Seni lawak ala komedi tunggal stand up comedy jadi tren tersendiri akhir-akhir ini. Masyarakat sepertinya sudah bosan dengan seni lawak yang itu-itu saja dan coba beralih dengan menyukai seni lawak para komika - sebutan untuk orang yang melakukan stand up comedy.
Saya sendiri termasuk orang yang baru suka stand up comedy. Saya merasa stand up comedy merupakan seni lawak yang materinya sangat berisi, sangat jauh berbeda dengan seni lawak yang isinya hanya berisi materi hinaan dan aksi teatrikal tak mendidik.
Di stand up comedy, komika yang lucu menurut versi saya ialah komika yang mampu membawakan materi stand up dengan kejujuran. Kisah yang ia ceritakan saat melakukan stand up berisi kegelisahan, kegundahan, dan sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari.
Set up cerita yang ia bangun tidak membuat saya jadi berpikir apakah itu sebuah rekaan atau khayalan namun memang murni terjadi oleh dirinya atau fenomena yang sering kita alami atau kita lihat di tengah masyarakat.
Set up itu kemudian menjadi lucu saat punchline yang disampaikan komika itu di luar pemikiran saya, atau mendekati.
Akhir-akhir ini saya tengah menyukai salah satu komika asal Bandung, Didi Sunardi atau yang akrab di sapa kang Didi.
Komika yang kesehariannya bekerja sebagai kuli bangunan ini bagi saya memiliki materi stand up yang sangat berbobot dan sangat lucu.
Bagaimana tidak, sebagai seorang komika, kang Didi membangun set up ceritanya dari kisah pahit yang ia rasakan sebagai seorang kuli bangunan. Punchline-nya pun sangat pecah, atau kompos gas.
Di salah satu ajang pencarian komika, SUCI 7, kang Didi membawakan materi stand up comedy dengan sangat cerdas dan penuh kejujuran.
Materinya sangat sederhana bercerita tentang susahnya kehidupan dirinya sebagai seorang kuli bangunan, mulai dari sang anak yang tak pernah ia ajak pergi ke Dufan, pusingnya ia saat liburan sekolah, kesalnya ia dengan iklan yang ada di televisi, hingga perasaannya saat sudah tenar dijuluki sebagai artis kuli bangunan.
Ada satu istilah yang sering digunakan oleh Indro Warkop, salah satu juri di SUCI 7. Om Indro mengatakan bahwa bangsa yang besar ialah bangsa yang berani mentertawakan dirinya sendiri. Itulah fungsi stand up, bukan menyampaikan fenomena dan kritik dengan kejujuran dan gaya lelucon.