Berdasarkan data yang dapat saya himpun di atas, saya berhasil memverifikasi setidaknya 268 korban jiwa akibat pembantaian yang dilakukan PKI sekitar peristiwa pemberontakan Madiun. Di luar peristiwa pemberontakan Madiun, jumlah korban jiwa setidaknya adalah tiga orang. Angka ini dapat berubah apabila saya mendapatkan data baru yang dapat diverifikasi.
Komunisme Gaya Baru
Momen 50 tahun setelah peristiwa G30S adalah saat yang tepat untuk mengenang sejarah, mendiskusikannya dan mengambil pelajaran dari sejarah terkait komunisme di Indonesia. Walaupun saya mengagumi pemikiran Karl Marx, namun dengan berat hati saya sudah mengakui bahwa komunisme tidak cocok untuk diterapkan di Indonesia, dan alasannya sudah saya tuangkan dalam artikel tahun 2013 yang lalu.
Mencermati konstelasi ideologi partai politik di Indonesia, maka secara garis besar hanya ada dua ideologi yang menjadi pilihan, yaitu Pancasila dan Islam. Walaupun Marhaenisme juga ada disebut sebagai ideologi PDIP, namun PDIP juga menyebutkan Pancasila sebagai ideologinya. Secara praktis, pemilu di Indonesia tidak menawarkan ideologi, tetapi menawarkan kandidat. Walaupun begitu, ini adalah sistem politik yang ada saat ini: rakyat memilih berdasarkan popularitas kandidat, bukan ideologi yang dianut oleh partai politik. Menawarkan ideologi komunis dalam pemilu tidak akan berguna apalagi mengingat trauma masyarakat Indonesia terhadap ideologi komunis.
Tidak perlu mimpi untuk membangkitkan PKI. Tetapi kalau seseorang sungguh percaya bahwa komunisme memiliki sisi positif dan ingin membawa ideologi tersebut, maka nilai-nilai ideologi komunis tersebut pasti dapat dianut dan dikembangkan dalam partai politik yang ada di Indonesia saat ini. Betul, artinya ini adalah komunisme gaya baru. Komunisme gaya baru adalah komunisme yang belajar dari pengalaman, komunisme yang tidak menelan Manifesto Komunis mentah-mentah, komunisme yang melawan kapitalisme dalam bingkai hukum yang berlaku, komunisme yang memperjuangkan nasib kaum proletar. Ini adalah idealisme komunisme yang akan dapat menginfiltrasi perpolitikan di Indonesia. Tetapi saya jamin, membangkitkan PKI untuk memperoleh kekuasaan pasti tidak akan berhasil.
Menimbang Rekonsiliasi Nasional
Sampai saat ini sungguh masih ada warga negara Indonesia yang mengalami ketidakadilan karena orang tuanya atau kakek-neneknya adalah anggota PKI, ormas PKI atau simpatisan PKI. Mereka mengalami pengucilan dan diskriminasi. Di beberapa tempat, mereka masih dilarang untuk menjadi aparat sipil negara atau meniti karier dalam kemiliteran. Stigma komunis dapat digunakan dalam kampanye hitam terhadap seseorang, bahkan Presiden Joko Widodo pun pernah dicap sebagai komunis oleh lawan politiknya.
Ketidakadilan akan membuahkan dendam, dan rekonsiliasi nasional terhadap orang-orang yang menderita karena orang tua atau kakek-neneknya terkait PKI perlu dilakukan. Orde Baru telah membantai 500.000 – 2 juta orang PKI dan yang terkait PKI, jumlah anak-cucu mereka tidaklah sedikit. Kalau rekonsiliasi nasional dilakukan, negara dan bangsa bisa mendapatkan aset yang berharga untuk kemajuan bangsa.
Memang terjadi polemik tentang perlunya negara meminta maaf kepada anak-cucu PKI. Agus Sunyoto menyatakan bahwa rekonsiliasi di tingkat akar rumput sudah lama terjadi [15]. Di lain pihak, Taufik Ismail juga sudah angkat bicara memrotes wacana meminta maaf kepada PKI [16]. Pihak yang kontra terhadap rekonsiliasi nasional beralasan sejarah kekejaman PKI seputar peristiwa pemberontakan Madiun. Mereka adalah orang-orang yang belum move on. Pelaku kekejaman Madiun sudah ditumpas habis dan pemimpin-pemimpinnya sudah dieksekusi. Sudah selesailah pertanggungjawaban mereka di dunia ini.
Rekonsiliasi nasional perlu dilakukan bukan dengan meminta maaf kepada PKI (lagipula secara resmi PKI memang sudah tidak ada di Indonesia), melainkan kepada keluarga korban yaitu seluruh rakyat Indonesia yang kehilangan anggota keluarganya terkait peristiwa 1965-1966, dan kepada rakyat Indonesia yang mengalami diskriminasi karena orang tua atau kakek-neneknya dianggap terlibat PKI. Korban pembantaian 1965-1966 bukan hanya anggota PKI, tetapi juga rakyat Indonesia yang dituduh PKI, dan warga Indonesia keturunan Cina. Indonesia sebagai bangsa yang adil dan beradab harus berhenti menghukum orang yang bukan pelaku kejahatan, harus berhenti menghukum seseorang karena kesalahan orang tua atau kakek-neneknya.
Rekonsiliasi itu penting tetapi sebenarnya yang lebih penting adalah meluruskan sejarah terlebih dahulu. Polemik yang ada saat ini adalah akibat persepsi masyarakat yang berbeda-beda dan bingung. Pemerintah seharusnya melakukan kajian sejarah G30S secara resmi, berdasarkan hasil kajian tersebut melakukan klarifikasi sejarah, barulah kemudian meminta maaf kepada korban.
Penutup
Sebenarnya dalam momen 50 tahun setelah peristiwa G30S, saya baru mendapatkan beberapa informasi yang menarik tetapi belum sempat saya tuangkan dalam tulisan. Di antaranya adalah sebuah film dokumenter yang ditayangkan oleh NPO NL tanggal 25 September 2015 yang lalu tentang peran Pater Joop Beek, seorang pastor Belanda dalam rangkaian peristiwa 1965-1966 [17]. Kemudian pada riset saya, saya juga sempat membaca sepintas tentang wawancara Benedict Anderson dan Arief Jati terhadap Sersan Mayor Boengkoes, seorang anggota pasukan Cakrabirawa [18]. Terlalu naif kalau kita menutup mata terhadap pandangan-pandangan luar negeri terhadap peristiwa 1965-1966. Tidak mungkin kita menggunakan pandangan-pandangan dalam negeri yang cenderung bias dan parsial tanpa melakukan kroscek terhadap pandangan peneliti-peneliti dari dunia internasional.
Saya mengajak segenap pembaca untuk mengawasi dan mewaspadai ideologi komunisme yang akan menginfiltrasi perpolitikan Indonesia. Jangan sampai terjadi lagi pemberontakan PKI jilid 2, lebih jauh lagi, jangan sampai terjadi pemberontakan yang dikarenakan ideologi radikal. Selain kebangkitan PKI, sebenarnya kita juga bisa melihat gejala kebangkitan DI/TII, bahkan di kalangan Kompasianer dapat dilihat gejala tersemainya pemikiran-pemikiran ini. Mari kita waspadai gerakan kelompok-kelompok tertentu yang berusaha mengganti Pancasila sebagai ideologi negara.