Kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik bertumbuh dengan pesat pada era digital. Penggunaan jaringan internet yang dapat dijangkau melalui smartphone dalam gengaman tangan, memberikan kemudahan, kecepatan, dan kepraktisan bagi para penggunanya sehingga mampu mengubah kebiasaan masyarakat secara umum dalam melakukan aktivitas perdagangan, yang semula dilakukan secara offline melalui outlet fisik, kini dilakukan secara online melalui berbagai media penjualan online yang mudah diakses. Tak hanya menguntungkan bagi konsumen karena kemudahan, kecepatan, dan kepraktisannya, tetapi juga menguntungkan bagi pelaku usaha, sebab memberikan peluang untuk dapat memperluas target market dengan biaya yang efisien.
Di Indonesia sendiri, perdagangan melalui sistem elektronik bertumbuh sangat pesat. Menurut data yang dirilis Badan Pusat Statistik di tahun 2020, sekitar 90% unit usaha di Indonesia melakukan perdagangan melalui sistem elektronik, dan sisanya hanya 10% yang tidak melakukan perdagangan melalui sistem elektronik.
Sebagai respon dari fenomena ini, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, dan Penyetoran, Serta Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean Melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Aturan-aturan terkait perdagangan elektronik ini bertujuan agar tercipta asas keadilan dalam kebijakan perpajakan bagi semua Wajib Pajak, yakni Wajib Pajak yang berada dalam keadaan yang sama harus dikenakan beban pajak yang sama dan adil, baik yang melakukan perdagangan konvensional maupun yang melakukan perdagangan melalui sistem elektronik. Sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku, antara lain bahwa pada dasarnya Pajak Penghasilan dikenakan atas tambahan kemampuan ekonomis, dan Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan barang dan jasa kena pajak. Maka secara hakikatnya tidak ada perbedaan perlakuan perpajakan antara penghasilan maupun penyerahan barang dan jasa kena pajak dalam perdagangan konvensional dengan yang melalui sistem elektronik.
Apabila asas keadilan dalam kebijakan perpajakan tidak tercipta, maka akan terjadi ketidakseimbangan persaingan antar Wajib Pajak akibat pembebanan kewajiban perpajakan yang tidak merata. Oleh karena itu, pajak perdagangan melalui sistem elektronik dapat digunakan sebagai alat pemerataan pendapatan masyarakat.
Selain itu, transaksi perdagangan elektronik telah mendominasi pasar nasional, sehingga untuk mencapai pendapatan pajak yang maksimal, pemerintah perlu melakukan regulasi guna melakukan pemungutan pajak atas perdagangan elektronik. Dari perspektif pajak sebagai sumber utama pendapatan negara, dikeluarkannya peraturan perpajakan perdagangan melalui sistem elektronik diharapkan dapat memperkuat kemampuan pemerintah dalam membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan negara.
Regulasi yang dimuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 antara lain mencakup ketentuan mengenai pihak - pihak yang melakukan perdagangan melalui sistem elektronik, dan kewajiban pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik.
Dalam beberapa poin, terlihat bahwa Peraturan Pemerintah ini menyasar pelaku usaha luar negeri yang secara aktif melakukan penawaran dan/atau melakukan perdagangan elektronik kepada Konsumen yang berada di Indonesia. Misalnya saja dalam pasal 7 ayat (3) Peraturan Pemerintah tersebut diatur mengenai kewajiban Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) luar negeri yang memenuhi kriteria tertentu untuk menunjuk perwakilan yang berkedudukan di Indonesia yang dapat bertindak sebagai dan atas nama Pelaku Usaha tersebut. Aturan tersebut dapat diinterpretasikan sebagai bentuk usaha pemerintah dalam melakukan penagihan pajak terhadap pelaku usaha asing yang mendapatkan penghasilan dari Indonesia, namun tidak berkedudukan di Indonesia. Lebih lanjut, tata cara penunjukan pemungut, pemungutan, dan penyetoran, serta pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas transaksi - transaksi tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48 Tahun 2020.
Dalam poin - poin selanjutya, terlihat bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 menyasar kegiatan perdagangan elektronik melalui penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik. Peraturan ini mengatur secara rinci kewajiban penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik dalam mensupport data terkait perdagangan elektronik yang terjadi melalui penyelenggara tersebut. Dapat terlihat pada pasal 25, dimana terdapat kewajiban penyelenggara perdagangan elektronik tersebut untuk menyimpan data perdagangan elektronik yang terkait dengan transaksi keuangan selama jangka waktu minimal 10 tahun sejak data dan informasi diperoleh, serta data perdagangan elektronik yang tidak terkait dengan transaksi keuangan selama jangka waktu minimal 5 tahun sejak data dan informasi diperoleh. Dengan adanya peraturan ini, maka pemerintah dapat melakukan penagihan pajak atas transaksi perdagangan melalui sistem elektronik berdasarkan supporting data yan disediakan oleh penyelenggara perdagangan elektronik.
Dua poin diatas cukup menggambarkan usaha maksimal yang dikerahkan pemerintah untuk dapat melakukan penagihan pajak atas transaksi perdagangan melalui sistem elektronik. Akan tetapi, fakta di lapangan boleh jadi menggambarkan situasi yang lebih sulit, sehingga ketimpangan dalam pemajakan perdagangan melalui sistem elektronik masih dapat terjadi antar Wajib Pajak. Lebih jauh, upaya optimalisasi pendapatan pajak yang menjadi sumber utama pendapatan negara pun belum dapat dicapai dengan maksimal.
Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 memang dapat mempermudah pemerintah untuk melakukan penagihan pajak terhadap kegiatan perdagangan elektronik yang dilakukan melalui penyelenggara perdagangan elektronik, seperti marketplace. Akan tetapi, menurut data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) di tahun 2019, penggunaan marketplace sebagai media perdagangan elektronik hanya mewakili 14% saja dari seluruh perdagangan elektronik di Indonesia, sedangkan media yang paling banyak digunakan, seperti pesan instan dan media sosial belum dapat diakomodasi penagihan pajaknya oleh Peraturan Pemerintah ini, atau paling tidak belum ditemukan mekanisme tang tepat untuk dapat menagih pajak atas transaksi perdagangan melalui media tersebut.
Pemerintah dalam hal ini perlu melakukan evaluasi terhadap efektivitas, responsifitas dan ketepatan atas implementasi Peraturan Pemerintah ini, sehingga pemerintah dapat menemukan mekanisme yang lebih tepat dan efektif dalam mencapai tujuan dari pemajakan perdagangan melalui sistem elektronik ini.
Melakukan pemajakan atas transaksi perdagangan elektronik merupakan tantangan yang hadir seiring pesatnya perkembangan teknologi dunia. Upaya demi upaya, pertentangan demi pertentangan agaknya lumrah untuk terjadi dalam setiap pembaharuan. Namun demikian, semangat yang mendasar dari pemungutan pajak itu sendiri  kiranya menjadi tumpuan dalam setiap langkah pembaharuan.
Source :
Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.03/2020
https://www.bps.go.id/publication/2020/12/24/2548417ddc6dab8247553124/statistik-e-commerce-2020.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H