Syahdan di sebuah negeri antah berantah. Hiduplah seorang pemimpin bijak, bertahta selama lima tahun. Dipilih oleh rakyatnya, secara aklamasi.Â
Dibantu, para menteri yang cerdik pandai dan berbudi luhur. Penduduk negeri, hidup sejahtera, aman dan sentosa.
Suatu ketika, menteri pertanian datang menghadap. Beliau, memohon untuk mengundurkan diri dari jabatannya.Â
Pemimpin Bijak berkata, "tak inginkah, menuntaskan masa bakti bersamaku?"
"Kesehatan hamba kian menurun, Paduka," jawab Menteri Pertanian.
"Baiklah, bertahanlah satu musim. Biarkan aku mencari pengganti sepadan," titah Pemimpin Bijak.
Kemudian, sayembara diumumkan ke seluruh negeri. Guna mencari pengganti sepadan, untuk jabatan menteri pertanian.Â
Siapapun dapat mencalonkan diri, sesuai kemampuan dan ujian dari pemimpin bijak.
Dari semua calon yang mengajukan diri, hanya dua orang yang lolos ujian. Mereka, bernama Hasan dan Hasad. Petani dusun yang memenuhi syarat.
"Aku akan memberikan jabatan menteri pertanian. Namun sebelumnya, aku ingin melihat. Bagaimana kemampuan kalian, mengurus kebun dalam satu musim," ucap Pemimpin Bijak.
Hasan dan Hasad, masing-masing diberi sebidang tanah di kaki bukit. Dengan kualitas kesuburan tanah yang sama, aliran air yang sama dan jumlah pekerja yang sama.
Merekapun diberikan bibit tanaman yang sama, barangsiapa yang memanen hasil terbaik. Maka, dialah kandidat yang berhak menjadi menteri pertanian.Â
Hasad berkata pada Hasan, "menjadi menteri itu berat, kau tak akan sanggup. Biar aku saja."
Dengan percaya diri, Hasan menjawab, "tentu akan berat. Maka, aku akan menjalankan amanat dengan baik."
Mendengar jawaban Hasan, Hasad menekuk dahinya. Malu dan marah. Iapun memalingkan wajah. Persaingan, sudah dimulai.
"Hasad, mari bersaing dengan sehat," ucap Hasan.
Dengan kesal, Hasad menjawab, "urus saja kesehatan kebunmu sendiri."
Mereka berdua, mulai mengerjakan lahan perkebunan. Membersihkan lahan, dan menanam bibit. Hasad, sepertinya lebih piawai. Seluruh bibit, sudah selesai ditanam.Â
Para pekerja yang dipimpin oleh Hasad, sedang mempersiapkan pupuk, cairan pengusir hama, dan mulai membagi tugas menjaga kebun.
Sementara itu, Hasan masih mengatur tata letak lahannya. Mengarahkan pekerja, untuk menanam sesuai ketentuan.Â
Perlahan tapi pasti. Hasan dan pekerja, akhirnya dapat menyelesaikan penanaman bibit.
Hari berganti hari, kebun keduanya tumbuh subur. Hamparan perkebunan hijau membentang. Memukau, setiap mata yang memandang.Â
Bulan berganti bulan, musim panen akan menjelang. Perkebunan keduanya, sudah menghasilkan buah. Lebat lagi matang, sedap sekali dipandang.Â
"Hasan, kau sudah siap untuk kalah. Lihatlah hasil panenku, lebih mantap," seru Hasad.Â
"Hari masih tersisa, keputusan belumlah diambil. Bersabarlah, Hasad," jawab Hasan.
Kepercayaan diri Hasan, membuat khawatir pekerja. Melihat, hasil panen Hasad yang melimpah. Jika dibandingkan dengan Hasan. Hasil panen Hasad, jauh lebih banyak.
"Apakah Tuan yakin, hasil panen kita akan menang penilaian pemimpin bijak," tanya pekerja.
"Kalian sudah melakukan yang terbaik, saatnya berdo'a," jawab Hasan dengan yakin.
Hari penentuan telah tiba, seluruh hasil panen tersusun rapi di depan istana.
Pemimpin Bijak, memanggil salah satu dari masing-masing pekerja. Mereka, berdiri di depan hasil panen Hasan dan Hasad.
Pemimpin Bijak bertanya,"para pekerja, apakah kalian puas dengan panen yang dihasilkan. Lalu, seperti apa kepemimpinan tuan kalian?"Â
Pekerja Hasan, menjawab lebih dahulu. Ia berkata, "Tuan Hasan sangat bijak, beliau membiarkan alam bekerja untuk kebun."
"Semua pekerja, mendapat tanggung jawab yang setara. Tanaman sehat dan berbuah lebat. Kami, hampir tidak pernah memakai cairan pengusir hama," tutupnya.
Tibalah pekerja Hasad berbicara, "Tuan Hasad sangat memaksa. Sejak hari pertama bekerja, tenaga kami diperas seperti kerbau. Tak ada waktu beristirahat. Bahkan, tak jarang ada yang sakit."
"Hasil panen kami, melimpah. Namun, kualitasnya kurang baik. Terlalu banyak cairan pengusir hama. Kupu-kupu dan lebahpun tak sudi hinggap," tutupnya.
Mendengar penjelasan kedua pekerja, Hasad tak lagi mampu berkata-kata. Ia tertunduk malu, dan gemetar ketakutan.Â
Lain halnya, dengan Hasan. Ia tampak tenang dan percaya diri. Menanti keputusan dari pemimpin bijak.Â
Apapun itu, para pekerja sudah melakukan yang terbaik.
Pemimpin Bijak berkata, "Hasan dan Hasad, silahkan melangkah ke depan. Bagi kalian yang merasa berhak, memangku jabatan menteri."
Hasan tidak beranjak dari tempatnya, ia masih berdiri dengan tenang. Entah, apa yang ditunggu. Jabatan menteri, sudah menjelang.
Tiba-tiba, Hasad bergerak dan berjalan mundur. Membiarkan Hasan, berada satu langkah di depannya.Â
Meski malu dan kecewa. Namun, ia harus berbesar hati, menerima kekalahan dengan lapang dada.Â
Hasad menyesali perbuatan buruk, dan perilaku meremehkan Hasan. Sebuah pelajaran berharga dalam hidupnya.
Akhirnya, sorak-sorai rakyat bergembira. Menyambut Hasan sebagai menteri pengganti. Berharap yang terbaik, akan diberikan Hasan kepada negeri.Â
***
Referensi dongeng anak sebelum tidur.
"Bijak mengelola alam, dan bijak bekerja dengan manusia lainnya. Menghargai alam, dan memanusiakan manusia. Kunci utama mencapai kemakmuran dan terhindar dari bencana."
Indra Rahadian 20/01/21
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H