"Hei semut kecil, minggir sana. Berani sekali kau, mengganggu waktu makan kami," ancam ulat bulu.
"Biarpun aku kecil, saudaraku banyak jumlahnya" jawab Reum.
Salah satu ulat bulu kembali berkata, "dahulu, burung-burung mengganggu. Kini, mereka sudah di tangkap manusia. Pohon ini tak lama lagi akan musnah oleh manusia, biar saja kami memakannya lebih dulu."
"Tidak, aku akan melawan siapapun yang mengancam rumahku," jawab Reum.Â
Pertarungan tak dapat dihindari, puluhan ulat bulu merangsek naik tanpa mempedulikan Reum. Mereka, bersiaga dengan duri-duri tajam pada tubuhnya.
Reum, mulai kewalahan. Ia melompat, dari satu ulat bulu ke ulat bulu lainnya. Menggigit mereka dengan berani. Mempertahankan Pohon Akasia dari kerusakan, dengan sekuat tenaga.
Pohon Akasia, tak berhenti meminta bantuan. Mengundang semut-semut dari segala penjuru, untuk membantu mengusir ulat bulu.
"Bertahanlah, Reum. Kami sudah tiba!"
Ribuan semut, saudara satu koloni Reum. Tiba berhamburan, menyelamatkan pohon akasia. Mereka bertarung dengan berani, bersama-sama mengusir gerombolan ulat bulu yang merusak.
Hari ini, Pohon Akasia selamat dari ancaman ulat-ulat bulu. Koloni semut, bersyukur akan hal itu. Mereka, bersama-sama pulang ke sarang di pucuk pohon.Â
Reum yang kelelahan, dibantu oleh saudaranya untuk berjalan. Dalam perjalanan ke atas pohon, Reum tak berhenti bercerita. Ia bercerita, tentang manusia yang ditemui di dalam hutan.Â
Meninggalkan sisa makanan dan sampah berserakan. Jika remah roti dan nasi, mungkin habis dimakan semut.Â