Mohon tunggu...
indira
indira Mohon Tunggu... Lainnya - E-Cerpen

A student of Binus University 2021. Broadcasting major and communication department.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Toleransi di Balik Nisan Salib yang Dipotong

8 Januari 2019   13:05 Diperbarui: 8 Januari 2019   13:10 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Purbayan, Yogyakarta. Sebuah foto nisan salib yang sudah terpotong bagian atas nya sehingga hanya terlihat seperti membentuk huruf 'T' di sebuah makam mendadak viral di berbagai sosial media, khusus nya di Twitter dan Instagram.

Foto yang menuai banyak kontroversi itu kemudian diketahui adalah makam dari almarhum warga bernama Albertus Slamet Sugiardi yang bertempat tinggal di Kampung Muslim, Purbayan, Kota Gede, Yogyakarta.

Ketika foto tersebut tersebar luas di media sosial, banyak orang, khususnya netizen yang dibuat heran, dan tidak sedikit juga yang langsung merasa terheran-heran ketika melihat foto tersebut. Seperti salah satu akun Instagram dengan username @memecomickristen yang mengunggah foto salib tersebut dengan diberikan tulisan:

"Kami umat Kristen tidak bersedih karena salib yang dipotong, sebab bagi kami itu hanya simbol yang mengingatkan kami akan kasih & pengorbanan Tuhan Yesus kami. Kami bersedih karena peristiwa ini telah menambah kasus intoleransi di Indonesia. Kami bersedih karena kasih sudah menjadi dingin di negeri ini. Tuhan, ajar kami untuk membagikan kasih bahkan di tengah-tengah dunia yang penuh kebencian sekalipun."

Menanggapi kontroversi tersebut, salah satu tokoh masyarakat kampung Muslim bernama Bedjo Mulyono membantah pernyataan yang mengatakan bahwa warga kampung Muslim tidak memiliki toleransi terhadap warga beragama lain yang tinggal di kampung itu.

Bedjo mengatakan bahwa warga Kampung Muslim justru begitu menghargai toleransi, terbukti dengan sikap warga yang bersedia untuk membantu prosesi pemakaman almarhum Albertus Slamet Sugiardi hingga selesai.

Selain itu, pemotongan nisan salib tersebut juga tidak dilakukan hanya melalui persetujuan satu pihak saja, melainkan sudah berdasarkan persetujuan dua pihak dengan istri dari almarhum Albertus Slamet Sugiardi, yaitu Maria Sutris Winarni melalui surat pernyataan yang ia telah buat dan tanda tangani. Isi surat tersebut menyatakan bahwa ia tidak keberatan jika nisan salib makam suaminya harus dipotong bagian atasnya.

Bedjo juga mengatakan bahwa prosesi pemakaman itu juga telah diperbolehkan dan disetujui oleh seluruh warga, keluarga, tokoh masyarakat, pengurus makam, serta pengurus gereja. Walaupun almarhum Albertus Slamet Sugiardi merupakan seorang warga non-muslim yang tinggal di kampung tersebut, beliau tetap diperbolehkan untuk dimakamkan di area TPU Jambon yang ada di kampung muslim sebagai bentuk dari toleransi.

Walaupun kabarnya dari pihak istri almarhum, yang bernama Maria Sutris Winarni, mengatakan bahwa ia menandatangani kesepakatan tersebut juga karena terpaksa dan harus menerima perlakuan yang diberikan kepada jasad dari Alm. Suaminya tersebut. Maria juga memilih untuk menolak bicara lebih lanjut dikarenakan suasana nya yang masih berkabung.

Alasan lain mengapa nisan salib tersebut harus dipotong adalah untuk menghindari terjadinya gejolak diantara masyarakat kampung Muslim yang dikhawatirkan akan membesar. Maka langkah pemotongan nisan salib tersebut pun diambil untuk menjaga suasana kampung tetap kondusif, begitulah pernyataan dari ketua RW 13 Pubayan, Slamet Riyadi.

Dan menurut Slamet Riyadi berdasarkan pengamatan nya, setelah kejadian tersebut, suasana di kampung muslim juga terasa normal. Warga kembali melakukan aktivitas sehari-hari mereka seperti biasa tanpa adanya cekcok maupun konflik menyangkut kasus batu nisan salib almarhum Albertus Slamet Sugiardi yang dipotong tersebut.

Walaupun pada kenyataan nya makam tempat Alm. Albertus disemayamkan pun bukan merupakan makam muslim, dan masih merupakan areal pemakaman umum yang berada di daerah Purbayan. Tapi dikarenakan letak nya yang berdekatan dengan Kampung Muslim, maka warga yang bertempat tinggal di Kampung Muslim bersama-sama membuat kesepakatan bahwa tidak boleh ada nisan salib di areal pemakaman tersebut.

Salah satu pastur gereja Santo Paulus Pringgolayan, bernama Romo Agustinus Aryawan. Beliau mengatakan bahwa pada saat itu keluarga almarhum Albertus Slamet Sugihardi datang dan melakukan doa di panti Paroka karena warga tidak mengizinkan keluarga untuk melaksanakan doa di rumah duka.

Tetapi, Romo Agustinus sendiri tidak mengetahui pasti apakah keluarga dari almarhum Albertus benar-benar terpaksa untuk melakukan doa di Paroka karena larangan warga atau bukan.

Rumah duka dari Alm. Albertus pun terlihat sepi, tidak seperti suasana berkabung pada umum nya dimana biasanya banyak warga akan mengunjungi rumah dari pihak yang sedang berkabung.

Menanggapi hal tersebut, Slamet, selaku ketua RT 13 Pubayan juga menambahkan bahwa tidak pernah ada larangan untuk keluarga melakukan doa di rumah duka, dan Slamet juga menyatakan bahwa ia juga telah menghimbau warga kampung nya untuk tetap menjaga toleransi antar umat beragama dan saling menghargai satu sama lain.

Lurah Purbayan, Suradi, juga akhirnya ikut angkat bicara terkait hal pemotongan nisan salib di kampun Muslim. Suradi sangat menyayangkan sekali foto batu nisan salib yang dipotong itu menjadi viral sehingga kemudian menimbulkan banyak sekali komentar negatif dari masyarakat terutama netizen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun