Suatu malam, Hopa mendengar tangisan bunga-bunga di balik rerumputan. Ia mengikuti arah suara, dan bertemu bunga yang cantik.Â
Iapun bertanya, "kenapa menangis? bukankah malam ini sangat indah."
Bunga menjawab, "kami tidak pernah dikunjungi oleh kupu-kupu dan lebah. Mereka, tidak mau bermain dengan kami."Â
"Kenapa? kulihat, semua bunga di hutan ini disinggahi kupu-kupu," ucap Hopa.Â
"Karena, kami hanya mekar malam hari. Mereka sudah pulang ke sarang masing-masing," jawab Bunga.Â
Hopa paham, dengan apa dapat membantu bunga-bunga dan iapun pamit pergi. Tak sabar, untuk segera berproses dan memiliki sayap. Berdo'a pada pemilik alam raya, agar dapat bermanfaat bagi lingkungan sekitar.Â
Hari berganti hari, dan Hopa merasa cukup siap menjadi kepompong. Iapun mencari tempat yang aman untuk proses tersebut. Dan sebuah dahan kokoh, menjadi pilihan.Â
"Hai pohon besar, aku akan berproses menjadi kepompong," seru Hopa.Â
"Baiklah, Hopa. Lekas bermanfaat," ucap Pohon Besar.
Hari berganti dan pohon besar berbuah lebat, mengundang kawanan burung-burung dan kelelawar untuk singgah makan. Mereka menghabiskan buah-buahan sampai tak bersisa.Â
Buah pohon besar habis dan kini ia kembali membuat putik bunga. Kepompong Hopa belum terlihat berubah menjadi apapun. Di dalam kepompong, Hopa masih berproses dan berdo'a.Â
Hingga suatu hari, kepompong Hopa tak terlihat berada di sana. Kemana perginya? Malam hari akan menjelang!