Mohon tunggu...
Indra Darmawan
Indra Darmawan Mohon Tunggu... Administrasi - Reguler Citizen

Ciptaan Tuhan | Greedy for Knowledge | Peaceful Life Seeker | Author of My Life's Story

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ekonomi Ilmu Sedih (?)

16 Oktober 2015   01:00 Diperbarui: 16 Oktober 2015   01:53 676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun demikian ada pula ulama yang menafsirkan maa kataba Allah lakum bukan sebagai anak. Ath-Thabari dalam tafsirnya mengutip pendapat Ibnu Zaid yang memaknai maa kataba Allah lakum sebagai jimak/hubungan badan, sedangkan Qatadah menganggap sebagai 'apa-apa yang telah dihalalkan untukmu.' Ibnu ‘Abbas dalam kesempatan yang lain menafsiri maa kataba Allah lakum sebagai malam lailatul qadr.   

Justifikasi Empiris

Ambilah penafsiran ayat ‘apa yang telah ditetapkan Allah untukmu’ sebagai anak. Hal ini akan berimplikasi baik secara langsung atau tidak langsung pada pertambahan populasi penduduk dan tidak sejalan dengan pandangan Malthus karena berpotensi menimbulkan kemiskinan akibat terbatasnya sumber daya alam atau pun pangan.

Namun demikian dari perspektif sejarah, kemiskinan terjadi lebih disebabkan karena praktik perbudakan dan penjajahan atau kolonialisme (bukan karena jumlah penduduk yang berlebih), demikian yang diungkapkan Phil Bartle. Selain itu –lanjut Bartle– kemiskinan terjadi karena faktor alam dan faktor non-alam. Faktor alam seperti penyebaran penyakit (disease) atau pun kondisi lingkungannya. Adapun faktor non-alam melibatkan tata kelola ekonomi yang buruk akibat sikap ketidakpedulian lingkungan sosial dan pemerintah yang koruptif (ignorance, dishonesty, apathy, dependency).  

Bahkan kondisi populasi berlebih pada saat tertentu akan memiliki benefit ekonomi tersendiri bagi suatu negara. Kondisi pertumbuhan populasi yang meningkat akan menghadirkan lebih banyak tenaga kerja yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas suatu negara. Contohnya, dividen pertumbuhan ekonomi Kenya sekarang ini merupakan implikasi langsung dari meningkatnya populasi penduduk dengan tipe piramida penduduknya yang muda.   

Sedikit banyak, Indonesia juga mengalami hal yang sama secara fundamental. Akan tetapi karena tata kelola yang buruk, apa yang bisa menjadi peluang malah menjadi halangan. Contohnya, isu pangan di Indonesia bisa diselesaikan dengan tata kelola agraria yang lebih baik. Sehingganya, kebijakan-kebijakan nir-ekonomis seperti impor bahan pangan dapat dihindarkan. Malah sebaliknya secara teoritis, jumlah penduduk Indonesia yang banyak bisa menjadi keunggulan untuk menggenjot produktivitas pertanian. Namun kendalanya berada pada sisi efisiensi produktivitas agraria yang sekarang ini masih terjadi. Pada akhirnya, produktivitas yang tidak efisien sementara tingkat konsumsinya (semakin) besar jalan pintas yang diambil adalah impor.  

Ekonomi Ilmu yang Bermanfaat

Ilmu ekonomi adalah ilmu yang bermanfaat karena desain utamanya adalah untuk mencari solusi atas pemetaan masalah yang dihadapi. Pada akhirnya, ilmu ekonomi bukanlah ilmu yang sedih karena selain memprediksi kemuraman-kemuraman, ianya juga pada saat yang bersamaan menampilkan beragam solusi alternatif. Misalnya kasus populasi berlebih memiliki solusi alternatif dengan pengembangan teknologi pangan yang lebih mutakhir guna menunjang efisiensi produktivitas. Kendati demikian, keanekaragaman solusi tersebut tidak ada yang mampu menggaransi kemujarabannya. Jika tidak mujarab, berarti tidak berhasil, dan kembali lagi ke sedih. Lho kok?

Ditulis dalam rangka turut menggembirakan event perlambatan ekonomi dunia yang sedang berlangsung... Hehe... 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun