"Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya.
Imam adalah pemimpin yang akan diminta pertanggung jawaban atas rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban atas keluarganya.
Seorang isteri adalah pemimpin di dalam urusan rumah tangga suaminya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rumah tangga tersebut.
Seorang pembantu adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan tanggung jawabnya tersebut." (Hr Bukhari)
Banyak orang yang mengomentari tulisan-tulisanku mengenai "pemimpin" dengan "Si A seharusnya begini" atau "Huuuh.. Si B memang tidak becus."Â
Banyak orang yang menuntut pemimpin untuk menjadi begini dan begitu. Banyak yang marah karena merasa menjadi korban pemimpin yang begini dan begitu. Semua menunjuk ke orang lain, seringkali dengan sangat emosional. Tapi satu hal yang nampaknya masih sulit difahami adalah bahwa sesungguhnya merekapun adalah pemimpin. Bahwa sesungguhnya yang bisa menciptakan perubahan adalah orang yang kita lihat di depan cermin.
Bumi terdiri dari manusia-manusia. Kalau semua manusia menuntut manusia lain untuk bersikap sesuai dengan harapan mereka, dunia tentu akan penuh dengan ketidakbahagiaan. Tapi kalau semua manusia sadar bahwa mereka dilahirkan untuk menjadi pemimpin, maka semua manusia akan menjadi manusia yang melayani, yang memprioritaskan orang lain, karena semua merasa cukup, mereka sudah berkelimpahan. Dan dunia akan menjadi tempat yang membahagiakan, karena semua fokus untuk membahagiakan orang lain, dan makhluk lain.
Kita semua adalah pemimpin. Kita semua adalah penentu kehidupan kita, dalam izinNya. Yang pertama kali kita harus pimpin adalah pikiran dan perasaan kita. Bagaimanakah kita harus memimpin diri?
Sadari diri sebagai wakilNya
Karena kita memang adalah wakilNya di atas bumi ini. Kita dilahirkan hanya untuk menjadi kepanjangan tanganNya membawa kebaikan dan mencegah kemunkaran, seorang khalifah di muka bumi.Â
Dengan menyadari bahwa kita benar-benar adalah wakilNya, kita akan sadar bahwa di dalam darah kita ada Sang Maha Penyayang. Maka kita tak akan pernah hitung-hitungan dalam mencintai, dalam bekerja, dalam berkarya bagi dunia. Kita bisa mencintai dengan sepenuh hati tanpa berfikir bagaimana respon yang dicintai. Sang Maha Pengasih Penyayang tetap mengasihi, apapun yang terjadi.
Apapun yang kita lakukan, kita akan sadar bahwa kita lakukan semua itu sebagai wakilNya, untuk bumiNya, untuk melayani makhlukNya, bukan hanya untuk suami, anak, orang tua ataupun negara. Tidak hanya itu, tapi lebih jauh dari itu.Â
Kita tak akan minder, karena kita adalah makhluk Sang Maha Besar dan Maha Adil yang terbaik, dan kita kenal Pencipta kita sebagai Sang Maha Kuasa. Merasa diri kurang, tak layak atau tak sepadan, adalah penghinaan terhadap Sang Maha Mulia yang mencipta dan membagi dengan sangat hebat dan sangat adil. Setiap hal ada maksudnya, bukan karena tidak adil.
Miskin, cacad, sakit adalah ketidakadilan? Bukan. Semua kekurangan pasti diciptakan sebagai kesempatan untuk melakukan sebuah kebaikan yang tak bisa didapat oleh mereka yang tidak kurang dalam hal tersebut. Dan semua orang sama, semua punya kekurangan dan kelebihan masing-masing. Fokus pada kekuatan, manfaatkan kesempatan, maka kekurangan akan menjadi karunia.
Bersikaplah sebagai wakilNya
Proaktif, responsif, jangan biarkan dunia dan kondisi menentukan hidup kita. Karena kita sadar bahwa setiap kondisi adalah karunia untuk kita manfaatkan, lembar ujian untuk kita jawab, lembar soal untuk kita bermain. Itulah sikap wakilNya, sikap pemimpin, sikap khalifah. Cara pandang kitalah yang menentukan kehidupan kita. Pilihlah untuk selalu bahagia dan putuskan untuk selalu damai.
Yuk, kita jadi pemimpin yang baik bagi diri kita yuk. Jangan harap pemimpin kita memimpin sesuai harapan, kita dululah yang harus memimpin diri menjadi pemimpin sesuai harapanNya di muka bumi.
Kira-kira, pemimpin seperti apakah yang diinginkan Sang Pencipta dari kita?
Akan menjadi manusia seperti apakah kita kalau kita bisa mewujudkan harapan Sang Pencipta tersebut?
Apa rasanya menjadi wakilNya, wakil Sang Maha Kasih, Maha Besar, Maha Adil, di muka bumi?
Apa hal terkecil yang dapat dilakukan untuk menjadi wakilNya yang lebih baik lagi hari ini?
Dan bagaimana kita dapat terus menerus menjadi pemimpin yang lebih baik setiap hari?
Semoga Sang Pencipta memberkahi kita semua dan upaya kita mewakiliNya di muka bumi, sesuai dengan tujuanNya menciptakan kita. Aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H