Mohon tunggu...
Indra Wibisana
Indra Wibisana Mohon Tunggu... Lainnya - Diisi

Saya suka bertanya, kadang sampai debat tapi kadang-kadang aja. Saya suka topik humaniora, selebihnya kadang-kadang aja.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Benarkah Kekejaman dan Keganasan PKI adalah Mitos?

30 September 2015   06:58 Diperbarui: 30 September 2015   14:19 27449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Demonstrasi Menolak Kebangkitan PKI"][/caption]

Pengantar

Genap 50 tahun sejak momen awal rangkaian peristiwa kudeta 1965, saya sempat mengira bahwa masyarakat sudah dapat memilah informasi mana yang dapat dipercaya dan informasi mana yang harus dipertanyakan kebenarannya berkaitan dengan G30S. Ternyata perkiraan saya tersebut meleset cukup jauh. Bahkan ada Kompasianer yang masih menyebarkan informasi tidak benar, fitnah dan mitos tentang Partai Komunis Indonesia.

Berikut ini adalah dua buah contoh komentar Kompasianer:

[caption caption="Gambar 1. Komentar Kompasianer PW"]

[/caption]

Kompasianer PW pada komentar ini (Gambar 1) menyebutkan korban kekejaman dan keganasan PKI sejumlah 800.000 pada peristiwa pemberontakan PKI Madiun dan 2.400.000 pada kurun 1963-1966. Saya sudah menanyakan sumber data tersebut kepada Kompasianer PW, tetapi beliau tidak dapat menyebutkan sumber beliau kepada saya. Setelah saya kunjungi profile beliau, saya mendapatkan kesan bahwa PW sebenarnya adalah akun relay propaganda TNI. Banyak artikel Kompasianer PW bertopik sekitar kehidupan TNI dan pada akhir artikel beliau selalu diberi nama tambahan yang berbeda-beda seperti Benteng Pancasila, Putra Bangsa, Jokondo-Kondo, Merdeka Bangun, Dimas Bintang Nagara, Kumbo Karno, dll.

[caption caption="Gambar 2. Komentar Kompasianer G"]

[/caption]

Kompasianer G pada komentar di atas ini (Gambar 2) menceritakan adik kakeknya yang dirampok dan dibunuh oleh PKI. Tetapi ketika ditanya lebih lanjut bukti-bukti apa yang dipakai untuk menunjukkan pelakunya adalah anggota PKI, beliau tidak dapat mengatakannya. Ini juga adalah pengkambinghitaman PKI pada masa 1965-1966 yang memanfaatkan situasi sosial politik masyarakat yang peka dan kacau balau, saya menduga kuat bahwa banyak kriminalitas yang terjadi di masyarakat pada masa tersebut dituduhkan kepada PKI begitu saja tanpa bukti-bukti yang kuat.

Memisahkan Fakta dan Mitos

Faktanya ada korban jiwa yang terjadi pada peristiwa-peristiwa yang melibatkan PKI setelah kemerdekaan. Berdasarkan konteks sejarahnya, saya membagi data-data tersebut menjadi dua bagian, yaitu pada peristiwa di seputaran pemberontakan PKI Madiun 1948 dan pada peristiwa lain di luar pemberontakan Madiun 1948.

Pemberontakan PKI Madiun 1948

Berikut ini adalah data-data korban jiwa yang saya dapatkan:

1. Raden Mas Tumenggung Ario Soerjo (Gubernur Soerjo), tanggal 10 September 1948 dibunuh di hutan Peleng, Kedunggalar, Ngawi oleh pihak yang tidak diketahui, bersama dua orang perwira polisi dalam perjalanan dari Yogyakarta ke Surabaya dan jenazahnya ditemukan tiga hari kemudian. Pihak PKI adalah pihak yang dituduh melakukannya [2].

2. Pembantaian di daerah Madiun dan sekitarnya tanggal 17-21 September 1948

  • Desa Soco, Kecamatan Bendo, Kabupaten Magetan. Berdasarkan data pada Monumen Soco (Gambar 3), korban jiwa pada lokasi ini (Sumur 1) berjumlah 108 orang [3].

[caption caption="Gambar 3. Daftar Nama Korban PKI pada Monumen Soco"]

[/caption]
  • Masih di Desa Soco, Kecamatan Bendo, Kabupaten Magetan, dijumpai sebuah lokasi lagi (Sumur 2) yang berisi 22 jenazah. Menurut Agus Sunyoto[4], berikut ini adalah daftar jenazah yang diidentifikasi pada sumur 2: R.Ismiadi, Kepala Resort Polisi Magetan; R.Doerjat, Inspektur Polisi Magetan; Kasianto, anggota Polri; Soebianto, anggota Polri; Kholis, anggota Polri; Soekir, anggota Polri; Bamudji, Pembantu Sekretaris BTT; Oemar Damos, Kepala Jawatan Penerangan Magetan; Rofingi Tjiptomartono,Wedana Magetan; Bani, APP.Upas; Soemingan, APP.Upas; Baidowi, Naib Bendo; Reso Siswojo, Guru; Kusnandar, Guru; Soejoedono, Adm PG Rejosari; Kjai Imam Mursjid Muttaqin, Mursyid Tarikat Syattariyah Pesantren Takeran; Kjai Zoebair; Kjai Malik; Kjai Noeroen; Kjai Moch.Noor.
  • Dusun Batokan, Desa Banjarejo (sekarang Desa Batokan, Kecamatan Banjarejo), sedikitnya tujuh korban jiwa. Di antaranya yang teridentifikasi adalah: Kandar (lurah Mangkujayan), Major Wijono (Komandan KDM Magetan), Kiai Kenang (Pesantren Burikan), Kiai Malik (Pesantren Burikan), Muljono (Pesantren Burikan), Kiai Hamzah (Pesantren Burikan), Kiai Nurun (Pesantren Burikan), Markam [5].
  • Desa Cigrok, Kecamatan Kenongomulyo, Kabuparen Magetan, 22 korban jiwa. Di antaranya yang teridentifikasi adalah: Prijo Utomo (Camat Takeran), Martowidjojo (Kepala Polsek Takeran), Sumingan (Polisi Polsek Takeran), Kusno (Polisi Polsek Takeran), Kasmin (Polisi Polsek Takeran), Imam Faham (Pesantren Takeran), Hadi Addaba, K.H. Imam Sofwan (Pesantren Kebonsari) [5].
  • Desa Kepuh Rejo, setidaknya 2 orang anak K.H. Imam Sofwan yaitu: Kiai Zubair dan Kiai Abu Bawani [5].

Catatan Khusus: Nama Kiai Malik, Kiai Zubair, Kiai Nurun, Sumingan, tersebut dua kali pada empat lokasi terakhir: Sumur Soco 2, Dusun Batokan, Desa Cigrok, dan Desa Kepuh Rejo. Sumber informasi Sumur Soco 2 adalah artikel Agus Sunyoto sendiri [4], sedangkan sumber informasi Dusun Batokan, Desa Cigrok dan Desa Kepuh Rejo adalah buku yang ditulis oleh Agus Sunyoto bersama Zainuddin dan Maksum [5]. Dalam artikel ini, duplikasi ini saya anggap sebagai dua orang dengan nama yang kebetulan sama.

  • Desa Nglopang, Kecamatan Parang, Kabupaten Magetan, korban jiwa berjumlah 12 orang dijumpai pada dua lubang terpisah. Pada lubang 1, dijumpai jenazah enam orang, yaitu R. Margono (Camat Parang), Irawan (Staf Kecamatan Parang), Gendut (Guru Sekolah Rakyat III Parang asal Plaosan), Diyun (Kepala Desa Bungkuk), Kasan Kasiroen (Tokoh PNI Desa Bungkuk), dan Soero (Petani asal Bungkuk). Pada lubang 2, dijumpai Koesno (Kepala Desa Sayutan), Sobiran (Kepala Desa Mategal), Soekidjo (Anggota Dewan Desa Mategal), Mangoen Arso (Kepala Desa Prangak), Saiman (Modin Jokerto), dan Soetokarjo (Petani asal Parang) [5].
  • Dusun Dadapan, Desa Bangsri terdapat 10 korban jiwa, diantaranya: Asrori (guru SD dan guru madrasah Kauman), Sukro (dari Balegondo) dan Kasdan (tentara) [5].

3. Kawedanan Ngawen, Blora, 20 September 1948, 24 polisi ditawan dan tujuh orang polisi dibunuh [6].

4. Desa Kresek, Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun, 30 September 1948. Berdasarkan data pada Monumen Kresek (Gambar 4), pada lokasi ini terdapat 17 korban jiwa [7].

[caption caption="Gambar 4. Daftar Nama Korban PKI pada Monumen Kresek"]

[/caption]

 5. Desa Hargorejo, Kecamatan Tirtomoyo, Kabupaten Wonogiri, 4 Oktober 1948. Berdasarkan data pada Monumen Tirtomoyo (Gambar 5), pada lokasi ini terdapat 58 korban jiwa [8].

[caption caption="Gambar 5. Daftar Nama Korban PKI pada Monumen Tirtomoyo"]

[/caption]

Selain peristiwa yang mengakibatkan korban jiwa, terjadi juga beberapa peristiwa lain yang berkaitan dengan peristiwa Madiun 1948, pada peristiwa berikut ini tidak terdapat korban jiwa atau jumlah korban jiwa tidak dapat diverifikasi [5]:

  1. Pembakaran rumah Lurah Genengan.
  2. Pembakaran Desa Geni Langit.
  3. Penangkapan Martodikromo, Kepala Desa Banjarejo serta Maeran, anaknya.
  4. Pembakaran kampung Kauman, 24 September 1948, 72 rumah terbakar, 149 laki-laki ditawan dan dibawa ke Maospati.

Konteks peristiwa Madiun adalah pemberontakan terhadap pemerintah NKRI yang sah untuk mendirikan negara Soviet Indonesia. Pada akhir bulan November 1948 seluruh pimpinan dan pasukan pendukung Muso tewas atau dapat ditangkap. Sebelas pimpinan kelompok kiri, termasuk Amir Syarifuddin Harahap, mantan Perdana Menteri RI, dieksekusi pada 20 Desember 1948 di makam Ngalihan, atas perintah Kol. Gatot Subroto.

Peristiwa Lain di Luar Peristiwa Pemberontakan PKI Madiun 1948

Berikut ini adalah peristiwa-peristiwa yang melibatkan PKI di luar peristiwa pemberontakan PKI Madiun 1948 menurut Museum Pengkhianatan PKI [9]:

  1. Peristiwa Tiga Daerah (Brebes, Tegal, Pekalongan), 4 November 1945, penculikan dan pembunuhan pejabat, jumlah korban jiwa tidak terverifikasi.
  2. Aksi Teror Ce' Mamat, 9 Desember 1945, penculikan dan pembunuhan R. Hardiwinangun (Bupati Lebak) di Jembatan Sungai Cimancak.
  3. Aksi Kekerasan Pasukan Ubel-Ubel di Sepatan Tangerang, 12 Desember 1945, PKI dituduh membunuh Oto Iskandar Dinata di daerah Mauk.
  4. Pemberontakan PKI di Cirebon, 12 Februari 1946, melucuti TRI, menduduki gedung-gedung penting dan Pelabuhan Cirebon.
  5. Peristiwa Revolusi Sosial di Langkat, 9 Maret 1946, Sultan Langkat Darul Aman dan keluarganya dibunuh dan merampas harta kerajaan. Jumlah korban jiwa belum terverifikasi.
  6. Pemogokan Buruh Sarbupri di Delanggu, 23 Juni 1948.
  7. Pengacauan Surakarta, 19 Agustus 1948, pembakaran ruang pameran Jawatan Pertambangan.
  8. Serangan Gerombolan PKI di Markas Polisi Tanjung Priok, 6 Agustus 1951, penyerbuan Asrama Brimob Polisi di Tanjung Priok, merebut 1 pucuk bren, 7 karaben, dan 2 buah pistol.
  9. Peristiwa Tanjung Morawa, 16 Maret 1953, aksi demonstrasi menentang sawah percontohan.

Berdasarkan film resmi pemerintah "Pengkhianatan G30S/PKI" (sekitar menit 3-5)[10], berikut ini adalah daftar peristiwa pasca 1948 yang melibatkan PKI:

  1. Peristiwa Kanigoro, 13 Januari 1965, penganiayaan: pemukulan seorang kyai dan beberapa orang guru, menginjak-injak Al Quran [9][10].
  2. Peristiwa Kediri (Jengkol), 15 Januari 1965, penganiayaan terkait sengketa tanah: pengeroyokan petani Soetarno dan Kepala Desa.
  3. Peristiwa Bandar Betsy, 14 Mei 1965, penganiayaan terkait sengketa tanah: Peltu Soedjono tewas dikeroyok [9][10][11].
  4. Peristiwa Indramayu, 15 Oktober 1964, penganiayaan tujuh orang polisi hutan [10][12].
  5. Peristiwa Boyolali, November 1964, bentrok antara PKI dan PNI [10][13].
  6. Peristiwa Klaten: 25 Maret 1964, sengketa sawah [10][14].

Korban Jiwa Akibat Peristiwa yang Melibatkan PKI

Berdasarkan data yang dapat saya himpun di atas, saya berhasil memverifikasi setidaknya 268 korban jiwa akibat pembantaian yang dilakukan PKI sekitar peristiwa pemberontakan Madiun. Di luar peristiwa pemberontakan Madiun, jumlah korban jiwa setidaknya adalah tiga orang. Angka ini dapat berubah apabila saya mendapatkan data baru yang dapat diverifikasi.

Komunisme Gaya Baru

Momen 50 tahun setelah peristiwa G30S adalah saat yang tepat untuk mengenang sejarah, mendiskusikannya dan mengambil pelajaran dari sejarah terkait komunisme di Indonesia. Walaupun saya mengagumi pemikiran Karl Marx, namun dengan berat hati saya sudah mengakui bahwa komunisme tidak cocok untuk diterapkan di Indonesia, dan alasannya sudah saya tuangkan dalam artikel tahun 2013 yang lalu.

Mencermati konstelasi ideologi partai politik di Indonesia, maka secara garis besar hanya ada dua ideologi yang menjadi pilihan, yaitu Pancasila dan Islam. Walaupun Marhaenisme juga ada disebut sebagai ideologi PDIP, namun PDIP juga menyebutkan Pancasila sebagai ideologinya. Secara praktis, pemilu di Indonesia tidak menawarkan ideologi, tetapi menawarkan kandidat. Walaupun begitu, ini adalah sistem politik yang ada saat ini: rakyat memilih berdasarkan popularitas kandidat, bukan ideologi yang dianut oleh partai politik. Menawarkan ideologi komunis dalam pemilu tidak akan berguna apalagi mengingat trauma masyarakat Indonesia terhadap ideologi komunis.

Tidak perlu mimpi untuk membangkitkan PKI. Tetapi kalau seseorang sungguh percaya bahwa komunisme memiliki sisi positif dan ingin membawa ideologi tersebut, maka nilai-nilai ideologi komunis tersebut pasti dapat dianut dan dikembangkan dalam partai politik yang ada di Indonesia saat ini. Betul, artinya ini adalah komunisme gaya baru. Komunisme gaya baru adalah komunisme yang belajar dari pengalaman, komunisme yang tidak menelan Manifesto Komunis mentah-mentah, komunisme yang melawan kapitalisme dalam bingkai hukum yang berlaku, komunisme yang memperjuangkan nasib kaum proletar. Ini adalah idealisme komunisme yang akan dapat menginfiltrasi perpolitikan di Indonesia. Tetapi saya jamin, membangkitkan PKI untuk memperoleh kekuasaan pasti tidak akan berhasil.

Menimbang Rekonsiliasi Nasional

Sampai saat ini sungguh masih ada warga negara Indonesia yang mengalami ketidakadilan karena orang tuanya atau kakek-neneknya adalah anggota PKI, ormas PKI atau simpatisan PKI. Mereka mengalami pengucilan dan diskriminasi. Di beberapa tempat, mereka masih dilarang untuk menjadi aparat sipil negara atau meniti karier dalam kemiliteran. Stigma komunis dapat digunakan dalam kampanye hitam terhadap seseorang, bahkan Presiden Joko Widodo pun pernah dicap sebagai komunis oleh lawan politiknya.

Ketidakadilan akan membuahkan dendam, dan rekonsiliasi nasional terhadap orang-orang yang menderita karena orang tua atau kakek-neneknya terkait PKI perlu dilakukan. Orde Baru telah membantai 500.000 – 2 juta orang PKI dan yang terkait PKI, jumlah anak-cucu mereka tidaklah sedikit. Kalau rekonsiliasi nasional dilakukan, negara dan bangsa bisa mendapatkan aset yang berharga untuk kemajuan bangsa.

Memang terjadi polemik tentang perlunya negara meminta maaf kepada anak-cucu PKI. Agus Sunyoto menyatakan bahwa rekonsiliasi di tingkat akar rumput sudah lama terjadi [15]. Di lain pihak, Taufik Ismail juga sudah angkat bicara memrotes wacana meminta maaf kepada PKI [16]. Pihak yang kontra terhadap rekonsiliasi nasional beralasan sejarah kekejaman PKI seputar peristiwa pemberontakan Madiun. Mereka adalah orang-orang yang belum move on. Pelaku kekejaman Madiun sudah ditumpas habis dan pemimpin-pemimpinnya sudah dieksekusi. Sudah selesailah pertanggungjawaban mereka di dunia ini.

Rekonsiliasi nasional perlu dilakukan bukan dengan meminta maaf kepada PKI (lagipula secara resmi PKI memang sudah tidak ada di Indonesia), melainkan kepada keluarga korban yaitu seluruh rakyat Indonesia yang kehilangan anggota keluarganya terkait peristiwa 1965-1966, dan kepada rakyat Indonesia yang mengalami diskriminasi karena orang tua atau kakek-neneknya dianggap terlibat PKI. Korban pembantaian 1965-1966 bukan hanya anggota PKI, tetapi juga rakyat Indonesia yang dituduh PKI, dan warga Indonesia keturunan Cina. Indonesia sebagai bangsa yang adil dan beradab harus berhenti menghukum orang yang bukan pelaku kejahatan, harus berhenti menghukum seseorang karena kesalahan orang tua atau kakek-neneknya.

Rekonsiliasi itu penting tetapi sebenarnya yang lebih penting adalah meluruskan sejarah terlebih dahulu. Polemik yang ada saat ini adalah akibat persepsi masyarakat yang berbeda-beda dan bingung. Pemerintah seharusnya melakukan kajian sejarah G30S secara resmi, berdasarkan hasil kajian tersebut melakukan klarifikasi sejarah, barulah kemudian meminta maaf kepada korban.

Penutup

Sebenarnya dalam momen 50 tahun setelah peristiwa G30S, saya baru mendapatkan beberapa informasi yang menarik tetapi belum sempat saya tuangkan dalam tulisan. Di antaranya adalah sebuah film dokumenter yang ditayangkan oleh NPO NL tanggal 25 September 2015 yang lalu tentang peran Pater Joop Beek, seorang pastor Belanda dalam rangkaian peristiwa 1965-1966 [17]. Kemudian pada riset saya, saya juga sempat membaca sepintas tentang wawancara Benedict Anderson dan Arief Jati terhadap Sersan Mayor Boengkoes, seorang anggota pasukan Cakrabirawa [18]. Terlalu naif kalau kita menutup mata terhadap pandangan-pandangan luar negeri terhadap peristiwa 1965-1966. Tidak mungkin kita menggunakan pandangan-pandangan dalam negeri yang cenderung bias dan parsial tanpa melakukan kroscek terhadap pandangan peneliti-peneliti dari dunia internasional.

Saya mengajak segenap pembaca untuk mengawasi dan mewaspadai ideologi komunisme yang akan menginfiltrasi perpolitikan Indonesia. Jangan sampai terjadi lagi pemberontakan PKI jilid 2, lebih jauh lagi, jangan sampai terjadi pemberontakan yang dikarenakan ideologi radikal. Selain kebangkitan PKI, sebenarnya kita juga bisa melihat gejala kebangkitan DI/TII, bahkan di kalangan Kompasianer dapat dilihat gejala tersemainya pemikiran-pemikiran ini. Mari kita waspadai gerakan kelompok-kelompok tertentu yang berusaha mengganti Pancasila sebagai ideologi negara.

Akhir kata, saya membuka diri terhadap segala kritik dan masukan, terutama mengenai data dan sumber data seputar peristiwa PKI di Indonesia.

Referensi

[1.] Suara News: Fakta Kebiadaban PKI Terhadap Ulama NU di Madiun (Gambar Cover)

[2.] Wikipedia: Ario Soerjo

[3.] Mataram, A. 2011. Benteng Magetan: Monumen Soco

[4.] Sunyoto, A. 2012. TEMPO Memutarbalik Fakta Killing Fields di Magetan Sebagai Kuburan Massal PKI (Facebook Notes)

[5.] Sunyoto, A. Zainuddin A. Maksum. 1990. Lubang-lubang Pembantaian Petualangan PKI di Madiun. Pustaka Utama Grafiti. Jakarta.

[6.] Wikipedia: Ngawen, Blora

[7.] Widayanto, G. 2012. Sebuah Perjalanan: Perjalanan dan Gowes ke Reuni Akbar SMASA Madiun (2/3)

[8.] Afandhi, S. 2013. Fandhi Lionel Blog: Monumen Keganasan PKI di Hargorejo, Kab. Wonogiri

[9.] Aroengbinang, B. Aroengbinang: Diorama Museum Pengkhianatan PKI

[10.] Noer, A.C. YouTube: Film Pengkhianatan G30S/PKI

[11.] Hariono, C. 2013. Kompasiana: Tugu Sujono, Simbol Revolusi yang Terabaikan

[12.] Victoria, T.M. Sejarah Indonesia: Pra Peristiwa G30S/PKI

[13.] Habib, I.A. Soekamso, Istamar. 2012. Sebuah Kisah: Peristiwa Konflik 1965-1966 di Boyolali

[14.] Kuncoro. 2013. Jurusan Sejarah: Dari Aksi Sepihak hingga Pembantaian

[15.] emka.web.id. 2012. Agus Sunyoto: Rekonsiliasi NU- eks. PKI Sudah Lama Terjadi

[16.] Ismail, T. 2015. Republika: Presiden (15/8/15) Mau Minta Maaf kepada PKI?

[17.] van den Heuvel, A. 2015. NPO NL: De coup van '65 (Bahasa Belanda)

[18.] Anderson, B.R.O'G. dan Djati, A. 2004. The World of Sergeant-Major Bungkus: Two Interviews with Benedict Anderson and Arief Djati. Indonesia. Volume 78. [PDF]

Seluruh referensi berupa tautan terakses pada tanggal 30 September 2015.

Silakan kunjungi juga beberapa artikel saya sebelumnya terkait Marxisme dan Komunisme:

Salib Palu Arit untuk Sri Paus

Isu Komunisme Bukanlah Sebuah Penghinaan

Nelson Mandela: Berkembang dari Marxisme

Mengapa Komunisme Tidak Cocok Diterapkan di Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun