Mohon tunggu...
Galih Prasetyo
Galih Prasetyo Mohon Tunggu... Lainnya - pembaca

literasi

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Mental Ultras Bukan Mental Kriminalitas

12 Oktober 2018   18:06 Diperbarui: 12 Oktober 2018   18:10 988
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fratria | radikal.ru

Membicarakan kelompok pendukung sepakbola memang tak pernah ada habisnya. Bagi publik sepakbola sendiri ada pemisahan antara kelompok suporter itu sendiri, ada yang menyebut diri mereka ultras, ada juga yang menyebut diri mereka hooligan. Kekinian bahkan ada juga yang mengatakan diri mereka ialah casual.

Apa perbedaan dari ketiga sebutan tersebut? Sepanjang sepengetahuan saya, ketiga sebutan itu memang memiliki perbedaan arti. Di mulai dari casual, casual sendiri merupakan budaya atau kultur di kalangan suporter Inggris yang biasa disebut hooligan.

Yang membedakan casual dengan hooligan secara kasat mata ialah soal gaya mereka berpakaian. Mayoritas casual ialah mereka yang memiliki style modis dengan merk mahal, hal ini dilakukan oleh mereka untuk mengelabui pihak keamanan jika terjadi kericuhan di sepakbola.

Namun tak semua hooligan ialah casual, karena faktanya masih ada hooligan yang tetap mempertahankan budaya lama, yakni bergaya sesuai dengan keinginan mereka, mau rapi, lusuh, modis, atau bahkan hanya bertelanjang dada dengan tak lupa membawa gelas plastik bir serta wajah yang sudah memerah karena mabuk.

Sedangkan untuk ultras sendiri merupakan budaya di sepakbola Italia untuk kelompok suporter yang lebih mengedepankan aksi kreatifitas untuk mendukung klub kesayangan. Nah perbedaan antara hooligan dan ultras ialah dari bentuk dukungan kepada klub kebanggaan. Hooligan biasanya melakukan aksi teror bagi pendukung lawan, sedangkan ultras seperti disebutkan di atas, lebih ke kreatifitas.

Meski casual, hooligan, dan ultras merupakan kultur budaya dari sepakbola Italia dan Spanyol, sejumlah suporter di banyak belahan dunia lain termasuk di Indonesia juga berkiblat pada mereka, namun kelompok dari negara lain memasukkan kultur budaya mereka sendiri dan menyeimbangkannya.

Tentu saja tak semua budaya dari ultras dan hooligan dari Inggris atau Italia ditiru oleh kelompok suporter di negara lain. Di Indonesia, tentu saja tak bisa meniru gaya dari hooligan Inggris yang bertelanjang dada sambil memegang gelas bir saat mendukung tim kesayangan, resikonya tentu saja diciduk aparat keamanan -- meski tak menutup kemungkinan masih budaya menenggak alkohol selalu dilakukan suporter di Indonesia sebelum menonton laga tim kesayangan di stadion --.

Salah satu kelompok ultras yang tak serta merta juga mengikuti budaya ultras di Italia bisa kita lihat dari kelompok suporter garis keras dari Rusia, Fratria. Fratria merupakan kelompok ultras pendukung klub Spartak Moskow. Fratria sendiri merupakan bahasa Yunani yang berarti persahabatan.

Ada yang menarik dari kelompok yang masih berusia muda ini. Mereka terbentuk pada 2005 silam. "Kelompok ini didirikan pada 28 Oktober 2005 di sebuah pub di Moskow. Tujuannya kelompok ini didirikan ialah untuk meningkatkan dukungan kepada Spartak dengan cara yang lebih terorganisir," kata Pavel, salah satu dedengkot Fratria seperti dikutip dari thesefootballtimes.co

Jika disebut di atas bahwa kultur dari ultras di Italia lebih menekankan pada kreatifitas saat mendukung tim kesayangan, Fratria juga mengambil budaya dari hooligan dalam urusan meneror tim lawan. Meski dikenal sebagai kelompok suporter yang selalu berurusan dengan aparat keamaan, Fratria memiliki slogan yang wajib dipatuhi oleh para anggotanya yakni "Mental Ultras bukan Mental Kriminalitas".

Fratria tidak sekedar bernyanyi dan membakar flare saat Spartak bertanding, mereka melakukan hal yang lebih positif, semisal membuat toko bernama Magazin Fratria. Toko ini menjual segala merchendise Spartak Moskow, mulai dari jersey, kartu pos, lencana, stiker hingga kalung anjing.

Atas sepak terjangnya yang total mendukung Spartak serta usaha kreatif mereka, Fratria saat ini menjadi salah satu pendukung terkuat Spartak setelah The Aliens, kelompok pendukung Spartak lain yang juga memiliki basis pendukung terbanyak. Pavel menyebut bahwa jika ingin membela klub tidak harus menghancurkan atau membuat malu nama klub, apalagi jika klub tengah bermain di kandang.

Pavel bahkan mencontohkan praktek sederhana yang biasa diajarkan para anggota Fratria untuk urusan mencintai klub yakni jangan pernah meninggalkan spanduk dukungan di stadion, "Jangan pernah kehilangan atau meninggalkan spanduk Anda, itu akan sangat memalukan jika itu dicuri suporter tim lawan," kata Pavel.

Bicara soal spanduk dukungan, Fratria selalu memiliki pesan-pesan tersirat yang mereka tujukan bisa kepada siapa saja. Bisa ke klub lawan, pemain, atau kritikan kepada manajemen. Pesan atau gambar yang disampaikan pun lebih tersirat dibanding tersurat. Seperti spanduk Fratria yang ditunjukkan saat lawan mealwan CSKA Moskow beberapa tahun lalu.

Di spanduk itu, Fratria menuliskan kalimat "If the heart does not beat, honour is not sold out", kalimat itu mereka tujukan kepada manajemen klub sebagai bentuk kritik. Lalu ada juga spanduk bertuliskan, ""Dima Where is the Honor" yang ditujukan kepada pelatih Spartak, Dmitry Alenichev yang pada musim 2016 lalu menjadi pelatih dan gagal membuat Spartak menjadi tim kuat.

Karya-karya dalam spanduk ini dirancang secara serius oleh sejumlah anggota Fratria. Idenya berasal dari semua anggota Fratria. Biasanya dalam rentang waktu 1 bulan, 4-5 orang anggota Fratria akan duduk bareng membicarakan tema untuk spanduk, mereka berdiskusi dan memutuskan tema spanduk terbaik untuk dibentangkan saat Spartak Moskow bertanding.

Kesimpulannya, apa yang dilakukan oleh anggota dari kelompok ultras sepakbola Rusia ini mengikis stigma di masyarakat bahwa mereka yang tergabung di kelompok suporter selalu identik dengan aksi kekerasan. Mereka tetap mempertahankan semangat persaingan dengan kelompok suporter lain namun tidak melupakan slogan mereka bahwa mental ultras bukanlah mental kriminalitas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun