Mohon tunggu...
Indra Rahadian
Indra Rahadian Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Swasta

Best In Fiction Kompasiana Award 2021/Penikmat sastra dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kisah Kriminal | Balada Pelontar Hoaks

16 Februari 2021   11:30 Diperbarui: 16 Februari 2021   11:31 626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BERITA tentang anak-anak pengungsi yang dilindas kendaraan roda dua, viral di seluruh media sosial. Tagar kutukan dan sentimen rasis terhadap pengendara sepeda motor, sesak mengisi lini masa. 

Politikus menyambut kemarahan netizen dengan cerdik. Menghantam lawan politik dan pemerintah dengan narasi agama, kemanusiaan dan rasial. Bahan baik memulai huru-hara. Memancing di air keruh.

Meskipun dalam hitungan jam telah ada klarifikasi bahwa berita tersebut hoaks. Lebih banyak masyarakat yang terlanjur percaya dan pantang mengakui khilaf.

"Done, D. Good." 

Rekaman suara dari earphone terdengar. Doni bergumam, "as my pleasure" seraya melepaskan headset dari kuping. 

Doni, menelan secangkir espreso di cafe ternama. Hari itu, ia baru saja check out dari hotel bintang lima. Konten hoaks buatan semalam, tak butuh waktu lama untuk trending. Transfer dana dari klien, ia bagi segera pada ratusan support yang dipakai.

Ratusan konten hoaks, telah dituntaskan. Dan ribuan konten, menanti dieksekusi. Musim panen sepanjang tahun. Tahun politik tak pernah berakhir, ia masih sibuk. Bahkan setelah presiden dua kali dilantik, intrik berupa hoaks masih ramai dipesan. 

Menciptakan air keruh untuk para spekulan politik. Cukup lama ia kerjakan. Genap lima belas tahun lalu. Iseng-iseng stalking mantan, akhirnya terjebak dalam jejaring digital. 

Entah, apa nama yang cocok untuk jenis pekerjaan Doni. Hacker, Buzzer, Hacktivis, Konten Creator Politik, Ghost Writer Hoaks. 

Peluang apapun akan diambil asalkan tidak menjauhkan dirinya dengan monitor dan jejaring internet. Klien bisa dari mana saja. Kepentingan apa saja, dan bangsa manapun akan ia layani dengan satu syarat. Nominal uang yang banyak. 

Doni meninggalkan uang tip untuk pelayan wanita di cafe. Mencoret tagihan bon dengan spidol warna ungu. Love. Ia merasa pelayan itu mirip dengan mantannya. 

Pelayan wanita tersenyum melihat coretan itu, meskipun lebih senang akan uang tip yang ditinggalkan. Pelanggan iseng bukan hanya Doni.

"Terminal 2, Pak."

Doni bergegas menuju bandara. Liburan ke Pulau Bintan sudah lama ia nantikan. Private resort dibutuhkan untuk sejenak bersantai. Lepas dari jangkauan polisi siber yang hampir saja mendeteksi aktivitasnya.

Beruntung, ia telah lama menghentikan aktivitas membobol rekening dan meretas media sosial selebriti untuk aksi pemerasan. Meskipun, kadang ia melakukan skimming untuk keperluan sehari-hari. 

Tiba di bandara, Doni mematikan dua buah gadget dan mencabut baterai laptop. Di toilet bandara, ia membongkar laptop dan mencopot hardisk. Lalu membuangnya pada tong sampah. "Bodohnya, aku. Kenapa lupa kubakar benda ini di hotel semalam!"

Ia kemudian chek in dan masuk ke ruang tunggu bandara. Mencari cafe dengan fasilitas smoking room dan memesan capuccino. 

Meja panjang menghadap halaman lapangan terbang, Doni membakar cerutu sumatera dan menikmati suasana.

"Wuih, cerutu. Boleh di adu rasanya sama kretek saya."

Lelaki dengan dandanan jamet mengajak bercengkrama. Ia meletakkan kretek di atas meja, dan memesan kopi luwak. 

Doni hanya tersenyum kecil, ia masih asyik menikmati suasana. Sekilas memperhatikan tingkah Jack. Lelaki nyentrik, yang duduk di sampingnya. Mengingatkan pada teman satu profesi, tertangkap lima tahun lalu, setelah mengunggah konten hoaks secara amatir. 

"Tujuan kemana, Mas?" tanya Jack.

"Batam," jawab Doni, singkat.

Basa basi, lambat laun menjadi sebuah obrolan cair. Berbicara tentang hobi, tempat yang biasa dikunjungi dan celoteh seputar kisah mantan. Doni tertawa terbahak-bahak, berbagi pengalaman bersama teman seperjalanan.

Jack mengambil dompet dari saku celana, ia mengambil sebuah foto usang. Kemudian, memperlihatkannya pada Doni.

"anak-anak saya, empat bocah. Kangen saya sama mereka," ucap Jack. 

Doni melihat foto itu cukup familiar. Namun, tak begitu jelas ia memperhatikan. Doni hanya tersenyum dan mengangguk saja. Belum jelas, tujuan Jack memperlihatkan foto tersebut. 

"Semalam, saya di kirim gambar hoaks. Ada anak-anak yang dianiaya di negeri orang. Hati saya sakit, Mas. Teringat anak-anak saya, bagaimana kalau amit-amit kejadian," ucap Jack.

"Itu cuma hoaks. Manusia makan manusia sudah biasa di negeri ini, toh," ucap Doni.

"Menurut Mas, apa tindakan menyebar berita bohong itu biadab? korban perasaan okelah. Namun, jika sampai rusuh dan jatuh korban jiwa? ambyar kan," tanya Jack.

"Entah, kadang tujuan besar membutuhkan pengorbanan besar, mungkin," jawab Doni.

Capuccino sudah tak tersisa, Doni mematikan cerutu dan pamit pada Jack. Panggilan memasuki pesawat sudah berkumandang berkali-kali. Dan pesawat yang akan mengantar Doni, baru saja diserukan. 

Mereka berpisah di ruang tunggu, Doni mampir ke beberapa kios di depan ruang tunggu dan membeli cemilan. Ia membeli beberapa batang cokelat, membayar dengan kartu kredit atas nama orang lain. 

Doni bersiap memasuki pesawat. Ia tiba-tiba berpikir, untuk membatalkan pekerjaan membuat konten rasial tentang Papua. Kata-kata Jack, mungkin telah menyentuh sisi kemanusiaan pada dirinya. 

Di dalam pesawat, Doni mendapati Jack sudah berada di sana. Duduk manis menunggu di bangku miliknya. Ia melihat Jack tersenyum dan berkata.

"Mas, kita sepertinya harus liburan bersama di Mabes Polri."

Doni dengan santai duduk di bangku sebelah, ia berkata "ada surat penangkapan? boleh tanya. Bukti apa yang kamu punya?" 

"Donatur, saksi dan apa ya? oh hardisk yang butuh dikeringkan," jawab Jack. 

"Kamu bayar kopi, pakai kartu kredit orang lain juga," tutupnya. 

Doni menarik nafas panjang dan tertawa. Ia menggelengkan kepala, seakan tak percaya. Nasib nahas telah tiba, ditangkap Intel polisi dengan cara tak biasa. Ia tak dapat menahan tawa, saat Jack mengayunkan borgol sambil tersenyum.

Tak lama, terlihat Jack berjalan merangkul Doni di garbarata. Keluar dari pesawat dan masih terus berbicara satu sama lain.

Tak ada kejahatan yang sempurna, tak ada manusia yang luput dari dosa. Tak ada kata terlambat, untuk memperbaiki. Bila nafas masih berhembus, kesalahan dapat ditebus.

**

Cerita ini hanya fiktif belaka, kesamaan nama, tokoh dan tempat hanyalah kebetulan semata.

  • Skimming: tindakan pencurian data kartu kredit/debit.
  • Garbarata: jembatan penghubung ruang tunggu bandara ke pesawat.

Indra Rahadian /16/02/21

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun