Lingkungan yang heterogen, melanggengkan proses pendidikan toleransi dan sosialisasi pada anak-anak menjadi lebih mudah, ditambah dengan pergaulan bundanya yang aktif dilingkungan, membuat "si kembar", biasa mereka dipanggil,  akhirnya terbiasa berinteraksi dan mempunyai banyak abang, akang, om, tante, opung, pakde dan bude yang mengisi keseharian mereka.
Dalam pola mendidik anak, kami memegang teguh petuah dari orang tua, yakni "anak tidak membahayakan diri sendiri dan orang lain" dan "anak tidak melakukan hal yang tidak sukai diri sendiri dan orang lain".
Meski sederhana, hal itu membuat saya dan istri berbagi tugas sebagai pengarah dan pelindung dalam keseharian, singkat kata saat istri mengarahkan dengan tegas, maka saya akan melindungi dengan lugas, begitupun berganti peran, sesuai kebutuhan dan situasi.
Karena ada tiga hal yang kami hindarkan pada mereka yakni pertengkaran, kemalasan belajar dan sifat sombong, serta tiga hal yang kami tanamkan, yakni keberanian, Â tanggungjawab dan kasih sayang.
Engkaulah busur anakmu.
Anak panah hidup melesat pergi.
Sang pemanah membidik sasaran keabadian.
Dia merentangkanmu dengan kuasa Nya.
(Kutipan puisi, Anakmu Bukanlah Milikmu - Kahlil Gibran)
Keinginan anak-anak pada usia 0-10 tahun adalah keinginan bunda dan ayahnya, sebelum mereka bisa bertanggungjawab pada usaha dan keinginan mereka sendiri, setelah mendapatkan bekal dari kedua orang tua dan rangkaian pendidikan, baik akademik maupun lingkungan mereka sendiri.
Perihal larangan yang kami utarakan, tidak melulu dengan kata "jangan" dan "tidak boleh", kami menggunakan kata ganti dengan "sebaiknya" dan "seharusnya", pun disertai panggilan sayang dirumah, mereka dipanggil dengan sebutan jagoan, pinter dan anak ayah, hitung-hitung sebuah do'a rutin pada mereka.
Selayaknya anak-anak, bila ditanya perihal cita-cita, jawaban yang diberikan oleh mereka esok dhele sore ya tempe, mulai dari guru sekolah, dokter, astronot sampai penjual mie ayam, pernah mereka utarakan dengan sungguh-sungguh, namun belum ada kegiatan yang benar-benar mereka tekuni, mengarah pada cita-cita yang mereka sebutkan diatas, pun kami sudah memberikan pilihan kegiatan untuk mereka ikuti, tentunya dengan membagi waktu atau mengurangi rutinitas antara mengaji, bermain, belajar, les bahasa dan berlatih karate.
Berlatih karate, bermanfaat untuk mengisi waktu mereka disela-sela bermain dan belajar, menjaga fisik dan melatih kedisiplinan dengan metode beladiri yang kami percayakan pada pelatih berpengalaman, meski pada awalnya, kegiatan yang kami perlihatkan pada mereka, antara lain ; Pencak Silat, Sepakbola dan Karate, namun akhirnya mereka memilih ikut Karate sejak umur 8 tahun.
Dari keduanya, yang benar-benar tekun berlatih karate hanya sang adik Chairil, sementara Chairul sang kakak tak begitu serius berlatih, hanya sekedar sarana interaksi dan bermain dengan teman sebaya, yang berbeda dari teman-teman disekolah dan lingkungan keseharian, kendati sang kakak sudah mengutarakan minat untuk bermain futsal disekolah, namun sayang selama pandemi, kegiatan sekolah dan ekstrakulikuler hingga saat ini, masih libur panjang.