain menyebutkan, ada peristiwa pembunuhan di jembatan itu. Jangan sampai itu terjadi padaku. Bunuh diri, karena cinta. Amit-amit.
Keesokan hari, Tina datang ke rumah. Ia bertanya, kenapa tak memberi kabar malam tadi. Wah, aku lupa. Benar-benar lupa.Â