KABUT tipis perlahan-lahan meleleh membasahi dedaunan, di pagi hari yang indah pada aliran sungai Tulang Bawang.
Sinar mentari pagi menusuk-nusuk di antara celah-celah dedaunan Nipah yang bergoyang, karena angin lembut menerpa mesra ujung-ujungnya.
"Siti, kemana?!" Seru Zaldi dari atas sampan.
"Rawa Jitu, hendak beli buku pelajaran sekolah!" jawab Siti, setengah berteriak dari atas perahu klotok.
Mereka hanya saling melambaikan tangan dan bertukar senyuman, saat perahu klotok semakin menjauh dari tempat Zaldi menjaring ikan.
Zaldi melanjutkan menjaring ikan, disela-sela akar Nipah dan bakau di tepi sungai Tulang Bawang yang tenang.Â
Hatinya berbunga-bunga, setelah melihat Siti pagi itu dengan senyum yang merekah dan tatapan yang bercahaya.
Perasaan yang ia pendam sejak lulus sekolah menengah pertama di desa Teladas, tak pernah ia utarakan pada Siti ataupun diceritakan pada teman-temannya.
Dalam hatinya yakin, bahwa Siti merasakan hal yang sama seperti apa yang ia rasakan, setitik kasih sayang untuk hari depan.
Zaldi yang hidup sebatang kara sejak kedua orang tuanya berpulang empat tahun lalu, harus menghidupi dirinya sendiri dengan bekerja sebagai nelayan sungai dan terkadang menjadi buruh harian di perkebunan tebu.