Menarikanya, ide untuk Indonesia membentuk Mahkamah Konstitusi sudah muncul sejak negeri ini sedang di fase merdeka.
Pasa sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI), Mohamad Yamin sempat usulkan ada lembaga untuk tangani masalah konstitusi.
Namun, usul ini dimentahkan oleh Soepomo. Pengacara yang kemudian jadi Menteri Kehakiman ini punya alasan kuat mengapa menolak usul Yamin.
Salah satu alasan kuat itu ialah, menurut Soepomo, belum banyak ahli hukum di Indonesia yang mampu tangani judicial review atau menguji undang-undang.
Selain itu, Soepomo berpandangan bahwa konsep undang-undang dasar di Indonesia ialah pemisahan kekuasan. Perdebatan kedua tokoh bangsa ini sempat diulas oleh Ketua MK Hamdan Zoelva pada 10 September 2014.
Hamdan Zoelva seperi dilansir dari laman resmi MK dalam orasi ilmiah di Pekan Konstitusi ke-7 di Sawahlunto, Sumatera Barat mengatakan ialah Moh Yamin yang jadi pemikir pertama dibentuknya MK di Indonesia.
"Ide pertama untuk memunculkan MK di Indonesia keluar dari pemikiran Mister M. Yamin," jelas Hamdan.
Namun ide M Yamin ini terus bergulir hingga akhirnya muncul amandemen konstitusi yang tertuang dalam Pasal 24 ayat (2), Pasal 24C, dan Pasal 7B Undang-Undang Dasar 1945 hasil Perubahan Ketiga yang disahkan pada 9 Nopember 2001.
Di awal, Mahkamah Agung menjalankan fungsi MK untuk sementara seperti tertuang dalam Perubahan Ketiga UUD 1945, sebagaimana diatur dalam Pasal III Aturan Peralihan UUD 1945 hasil Perubahan Keempat.
Melalui pembahasan mendalam pemerintah dan DPR, pada 13 Agustus 2003 keluar UU Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
Dua hari setelahnya, 15 Agustus 2003, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono teken Keputusan Presiden Nomor 147/M tahun 2003 tentang pengangakatan hakim konstitusi.