Mohon tunggu...
Galih Prasetyo
Galih Prasetyo Mohon Tunggu... Lainnya - pembaca

literasi

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Musim 2017-18 Jadi Pertanda Messi Bakal Jadi Masalah Terbesar Barca

4 September 2020   22:44 Diperbarui: 4 September 2020   22:40 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Trio MSN | soccerladuma

Barcelona kembali jadi trending di bursa transfer 2020-21. Kondisi serupa juga pernah terjadi pada musim 2017-2018. 

Untuk penyebab di tahun ini apalagi kalau bukan soal rumor kepindahan si megabintang Barca, Lionel Messi. Sedangkan di 2017-18 penyebabnya tentu saja kepindahan Neymar ke Paris Saint Germain (PSG) tapi masih ada hubungannya dengan Messi.

Saat itu kepindahan Neymar dikaitkan dengan Lionel Messi. Messi dianggap jadi 'penyebab' keengganan Neymar bertahan di Nou Camp. Sontak saja hal ini membelah pendapat suporter Barcelona, ada yang merelakan kepergian Neymar dan lebih memilih Messi untuk dipertahankan, tapi ada juga suara-suara yang menginginkan untuk Messi bersikap lebih santun sebagai pemain andalan Barcelona dan tak memperkeruh suasana.

Yang menarik kemudian adalah munculnya suara-suara di kalangan suporter Barcelona yang menganggap Messi bak seorang Dewa dan tak tergantikan. Banyak suara yang menyebut Barcelona jangan sampai kehilangan Messi karena merasa La Pulga ialah segalanya. Sederhananya Messi ialah Barcelona dan Barcelona ialah Messi. Fakta yang kemudian menjadi minus di tahun ini.

Bagaimana tidak, si dewa kini enggan dan ingin segera angkat koper dari Nou Camp. Ungkapan bahwa Messi ialah Barcelona ialah hal wajar. Berkarier secara profesional sejak 2004 setelah sebelumnya menimba ilmu di La Masia, Leo sudah memberikan banyak gelar untuk publik Catalan.

Leo memang megabintang bagi publik Nou Camp. Kebintangannya bahkan bisa dikatakan melebihi seniornya di Barcelona seperti Maradona, Hristo Stoichkov, Romario, Ronaldo bahkan Ronaldinho.

Namun jika kita berkaca pada filosofi dasar sepakbola bahwa permainan ini ialah permainan tim, melebihkan Messi sebagai satu aktor tunggal dibalik kejayaan Barcelona terlalu berlebihan. Real Madrid pernah merasakan betul bagaimana mengumpulkan pemain dengan status megabintang tidak membuat klub itu memiliki pondasi yang kuat sebagai tim sepakbola.

Prestasi memang dengan 'mudah' diraih namun jangan lupakan bagaiamana skema dan program jangka panjang tim juga jadi bagian tak terpisahkan untuk membangun satu tim. Memang terlalu mengkultuskan Messi sudah jadi bagian dari Barcelona, tidak hanya suporter, manajemen Barcelona bahkan tak segan untuk memecat direksi yang mengkritik Messi.

Hal itu yang dirasakan oleh salah satu direksi Barcelona, Pere Gratacos. Pada Januari 2017 lalu, Gratacos dipecat dari jabatannya hanya karena menyebut bahwa Messi tidak akan bermain bagus tanpa bantuan dari seorang Xavi, Iniesta, Neymar, Suarez, dan pemain Barcelona lainnya.

"Leo adalah salah satu pemain paling penting dalam tim, tapi Barcelona menang karena seluruh tim. Leo tanpa Neymar, tanpa Suarez, tanpa Iniesta, tanpa Pique, tanpa pemain lain, tidak akan menjadi pemain yang sama bagusnya. Walau jelas dia adalah pemain terbaik," ucap Gratacos seperti diberitakan Marca.

Apa ada yang salah dengan pernyataan itu? Pihak Barcelona menganggap pernyataan Gratacos tidak sesuai dengan kebijakan klub hingga memutuskan untuk memecatnya. Saat ini Gratacos mungkin saja tersenyum puas, pejabat yang memecatnya kini dibuat keki oleh tingkah Messi.

Barcelona atau orang segilintir di Barcelona termasuk para suporter yang begitu mendewakan Messi sepertinya harus kembali mempelajari bagaimana sosok Sir Alex Ferguson atau Fabio Capello mengatasi pemain dengan status megabintang. Sir Alex misalnya, ia tak segan-segan untuk mendepak pemain megabintang jika kelakuannya sudah 'membahayakan' tim secara keseluruhan.

Aksi lempar hair drayer ke David Beckham yang berujung hengkangnya Becks ke Real Madrid ialah satu ketegasan Sir Alex terhadap pemain yang bisa merusakan keutuhan tim. Fabio Capello pun tak ambil pusing dan jatuhi sanksi tegas pada pemain yang sudah lebih besar daripada tim, November 2006 lalu Cassano mendapati bagaimana Capello tak bisa kompromi untuk urusan satu ini.

Memang beda Messi dengan Beckham serta Casanno, Messi tidak se-casanova Becks kala berulah di Old Trafford dan membuat Sir Alex kesal, pun Messi tidak seliar Cassano yang berani melawan Capello, namun sikap Messi yang bebas dengan sesuka hati meminta manajemen membeli pemain anyar sesuai pilihannya dan menyarankan manajemen menolak usulan Neymar untuk rekrut Coutinho, kadarnya Messi justru lebih merusak.

Maka tidak mengherankan jika Pep Guardiola pernah berujar bahwa sosok Messi tidak akan pernah akur andai ia dilatih oleh pelatih yang sangat keras untuk urusan tim dibanding satu pemain, Pep mencontohkan nama legenda hidup Barcelona, Johan Cruyff.

 "Saya yakin akan ada konflik antara Messi dan Cruyff. Mereka akan terlibat banyak perselisihan sebagai masa penyesuaian." kata pelatih Man City itu seperti dikutip dari Marca

Andai saya Ernesto Valverde

Pelatih anyar Barca, Ronald Koeman tentu saja saat ini bersikap lebih keras dibanding Setien ataupun Ernesto Valverde. Nama terakhir tentu merasakan polemik soal siapa yang harus ia pertahankan, Messi atau Neymar.

Valverde pada 2017-18 tentu dihadapkan pada kondisi pelik. Di satu sisi, ia tentu ingin mempertahankan skuat Barca dari musim sebelumnya. Namun melihat tingkah terakhir Neymar saa itu tentu persatuan tim juga harus diutamakan.

Terlepas dari itu, andai saya seorang Valverde pada saat itu, justru saya lebih memilih untuk menyodorkan Neymar dengan kontrak bernilai besar dan menuruti permintaannya untuk merekrut Coutinho serta yang terakhir mendepak Lionel Messi dari Nou Camp. Keputusan ini tentu tidak populis namun justru lebih memiliki proyeksi jangka panjang untuk tim Catalan.

Dengan usia yang memasuki 30 tahun, kebintangan seorang Messi tentu sudah tinggal hitungan jari. Belum lagi jika diukur soal kontrak yang saat ini jadi polemik terbesar masa depan La Pulga. Bandingkan dengan Neymar dan Coutinho yang masih berumur 28. Keduanya masih memiliki rentang waktu cukup panjang untuk terus berkarier dan memberikan prestasi ke Barcelona.

Belum lagi jika kita bicara soal kasus di luar sepakbola yakni kasus penggelapan pajak. Jika saya Valverde di tahun itu tentu lebih memilih Neymar yang sudah dibebaskan dari kasus penggelapan pajak. Dikutip dari goal.com, pengadilan di Brasil telah resmi menutup kasus Neymar.

"Kasus tersebut telah resmi ditutup, dengan demikian itu membuktikan keabsahan dari setiap tindakan yang kami lakukan." kata ayah Neymar.

Bagaimana dengan Messi? Meski sudah terbebas dari kasus pajak, Messi lepas dari jerat hukum karena bersedia membayar denda sebesar 250 ribu euro. Sebelumya seperti diberitakan AS, Messi mendapat hukuman 21 bulan penjara karena kasus penggelapan pajak.

Tidak hanya Messi, sang ayah, Jorge juga mendapat hukuman karena kasus ini. Namun sama dengan sang ayah, Jorge memilih untuk membayar denda ketimbang mendekam di penjara selama 15 bulan.

Dari paparan di atas, tentu pilihan membuang Messi dan mempertahankan Neymar harusnya diambil manajemen Barca di 2017-18. Andai keputusan itu yang diambil, Barca tak merugui seperti kondisi yang mereka alami saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun