"Tanpa memetik saja, kamu sudah mengurung aku dalam kebahagiaan," jawab Chandra.
Helena tak dapat menahan senyuman, dua kali Chandra berbicara gombal padanya. Meskipun tak menanggapi dengan ucapan berlebihan. Namun, ia tak dapat menyembunyikan perasaan.Â
Helena tersipu malu dengan wajah berseri di dinginnya cuaca. Dengan berani ia berkata, "kalau begitu denda saja."
Chandra bertingkah seolah-olah berpikir, dan iapun berkata, "baiklah, kupat tahu di Cibodas nanti aku yang bayar."
Salma dan pendaki lain mulai turun ke Mandalawangi, suasana lebih ceria dengan senda gurau dan canda tawa. Memecah keheningan Mandalawangi di hari itu.
Dalam perjalanan pulang, Helena terlihat membuka buku harian Raka. Tak ada lembar tersisa untuk menulis catatan lagi. Helena menutup halaman akhir dengan senyuman. Rentetan pertanyaan tertahan dalam benak Helena. Jiwanya resah menentukan arah, menerka-nerka tujuan dan memulai langkah.Â
Apakah momen pendakian gunung bersama Chandra adalah langkah awal? Bolehkah aku berharap lebih dari sekedar perhatian pada Chandra?Â
Aku menutup lembaran terakhir untuk Raka. Aku tidak takut melangkah. Namun, Raka dan kenangannya masih melekat erat dalam setiap langkahku.
**
Cerita ini hanya fiktif belaka, kesamaan nama, tokoh dan tempat hanyalah kebetulan semata.
Indra Rahadian