Ada sejumlah pihak di negaranya yang tak suka dengan aktifitas Manneh dan Keita membuat pelatihan sepakbola untuk anak muda demi terhindar dari virus HIV/AIDS. "Saya menghabiskan malamn di sel yang sangat bobrok penuh dengan nyamuk dan penyakit," kata Keita seperti dilansir dari allafrica.com
Beruntung Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) turun tangan dan memberika suaka kepada kedua pesepakbola ini. Meski sebenarnya suaka politik ini juga pilihan tak mengenakkan karena artinya kedua pesepakbola ini harus terusir dari negaranya sendiri karena melakukan hal positif.
Tak hanya soal virus HIV/AIDS, virus Ebola juga jadi hal yang mengungkung para pesepakbol di Afrika. Laporan dari Jim Tuttle di theplayerstribune.com memaparkan bagaimana kejamnya penyebaran virus Ebola yang mematikan ruang gerak anak muda di Afrika.
Dalam laporan yang difokuskan ke negara George Weah, Liberia tersebut saat pertama kali munculnya virus Ebola pada 2014, pemerintah Liberia mengeluarkan aturan yang melarang warganya beraktifitas diluar ruangan. Seketika kota-kota di Liberia menjadi kota hantu.
Namun ditengah serangan berbahaya daripada serangan teroris, sejumlah orang di Liberia memberanikan diri mempertaruhkan nyawa mereka untuk tetap menjalankan budaya di Liberia, bermain sepakbola.
Wajah-wajah penuh semangat dan antusias terlihat jelas di laki dan perempuan saat mereka berbondong-bondong datang ke lapangan sepakbola. Lapangan yang terlihat seperti kubangan kerbau di tengah sawah. Berlumpur dan basah.
Sepakbola jadi 'obat' mujarab bagi mereka dari virus Ebola. Sepakbola buat mereka tak gentar meski esok atau beberapa hari lagi bisa masuk rumah sakti dan merenggang nyawa karena Virus Ebola. Para pemuda di Liberia ini seolah berkata, "virus ebola tak membuat kami berhenti main sepakbola".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H