Pagi pun kembali berlalu tanpa kata. Hanya sunyi yang membawa renungan akan ikhlas. Ikhlas yang menyaksikan bahwa pikiran belum tentu kompak dengan jiwa dan badan. Bahwa badan selalu mengikuti hati, lebih dari mengikuti pikiran. Bahwa kita seringkali merasa sudah ikhlas, sudah baik-baik saja, tapi ternyata jiwa belum tentu ikhlas. Dan akhirnya badan mengikut saja tanpa berfikir.
Ikhlas juga bersaksi bahwa kadang ia butuh afirmasi berkali-kali untuk menurunkan ikhlas menuju jiwa, untuk bisa berkata pada tubuh. Karena jiwa selalu tahu bagaimana cara Allah menyembuhkan.
Ikhlas yang diminta Sang Penyembuh, sebagai syaratNya mulai turun tangan dan mengambil alih. Karena manusia manapun tak akan mampu menyembuhkan. Hanya Ia yang bisa dan mengizinkan.
Pagi yang sunyi tanpa kata membawa pesanNya masuk ke hati yang ingin disentuhNya, pesan ikhlas bagi hati yang mau mendengar, merasa dan berserah.
Apa lagi yang perlu kita ikhlaskan hari ini agar Allah bisa mulai masuk dan mengambil alih urusan kita? Mengapa hal ini penting?
Akan jadi manusia seperti apa kita kalau ikhlas selalu ada di pikiran, jiwa dan badan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H