Mohon tunggu...
Indra Rahadian
Indra Rahadian Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Swasta

Best In Fiction Kompasiana Award 2021/Penikmat sastra dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

[Dongeng Anak] Kisah Reum Si Semut Pemberani

4 Februari 2021   11:31 Diperbarui: 4 Februari 2021   19:57 3066
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Dongeng anak/ Reum si Semut Pemberani (Dok. Pribadi)

HARI ini langit cerah membiru, menaungi hutan hijau membentang. Mentari pagi, bermain petak umpet di antara gumpalan awan putih. Alam yang damai.

Tiga pasang kaki mungil, melintas di antara dedaunan. Naik ke atas pohon tinggi menjulang. Reum kecil, membawa remah roti dengan bahagia.

"Manusia mahluk yang unik. Jika berkunjung ke hutan, meninggalkan sisa makanan." 

Reum tak sabar bertemu dengan saudara-saudaranya. Ia ingin bercerita, tentang manusia yang dilihatnya. Manusia yang meninggalkan remah roti dan nasi di dalam hutan.

Ia terlihat kecil, di antara pohon-pohon Akasia yang berdiri kokoh. Rumah bagi koloni semut hitam, keluarga besar Reum.

Hei, dimana Reum? oh ia tengah berjalan di bawah ranting dan dedaunan. 

"Apa kabar, Reum? kemana saja sejak pagi belum terlihat," tanya Burung Kutilang yang kebetulan hinggap.

"Aku menjelajahi hutan, mencari sisa-sisa makanan yang dapat kubawa pulang," jawab Reum.

Burung Kutilang, kembali bertanya, "kemana saudara-saudaramu yang lain?"

"Akupun belum bertemu," jawab Reum.

"Semoga saja, mereka tidak bertemu dengan trenggiling," lanjutnya.

"Iya, semoga. Jangan sampai bernasib sama dengan saudara-saudaraku, ditangkap dan dikurung oleh manusia," gumam Burung Kutilang.

Burung Kutilang terbang ke pohon lain, dan Reum kembali berjalan. Naik semakin tinggi ke arah puncak. Namun, tiba-tiba ia terkejut. Pohon Akasia bergerak tak seperti biasa, bergoyang ke kiri dan ke kanan.

"Tolong, aku merasa gatal," teriak Pohon Akasia.

"Hei, apa yang terjadi?" tanya Reum.

"Entahlah, seperti ada yang merayap di tubuhku," seru Pohon Akasia.

Reum melihat ke bawah. Terdapat puluhan atau, mungkin ratusan ulat bulu di bawah pohon. Mereka, tengah merayap naik ke atas. 

Kemudian, Reum memperhatikan pohon sebelah. Terlihat, serangan ulat-ulat bulu pada pohon tersebut. Memakan daun-daun dan merusak ranting-ranting.

"Astaga, kenapa jumlah mereka banyak sekali," teriaknya.

Tangisan Pohon Akasia menyentuh hati. Takut, jika dirinya menjadi korban serangan kelompok ulat bulu. Dengan jumlah yang amat banyak, satu pohon dapat dirusak dalam waktu singkat.

Reum meletakkan remah roti di sela-sela ranting. Ia meluncur ke bawah seraya berkata, "takkan kubiarkan kalian merusak rumahku, tempat tinggalku, dan tempat bernaung saudara-saudaraku."

Hap, seekor ulat bulu telah merasakan gigitan Reum. Iapun menjerit kesakitan, dan mengadu pada teman-temannya. 

"Lihat, semut kecil itu telah berani menggigitku," keluhnya. 

"Hei semut kecil, minggir sana. Berani sekali kau, mengganggu waktu makan kami," ancam ulat bulu.

"Biarpun aku kecil, saudaraku banyak jumlahnya" jawab Reum.

Salah satu ulat bulu kembali berkata, "dahulu, burung-burung mengganggu. Kini, mereka sudah di tangkap manusia. Pohon ini tak lama lagi akan musnah oleh manusia, biar saja kami memakannya lebih dulu."

"Tidak, aku akan melawan siapapun yang mengancam rumahku," jawab Reum. 

Pertarungan tak dapat dihindari, puluhan ulat bulu merangsek naik tanpa mempedulikan Reum. Mereka, bersiaga dengan duri-duri tajam pada tubuhnya.

Reum, mulai kewalahan. Ia melompat, dari satu ulat bulu ke ulat bulu lainnya. Menggigit mereka dengan berani. Mempertahankan Pohon Akasia dari kerusakan, dengan sekuat tenaga.

Pohon Akasia, tak berhenti meminta bantuan. Mengundang semut-semut dari segala penjuru, untuk membantu mengusir ulat bulu.

"Bertahanlah, Reum. Kami sudah tiba!"

Ribuan semut, saudara satu koloni Reum. Tiba berhamburan, menyelamatkan pohon akasia. Mereka bertarung dengan berani, bersama-sama mengusir gerombolan ulat bulu yang merusak.

Hari ini, Pohon Akasia selamat dari ancaman ulat-ulat bulu. Koloni semut, bersyukur akan hal itu. Mereka, bersama-sama pulang ke sarang di pucuk pohon. 

Reum yang kelelahan, dibantu oleh saudaranya untuk berjalan. Dalam perjalanan ke atas pohon, Reum tak berhenti bercerita. Ia bercerita, tentang manusia yang ditemui di dalam hutan. 

Meninggalkan sisa makanan dan sampah berserakan. Jika remah roti dan nasi, mungkin habis dimakan semut. 

Lain halnya dengan plastik dan kotoran lainnya. Tentu akan mengancam satwa hutan, yang tak sengaja memakan plastik.

Namun, tiba-tiba Reum teringat sesuatu. Kemudian berkata dengan keras. 

"ya ampun, dimana kusimpan remah rotiku."

**

Referensi dongeng anak sebelum tidur

Pesan moral:

  • Jika berkunjung ke hutan, jangan pernah meninggalkan sampah plastik dan sisa.
  • Jangan menghilangkan rantai makanan di alam, jika tak ingin ada bencana. 
  • Penangkapan massal, burung-burung dari alam sungguh pembuatan tercela.
  • Berani karena benar. Melindungi tanah air dan bangsa, adalah harga diri warga negara. 

Kita samua Basudara!

Indra Rahadian / 4 Februari 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun