Mohon tunggu...
Indira Abidin
Indira Abidin Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Mengeluh Itu Merusak Otak dan Tubuh, Lho!

2 November 2017   14:39 Diperbarui: 2 November 2017   14:47 4302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan orang mengeluh minimal sekali dalam setiap percakapan. Mengeluh memang enak, tapi mengeluh tidak baik untuk kita.

Setiap kali kita mengeluh kita membangun kebiasaan mengeluh dan akhirnya makin sering kita mengeluh. Seiring waktu, kita merasa lebih mudah bersikap negatif daripada bersikap positif, apa pun yang terjadi di sekitar kita. Mengeluh menjadi perilaku default kita, dan akhirnya mempengaruhi citra dan identitas diri kita.

Lalu kenapa hal ini bahaya?

1.Mengeluh membuat kita lebih susah mencari solusi, menurunkan kecerdasan dan meningkatkan risiko Alzheimer

Keluhan menyusutkan hippocampus - area otak yang penting untuk pemecahan masalah dan pemikiran cerdas. Kerusakan pada hippocampus sangat menakutkan, terutama bila kita menganggap itu salah satu area otak utama yang dihancurkan oleh Alzheimer.

2.Merusak kesehatan secara menyeluruh

Saat kita mengeluh, otak menangkap bahwa kita ada dalam bahaya, dan tubuh kita melepaskan hormon stres kortisol. Otak yang merasa ada bahaya, sekecil apapun keluhan kita, mengarahkan oksigen, darah dan energi menjauh dari segala hal kecuali sistem yang penting untuk kelangsungan hidup langsung. Akibatnya tubuh tidak menjalankan fungsi lain selain fungsi bertahan hidup. Dan hal ini bisa menurunkan imunitas (karena dianggap tidak prioritas saat harus bertahan dalam bahaya) dan menaikkan tekanan darah dan gula darah sehingga kita siap untuk melarikan diri atau mempertahankan diri.

Semua kortisol ekstra dilepaskan oleh keluhan yang sering mengganggu sistem kekebalan tubuh kita dan membuat kita lebih rentan terhadap kolesterol tinggi, diabetes, penyakit jantung dan obesitas. Bahkan membuat otak lebih rentan terkena stroke.

3.Mempengaruhi kesehatan lingkungan

Bukan hanya passive smoker yang bahaya. Ternyata passive complainer, orang-orang yang ada di sekitar orang yang suka mengeluh, juga terkena bahayanya.

Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial. Otak kita secara alami dan tidak sadar meniru suasana hati orang-orang di sekitar kita, terutama orang yang menghabiskan banyak waktu dengan kita, dan inilah dasar kemampuan kita untuk merasakan empati. Jadi kita harus berhati-hati dalam menghabiskan waktu dengan orang-orang yang mengeluh tentang segala hal. 

Pengeluh ingin orang-orang bergabung dalam pesta belas kasihan mereka sehingga mereka bisa merasa lebih baik tentang diri mereka sendiri. Dan akibatnya semua kerusakan di atas dialami juga oleh orang-orang di sekitar para pengeluh.

Solusi menghentikan kebiasaan mengeluh:

1.Belajar ikhlas, menerima dan bersyukur

Sadari bahwa hidup tidak selalu ada dalam kendali kita. Sadari bahwa hidup kita dan apapun yang ada dalam hidup sudah diatur puluhan ribu tahun sebelum kita dilahirkan di dunia. Jadi untuk apa mengeluh? Tak akan ada yang berubah selain kerusakan pada otak, tubuh kita dan sekitar kita.

Terima saja semua yang ada karena semua itu baik, dan menempa kita menjadi manusia yang lebih baik.Nikmati segalanya dan lihat dunia dari kaca mata anak kecil yang kagum pada segala hal. Syukuri semua karena kita tak bisa menciptakan semua itu.

Penelitian yang dilakukan di University of California, Davis, menemukan bahwa berusaha untuk bersyukur meningkatkan mood dan energi, dan secara substansial mengurangi kecemasan karena kadar kortisol menjadi lebih rendah. 

2.Buatlah visi yang jelas untuk kebaikan banyak orang. 

Untuk apa kita dilahirkan di dunia? Apa tugas yang diberikan Sang Pencipta untuk kita? Semua tugas pasti diberikan dengan fasilitas untuk mengerjakannya. Maka setiap hal yang kita keluhkan, pasti ada solusinya.

3.Aktif mencari solusi, dasari dengan keinginan berbagi dan membahagiakan orang lain

Apapun yang dikeluhkan sesungguhnya adalah pelajaran dari Sang Maha Kuasa. Semua itu seperti soal ujian yang harus kita isi sendiri. Dalam ruang ujian tak ada gunanya mengeluhkan soal ujian, kerjakan saja dan niatkan semua pelajaran dan pendidikan itu untuk kebaikan banyak orang. Kita sekolah bukan hanya untuk diri sendiri, tapi untuk bisa berkontribusi pada perbaikan kondisi di manapun kita berada.Bahagiakan orang lain dan bahagialah atas semua kebahagiaan orang lain dengan semua pelajaran itu.

4.Ajak orang yang sedang mengeluh untuk bisa melakukan hal yang sama

Jagalah mood yang baik dan selalu bersemangat tanpa mengeluh. Hal ini pun akan mempengaruhi lingkungan kita dan menurunkan kecenderungan mengeluh.

Ajak orang lain untk melakukan hal-hal di atas, ajak mereka untuk juga punya visi, dan mencari solusi bersama. Bangun inspirasi dengan memberikan contoh yang baik. Jangan pernah putus asa dalam berusaha

Setiap kali menemukan diri kita mengeluh, langsung ingat untuk menggantinya dengan syukur, dengan mengingat bahwa kita punya visi dan bisa mencari solusi sendiri. Awalnya pasti terasa sulit, persisi seperti berhenti merokok. Memang begitu, pasti. Jadi di awal kita harus bekerja keras untuk mulai mengatasi diri membangun rasa ikhlas, syukur, menikmati apa yang ada, mencari solusi dan mengajak orang --orang lain melakukan hal yang sama. Tak apa. Pelan-pelan saat hal ini terus diulang kita akan mulai terbiasa, dan kita akan makin cekatan melakukannya.

Otak butuh pembiasaan. Minimal kalau hal ini dilakukan tanpa henti selama 30 hari berturut-turut tanpa henti, otak akan mulai membentuk jaringan syaraf yang akan membantu kita untuk menjadi kebiasaan-kebiasaan di atas sebagai default, menggantikan default mengeluh kita.

Yuk, mulai kita ganti semua keluhan kita dengan ikhlas, syukur dan menikmati hidup detik demi detik, yuk.

Sumber: How complaining rewires your brain for negativity

Ditayangkan juga di: Mengeluh itu merusak tubuh kita dan orang lain, lho

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun